Dendam Pemain Ludruk


Tempo 12 November 1977. JANGAN lupa tentang OTB.” Begitu kata Kolonel Leo Ngali, Asisten I Kowilham II Jawa-Nusatengara, ketika ditanya koresponden TEMPO Hamid Darminto mengenai terbongkarnya dua organisasi gelap yang dituduh ada hubungan dengan gerakan sisa-sisa PKI: “Sapu Angin” dan “Sangga Buana”.
Pangkowilham II. Letjen TNI Widodo mengungkap soal ini pekan lalu sehabis menghadap Presiden Soeharto. “OTB” adalah singkatan dari “organisasi tanpa bentuk” dan ini disebut sebagai taktik PKI setelah bubar. “Kita juga pernah membongkar gerakan semacam ini, yaitu kumpulan arisan ibu-ibu. Ternyata ibu-ibu yang arisan itu adalah isteri-isteri dari orang-orang PKI yang masih ditahan. Ini terjadi di Yogya dan ini adalah juga OTB”, tambah Lo Ngali. Sapu Angin itu sendiri adalah nama sebuah bukit di Kecamatan Kaloran. Kabupaten Temanggung Jateng, yang sejuk dan terkenal sangat resik. Desa Kajoran di kecamatan itu mempunyai seorang Kepala Desa MG (Mangun Sudarmo). Tahun 1969, ia bersama sejumlah orang mendirikan yayasan yang diberi nama Sapu Angin. Tujuannya untuk kegiatan sosial dan kesejahteraan. Tapi kemudian berkembang ke hal lain. Entah bagaimana- kuasannya, sang kepala desa ini yakin bahwa dirinya adalah keturunan seorang raja di Jawa, barangkali keturunan raja dari Surakarta Hadiningrat atau Yogya. Ia kemudian menugaskan seorang anggota yayasan bernama IR (Irawan) untuk mengusut silsilah dirinya. IR inipun kemudian bergerak, antara lain menghubungi seorang pejabat keraton Yogya. Selain itu yayasan ini juga menyelenggarakan “sadranan” (upacara memperingati hari meninggalnya seorang leluhur yang dimuliakan) di makam leluhur kepala desa itu. Yang hadir waktu itu (7 Januari 1977) sekitar dua ribu orang. Tak- urung ini membuat curiga banyak orang, termasuk intel tentu saja. Setidaknya karena menjelang pemilu lah, ternyata IR itu tadi adalah bekas PKI yang belum lama dibebaskan, kabarnya termasuk golongan B. Gerakan IR mencari silsilah dan sadranan ini sangat menarik perhatian luas penduduk desa situ dan sekitarnya. Leo Ngali membenarkan, gerakan “Sapu Angin” tersebut hingga ahli yang diketahui hanya terhatas pada soal silsilah dan sadranan itu saja. Seluruh pengurus yayasan itu sudah diperiksa dan kemudian dilepaskan. Tidak ada yang ditahan. Dan bukit Sapu Angin telah menjadi basis PKI sebelum meletusnya G 30 S. Mbah Suro Alkisah, seorang pemuda dari desa Sandell, Kecamatan Sanden. Kabupaten Lumajang bernama RS (Resigutama), 24, mendirikan” jangga Buana”, sebuah organisasi bela diri. Dia sendiri pemain ludruk di Lumajang Jatim. Selain itu ia mendirikan pula perkumpulan keagamaan yang disingkat PHD. Ayah RS yang bernama Kusrin dengan sejumlah alias mati terbunuh oleh rakyat di kota Babat, Jatim Tahun 1966 RS ini menjadi cantriknya Mbah Suro Blora. Dukun yang menghebohkan ini telah dilebur oleh ABRI bersama rakyat waktu itu. RS ini dibawa oleh seorang bernama HR (Hardjono) ke padepokan Mbah Suro yang juga seorang PKI. Begitulah, di “Sangga Buana” ini RS melatih anggotanya sekitar 20 orang itu dengan bela diri, telepati dan hipnotisme, termasuk teknik melempar arit, melempar pisau dan lain-lain. Pada suatu hari RS mengungkap maksudnya untuk mengadakan “teror” di depan anak buahnya itu. Teror ini ia lakukan karena dendam. Tapi tidak jelas dendam perkara apa. Barangkali dendam karena kematian ayahnya. Maka ditetapkan hari “1″ tanggal 7 Juli 1977. Untuk itu ia akan memberi komando dari gunung Semeru. Tarpi kata “teror” ini kemudian terdengar oleh penduduk di sekitar situ dau sampai pula ke telinga petugas keamanan. Belum sempat komando itu terucap, bulan Juni, RS dan anggotanya digulung yang berwajib. Kemudian RS mengakui bahwa dia mempunyai tumpukan senjata di suatu tempat. Eh, ketika dicek, ternyata senjata itu tidak ada. Yang dikemukakan adalah sepucuk pistol milih RS sendiri berkaliber jenis Colt, model 1938. RS juga mengaku, bahwa anggotanya juga tersebar di Kalimantan Timur. Ketika Laksusda Kalimantan Timur mengadakan penelitian, ternyata tidak Ida. Kini ada 6 anggotta Sangga Buana yang ditahan Laksusda Jatim Katanya mereka semua bekas PKI. Tapi adakah sekarang kader PKI yang kaliber kakap? “Kalau di dalam negeri kader-kader mereka tidak lagi punya kelas,” kata Leo Ngali. “Semuanya masih di bawah kelasnya Iramani.” Iramani tertangkap di Purwodadi beberapa tahun lalu. Dan Leo Ngali oleh pers di Jawa Tengah dikenal sebagai “orang yang paling tahu tentang gerakan sisa-sisa PKI.”