Timor portugis: kemerdekaan adalah…


Tempo 11 Oktober 1975 BERKOMENTAR tentang masalah Timor Portugis, akhir-akhir ini sebagian dari kita terpancing emosi untuk main “serbu saja”. Secara politik atau militer menguasai daerah dengan penduduk 650.000 jiwa memang mudah.

Tetapi tentu saja tindakan ini melanggar prinsip, setiap bangsa berhak menentukan nasibnya sendiri. Prinsip yang kita pegang teguh sejak kemerdekaan. Memang alasan untuk “menyerbu” ada. FRETILIN (partai yang de facto berkuasa) tidak mendapat dukungan rakyat dan komunis. Tentang dukungan rakyat, tentulah saat ini kita belum dapat memastikan. Sebagai contoh, pemerintah kolonial Belanda dulu selalu menyatakan bahwa Republik Indonesia hanyalah Yogya dan Bukittinggi Jadi, untuk memastikan dukungan rakyat harus ada referendum yang bebas. Kami sangat setuju apabila Pemerintah mengusulkan diadakannya referendum di Timor Portugis. Supaya tidak dianggap berpamrih, sebaiknya PBB yang melaksanakannya tanpa ikut campur Pemer intah kita. Tentang FRETILIN yang komunis janganlah kita meniru pemerintah Belanda dulu yang menyatakan bahwa pejuang-pejuang kemerdekaan kita adalah extremist-communist. Kami pribadi anti komunis, tetapi kami beranggapan bahwa memberantas komunisme tidak dapat dengan cara mencap sesuatu grup dan kemudian melakukan tindakan kekerasan terhadapnya. Melawan komunisme hanya dapat dilakukan dengan usaha-usaha menghilangkan racun komunis di tubuh kita sendiri. Usaha-usaha itu dapat berupa: mempertebal keimanan pada Allah, mengakui hak asasi dan kebebasan manusia, menegakkan demokrasi serta menentang kediktatoran, menentang tumbuhnya klas baru yang mengatas-namakan rakyat tetapi menindas rakyat. Jangan sampai kita hanya anti komunis dalam nama, tetapi dalam tindakan dan sikap sami mawon dengan orang-orang komunis Semoga ‘KEMERDEKAAN ADALAH MAHKOTA BAGI SETIAP BANGSA’ tetap menjadi pegangan kita. HONORARIUS DA LOPEZ. Asrama Mahasiswa Ul (k.13) Rawamangun, Jakarta Timur.
Tempo 11 Oktober 1975
Bisakah Gencatan Senjata ?

BAGAIKAN air laut yang mengalungi pulau Timor, pergolakan bersenjata di sana juga mengalami pasang surut. Semenjak Fretilin mulai melancarkan serangan balasan terhadap kudeta UDT 11 Agustus, hingga pertengahan September, inisiatif perang lebih banyak berada pada front pembebasan yang beraliran kiri tersebut.

Untuk masa itu – menurut penilaian pengamat militer di perbatasan – kemenangan Fretilin terutama disebabkan oleh “taktik”, dan bukan “ketrampilan” berperang. Dituturkan oleh sementara pengungsi, lasykar Fretain menggunakan tameng wanita dan anak-anak di depan mereka. UDT sebaliknya cukup menderita kerugian. Namun kekuatan UDT yang bersama kelompok Kota dan Trabalista telah menyusun front anti-komunis MAC (Movimento Anti Comunista) masih belum nati. Menurut sementara pengamat, UDT masjh mampu mengumpulkan sekitar 4000 pendukung. Termasuk di situ pasukan tentara profesionil. Sedang kekuatan Fretilin saat ini, seperti diakui panglima perangnya, Rogerio Lobato, hanya 1300 orang. 1000 orang, atau satu batalyon, berpusat di sekitar Dai, di bawah pimpinan adiknya. Sisanya terpencar di gunung-gunung. Padahal musuh Fretilin bukan cuma MAC, tapi juga kekuatan Apodeti, yang terutama didukung oleh liurai (raja) Atsabe, Cuilherme Mario Goncalves. Setelah ambil nafas sejenak di perbatasan, Apodeti kabarkan mulai melancarkan serangan balasan ke kubu-kubu Fretilin mulai pertengahan September. Tanggal 15 September Apodeti menyerbu Bobonao dan Maliana. 2 hari kemudian mereka meledakkan gudang senjata Fretilin di Tilomair, sebelah Timur Suai. Serangan itu menurut jurubicara Apodeti merupakan persiapan merebut kota pantai Selatan Timor itu dari tangan Fretilin. Syarat-Syatat UDT Penyerbuan ke Selatan sekaligus merupakan taktik pengalih untuk menyelamatkan para pengungsi di pantai Utara. Tanggal 19 September, dari kapal KRI Noku KKo berhasil mendarat sebentar di Tanjung Maubara untuk menjemput sejumlah pengungsi yang didaratkan di pelabuhan. Atapupu, Timor Rl. Sedang UDT sendiri masih menanti jawaban pemerintah Rl atas petisi 1 pasal UDT. Dalam petisi itu UDT tentu saja tidak lupa mengajukan syarat bagi integrasi Timor Timur dengan Rl di samping permohonan bantuan senjata (lihat box). Syarat itu adalah: Timor eks-Potugis menjadi propinsi ke-27 yang berotonomi penuh, boleh terus menggunakan bahasa Portugis sementara rakyat diajar bahasa Indonesia, diperintah oleh Gubernur orang Timor Timur, dan sesudah 3 tahun boleh menyelenggarakan “pepera” dengan alternatif merdeka atau terus jadi wilayah Indonesia. Jawaban pemerintah Indonesia, hingga saat ini belum diketahui. Suasana di basis MAC Batugade tarnpaknya aman dan santai. Namun tanpa dinyana, hari Rabu tanggal 23 September sejumlah pasukan Fretilin dari bukit turun ke lembah Batugade, dan menghujani benteng Portugis tua itu dengan tembakan mortir. Mereka kabarnya tidak datang lewat jalan darat, melainkan didrop oleh sebuah kapal perang kecil yang merapat di balik Tanjung Batugade. Kapal ini juga menjemput sisa pasukan penyerang itu kemudian. Sampai keesokan harinya, 2 tentara UDT tewas, 4 luka-luka, dan 15 penduduk sipil ikut melayang nyawanya. Termasuk 4 orang Indonesia yang terselip di antara pengungsi. Jumlah korban dari fihak Fretilin bervariasi menirut setiap koran dan kantor berita – tanpa satu pun foto mayat Fretilin tersebut. Ada yang bilang 17. Lainnya menyebutkan angka 32. Namun wartawan Kompas yang tiba di Batugade setelah Fretilin dipukul mundur, hanya menemukan sesosok mayat Fretilin. Tapi soal mayat Fretilin itu tidak terlalu penting. Yang segera mengundang reaksi pejabat di Jakarta adalah berita bahwa peluru mortir Fretilin juga merenggut nyawa sejumlah pengungsi di wilayah Indonesia, Motaain. Menurut jurubicara Deparlu, Joko Suyono, “20 peluru mortir Fretilin membunuh 6 pengungsi di wilayah Rl, dan melukai 5 orang lainnya”. Sedang Ka-Puspen Hankam Brigjen Sumrahadi menamakan tembakan mortir 8 mili Fretilin itu usaha “mencoba menjamah wilayah Rl”. Mengapa Fretilin berani berbuat begitu nekad? – Menurut jurubicara Fretilin yang dikutip Reuter, serangan Fretilin itu dimaksudkan membersihkan bumi Timor Portugis dari semua unsur UDT dan oposisi lainnya, sebelum berunding dengan pemerintah Portugal tanggal 27 September yang lalu. Tanggal ini kemudian berlalu tanpa ada apa-apa. Sementara gubernur Lemos Pires melapor ke-Lisabon, kedua rival Fretilin – MAC dan Apodeti – menolak ajakan delegasi Lisabon di Darwin, Brien Oliviera Rodriquez, untuk berunding dengan Portugal – yang sudah tidak mereka akui lagi kekuasaannya di Timor. Adapun Fretilin sendiri dalam kawatnya pada Komite 24 ( Komite Dekolonisasi) PBB sudah lebih dulu menyatakan tidak mau berurusan dengan kedua rivalnya itu, dan hanya mau berunding dengan Portugal. Kopral Misterius Semenjak penyerbuan hari Rabu itu, pasukan Fretilin dikabarkan makin sering menyeberang perbatasan Rl, merampok ternak rakyat. Suatu pertanda kian menipisnya bahan pangan di daerah yang nyaris 2 bulan diobrak-abrik perang sudara. 6 tentara Fretilin kabarnya tertangkap di wilayah Rl. “Ini tidak- bisa dibiarkan terus-menerus”, geram seorang perwira muda Kodim setempat kepada wartawan TEMPO di Atambua. Di samping kecemasan akibat peluru mortir yang sonder permisi nyelonong ke wilayah Rl, kuping telinga mereka pun merah lantaran siaran radio Fretelin berbahasa Tatum dan Portugis. Terutama tatkala penyiarnya menyebutkan adanya “seorang tentara Indonesia” asal Jawa Barat, ber-Nrp 368- 11.3 dari Yon. Inf. 317 tertangkap di Maliana, Sabtu malam tanggal 20 September. Padahal menurut perwira Udayana itu. nama “Kopral Zeli” itu tak pernah tercantum dalam daftar petugas di perbatasan. Anehnya, siaran Fretilin tentang “pelanggaran teritorial tentara Indonesia” selalu dilancarkan sehabis serbuan Apodeti ke basis-basis Fretilin. Kopral yang misterius itu misalnya ada disebut-sebut ikut dalam penyerbuan ke tangsi Fretilin di Bobonaro, antara 13 -15 September lalu. Selanjutnya dikabarkan oleh Rogerlo Loalo, 80 tentara tak dikenal – ada yang berseragam Indonesia menyerbu basis Fretilin dekat Suai, ditunjang sebuah helikopter Indonesia. Namun sekali lagi pasukan “tak dikenal” itu berhasil dipukul mundur, meninggalkan satu mayat berseragam Indonesia, 1 senapan mesin, mortir, dan 300 peluru, senapan. Semua ini tanpa foto pembukti. Seperti halnya misteri “kapal perang” Fretilin yang bisa mendrop pasukan di Tanjung Batugade, walaupun perairan Timor kabarnya terus dipatroli 3 kapal perusak dan 2 kapal fregat TNI/ALRI. Walhasil, kendati banyak pengamat militer optimis bentrokan-bentrokan senjata di Timor tidak akan tumbuh menjadi perang total tidak enak juga Indonesia membiarkannya berlarut-larut. Sebab korban terus jatuh. Baik pengungsi yang tumplek ke Timor Rl dan Alor, maupun korban yang sekarat, yang sakit dan tidak kuat menginsi, serta yang kelaparan di dalam negeri Timport sendiri. Dalam keadaan tidak menentu begini, barangkali perlu diusahakan gencatan senjata. Mungkin itu sebabnya jata dari UDT hingga kini belum dikabulkan oleh RI, dan DPR-RI dalam Pernyataan Pendapatnya menyerukan supaya kembali ke program dekolonisasi. Walaupun dalam iklim perang ideologi antara MAC dan Fretilin, kans untuk itu tampaknya makin hari makin menipis ….
Tempo 11 Oktober 1975
“Saya Minta Senjata Dan Amunisi”

DI Markas Besar mereka di Batugade, Lopez da Cruz kini lebih banyak menyekap diri di balik tenda-tenda darurat yang berdinding dan beratapkan daun lontar.

Tak bisa disembunyikan bahwa di balik wajahnya yang tenang tercermin perasaan getir dan jemu. Getir melihat kenyataan sebagai akibat gerakan yang dilakukan partainya, UDT, pada 11 Agustus yang lalu. Ia pun nampak jemu menantikan tindak lanjut dari petisi–berisi keinginan berintegrasi dengan Indonesia — yang dirasakannya sangat lamban ditanggapi oleh Jakarta. Duduk memegang kemudi jip Landrovernya, Lopez menjawab pertanyaan-pertanyaan TEMPO sebagai berikut: TEMPO: Bagaimana jawaban pemerintah lndonesia atas petisi anda bersama kelompok Gerakan Anti Komunis lainnya? Lopez: Jawaban itu sudah disampaikan lewat Bupati Belu hari Jumat (19 September) yung lalu. Isinya Presiden menyetujui petisi kami. T: Apa tindak lanjut anda? L: Kami akan mempersiapkan satu rapat umum untuk- mengukuhkan petisi tersebut. T: Bagaimana upaya anda bersama teman-teman untuk merebut kembali daerah-daerah yang kini dikuasai Fretilin? L: Fretilin memang menguasai sebahagian besar wilayah Timor-Timur. Tapi partai ini jelas tidak menguasai rakyat. Lihatlah betapa besar arus pengungsi yang tiap hari mengalir ke wilayah Indonesia. Sedang kami – saya bukan sesumbar mengatakannya – adalah yang paling besar pendukungnya. Karena itu kami akan terus menghadapinya. Kami masih punya cukup banyak tenaga untuk melaksanakan tugas tersebut. Hanya dalam waktu ini kami masih kekurangan senjata dan amunisi T: Apakah anda pernah meminta bantuan senjata dan amunisi pada Indonesia? L: Ya. Namun pihak Indonesia menjawab: “tidak bisa” Kalau bantuan itu tidak bisa-secara langsung diberikan, kami pun bersedia membeli senjata berikut amunisi Kami masih punya uang untuk itu. Tapi ini pun tidak berhasil. T: Tahukah anda sebab-sebab mengapa Indonesia tidak bisa membantu sebagaimana harapan anda? L: Ya. Saya bisa mengerti pertimbangan politis Indonesia, terutama untuk menjaga namanya di mata internasional. Saya pun yakin, Indonesia baru akan memberi bantuan sepenuhnya setelah Timor Timur betul-betul sudah berintegrasi penuh. Tapi hendaknya diketahui pula bahwa situasinya sudah lain dengan keluarnya petisi berikut jawaban pemerintah Indonesia itu. Karena itu saya hanya minta bantuan senjata dan amunisi menghadapi Fretilin yang komunis itu cukuplah dengan orang-orang dari Gerakan Anti Komunis tidak usah pasukan langsung Indonesia. Tapi kalau Indonesia benar-benar anti komunis, Indonesia harus membantu kami jangan seperti Amerika Serikat yang anti komunis di kerongkongan saja. T: Apa anda melihat terlibatnya sekelompok orang-orang di Australia yang ikut membantu dan menunjang Fretilin? L: Saya kira di manapun mereka berada, pasti akan mendukung teman-teman sealirannya. Ini cukup jelas, tak perlu saya komentari lebih banyak. T: Lalu tindakan apa yang anda persiapkan di hari-hari mendatang? L: Kami akan menyusun kembali kekuatan-kekuatan yang tergabung dalam gerakan anti komunis ini. Sudah jelas diuraikan tadi sikap saya Saya harus katakan begitu karena demikianlah kenyataan sekarang. Namun tak usah terlalu khawatir, sebab kita tetap percaya pada pertolongan Tuhan.