Pembantaian
Anggota PKI di Sulawesi Selatan Sahabat
Pustakers pada kesempatan kali ini Pustaka Sekolah akan share mengenai
Penumpasan G30S/PKI Di Sulawesi Selatan. Di Sulsel gerakan anti komunis
berkembang dengan cepat. Demonstrasi anti komunis dari berbagai ormas
berkembang menjadi aksi anarkis sehingga menimbulkan korban jiwa. Minggu
pertama Oktober 1965 terjadi pengeroyokan massa terhadap Dr. Soenarso ditempat
prakteknya karena dituding menyokong kegiatan-kegiatan PKI. Sejak 5 Oktober s/d
10 Oktober secara terorganisir terjadi pelampiasan amarh secara radikal
terhadap PKI beserta ormas-ormasnya dan simpatisan lainnya Kerusakan yang terjadi
meliputi perusakan rumah, perabot rumah para anggota PKI dan ormas-ormasnya.
Ratusan anggota PKI dan ormas-ormasnya berada dalam kompleks Kodim dan
Kepolisian baik sebagai tahanan maupun sukarela menyerahkan diri untuk meminta
perlindungan dari sasaran massa.
Pembantaian
Anggota PKI di Sulawesi Selatan
Sampai
akhir tahun 1965, tidak ada tindakan pihak militer untuk mencegah meluasnya
pembunuhan dan
pengejaran terhdap orang-orang PKI. Pada tanggal 10 Oktober 1965, aksi kemarahan massa berlanjut dan menunjukkan keterlibatan pihak ketiga untuk tujuan tertentu. Ini dilihat dari motif aksi berubah menjadi penjarahan milik orang-orang Tionghoa, dan penghancuran rumah orang Jawa. Penjarahan dan pembakaran tidak hanya terjadi pada gedung dan tanah milik orang PKI, tetapi juga rumah dan toko milik etnis Tionghoa. Isu berkembang pada perseolan ideologi, agama, kemudian merembet ke masalah etnis. Para demonstran tidak semata melihat anggapan keterlibatan PKI dan G30S, tetapi berkembang menjadi isu agama bahwa PkI anti agama sehingga perang terhadap PKI dianggap sebagai jihad. Kemudian berkembang lagi menjadi sebuah asumsi bahwa orang-orang jawa dan tionghoa adalah PKI yang wajib ditumpas. Pengrusakan rumah orang-orang jawa terjadi di Balang Boddong Makassar, didaerah ini bermukim orang-orang jawa sejak zaman Revolusi. Kasus lain dialami oleh Aminuddin Patta Lolo, seorang aktivis pemuda rakyat, pada awal penangkapannya tanggal 15 Oktober 1965 ia ditempatkan di Komtabes Makassar. Sel-sel sudah penuh dengan tahanan Hari itu juga rapat akbar yang dihadiri 22 ormas di lapangan Karebosi menuntut pembubaran PKI. Kemudian tempat sel penahanan Sel Komtabes Makassar didemo oleh KAMMI, KAPPI dan Pemuda Ansor. Para demonstran menerobos masuk sel-sel, tetapi para tahanan itu telah diamankan oleh aparat dan dibawa ke tahanan Kodim 1408 makassar untuk menghindari keberingasan massa. Aksi kemudian berkembang di Bone, Andi Mappa Ketua PKI, Igo Garnida Heri Erianto Sekjen PKI dan Kalwater Ketua SOBSI Bone, keturunan Belanda, juga sebagai kalapas dibunuh oleh massa. Aksi massa di Bone berlangsung secara spontan sampai di penjara dan Kodim/Polres tempat orang-orang Pki meminta perlindungan. Gerakan massa itu menerobos membawa senjata tajam dan bambu runcing. Pembunuhan terjadi dipenjara Kodim Bone kurang lebih ratusan warga sipil yang berasal dari Jawa Mereka pada umumnya karyawan pabrik gula Arasoe yang didatangkan dari Jawa untuk memenuhi kebutuhan tenaga profesional di pabrik Gula Arasoe tersebut. Pada mulanya mereka ditempatkan di penjara Kodim karena asrama mereka belum selesai dibangun. Akan tetapi setelah G30S meletus, mereka dibantai karena sentimen ras jawa yang meningkat sekitar tahun 1960-an. Para korban pembantaian massal kemudian dikubur secara massal disebuah sumur di kampung Colodo Bone. Menurut data yang terpercaya, pembantaian anggota dan yang dianggap PKI di Bone adalah yang terbesar ke-3 setalah Jawa dan Aceh, jumlah yang dibantai di Bone adalah 350 orang. Di Kabupaten Bantaeng terjadi pembunuhan terhadap M. Ali Yusuf ketua DPC PKI bantaeng didalam sel penjara Ia diekluarkan atas desakan anggota Muhammadiyah dibawah pimpinan Usman Maesa dan Suaib naba. M. Ali Yusuf dibawah ke depan Masjid Raya bantaeng lalu dibunuh oleh massa. kemudian pembunuhan terhadap Abdul Rahman Holi, salah satu penyokong dana kegiatan2 PKI, Ia dibunuh didalam rumahnya sendiri sekitar jam 9 malam oleh massa yang dipimpin Usman Maesa dan Suaib naba, menyusul Abdul Syukur ketua Buruh Bantaeng, dibunuh di pasar oleh sekelompok orang sampai seluruh tubuhnya dicincang dengan senjata tajam. Nasib yang sama dialami oleh H. Amran ketua Pemuda Rakyat Bantaeng, dia dibunuh dalam sel kepolisan Bantaeng oleh sekelompok Pemuda Ansor dibawah pimpinan Patahuddin. Dan Dusung anggota pemuda rakyat masih sempat bersembunyi di sebuah kampung yang bernama Bateballa, namun juga kemudian dibunuh oleh sekelompok massa yang tidak dikenal. Di perbatasan kabupaten Wajo dan Sidrap, kampung sekitar Tanru tedong terjadi pembunuhan warga yang dituduh komunis, sebagian besar rakyat didaerah ini terdaftar sebagai anggota BTI, mereka telah menerima bantuan berupa alat-alat pertanian dari PKI kemudian digolongkan sebagai bagian dari PKI. Para petani berusaha menyelematkan diri dengan cara bersembunyi dirumah sanak leluarga diluar kampung. Pembunuhan juga terjadi di daerah Bone-bone kabupaten Luwu disebuah daerah transmigran, umumnya mereka berasal dari Jawa. Demikialah artikel yang membahas mengenai Pembantaian Anggota PKI di Sulawesi Selatan, Artikel ini berasal dari buku berjudul Kamp Pengasingan Moncongloe karya Taufik. Semoga artikel ini tentunya dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.[ps]
pengejaran terhdap orang-orang PKI. Pada tanggal 10 Oktober 1965, aksi kemarahan massa berlanjut dan menunjukkan keterlibatan pihak ketiga untuk tujuan tertentu. Ini dilihat dari motif aksi berubah menjadi penjarahan milik orang-orang Tionghoa, dan penghancuran rumah orang Jawa. Penjarahan dan pembakaran tidak hanya terjadi pada gedung dan tanah milik orang PKI, tetapi juga rumah dan toko milik etnis Tionghoa. Isu berkembang pada perseolan ideologi, agama, kemudian merembet ke masalah etnis. Para demonstran tidak semata melihat anggapan keterlibatan PKI dan G30S, tetapi berkembang menjadi isu agama bahwa PkI anti agama sehingga perang terhadap PKI dianggap sebagai jihad. Kemudian berkembang lagi menjadi sebuah asumsi bahwa orang-orang jawa dan tionghoa adalah PKI yang wajib ditumpas. Pengrusakan rumah orang-orang jawa terjadi di Balang Boddong Makassar, didaerah ini bermukim orang-orang jawa sejak zaman Revolusi. Kasus lain dialami oleh Aminuddin Patta Lolo, seorang aktivis pemuda rakyat, pada awal penangkapannya tanggal 15 Oktober 1965 ia ditempatkan di Komtabes Makassar. Sel-sel sudah penuh dengan tahanan Hari itu juga rapat akbar yang dihadiri 22 ormas di lapangan Karebosi menuntut pembubaran PKI. Kemudian tempat sel penahanan Sel Komtabes Makassar didemo oleh KAMMI, KAPPI dan Pemuda Ansor. Para demonstran menerobos masuk sel-sel, tetapi para tahanan itu telah diamankan oleh aparat dan dibawa ke tahanan Kodim 1408 makassar untuk menghindari keberingasan massa. Aksi kemudian berkembang di Bone, Andi Mappa Ketua PKI, Igo Garnida Heri Erianto Sekjen PKI dan Kalwater Ketua SOBSI Bone, keturunan Belanda, juga sebagai kalapas dibunuh oleh massa. Aksi massa di Bone berlangsung secara spontan sampai di penjara dan Kodim/Polres tempat orang-orang Pki meminta perlindungan. Gerakan massa itu menerobos membawa senjata tajam dan bambu runcing. Pembunuhan terjadi dipenjara Kodim Bone kurang lebih ratusan warga sipil yang berasal dari Jawa Mereka pada umumnya karyawan pabrik gula Arasoe yang didatangkan dari Jawa untuk memenuhi kebutuhan tenaga profesional di pabrik Gula Arasoe tersebut. Pada mulanya mereka ditempatkan di penjara Kodim karena asrama mereka belum selesai dibangun. Akan tetapi setelah G30S meletus, mereka dibantai karena sentimen ras jawa yang meningkat sekitar tahun 1960-an. Para korban pembantaian massal kemudian dikubur secara massal disebuah sumur di kampung Colodo Bone. Menurut data yang terpercaya, pembantaian anggota dan yang dianggap PKI di Bone adalah yang terbesar ke-3 setalah Jawa dan Aceh, jumlah yang dibantai di Bone adalah 350 orang. Di Kabupaten Bantaeng terjadi pembunuhan terhadap M. Ali Yusuf ketua DPC PKI bantaeng didalam sel penjara Ia diekluarkan atas desakan anggota Muhammadiyah dibawah pimpinan Usman Maesa dan Suaib naba. M. Ali Yusuf dibawah ke depan Masjid Raya bantaeng lalu dibunuh oleh massa. kemudian pembunuhan terhadap Abdul Rahman Holi, salah satu penyokong dana kegiatan2 PKI, Ia dibunuh didalam rumahnya sendiri sekitar jam 9 malam oleh massa yang dipimpin Usman Maesa dan Suaib naba, menyusul Abdul Syukur ketua Buruh Bantaeng, dibunuh di pasar oleh sekelompok orang sampai seluruh tubuhnya dicincang dengan senjata tajam. Nasib yang sama dialami oleh H. Amran ketua Pemuda Rakyat Bantaeng, dia dibunuh dalam sel kepolisan Bantaeng oleh sekelompok Pemuda Ansor dibawah pimpinan Patahuddin. Dan Dusung anggota pemuda rakyat masih sempat bersembunyi di sebuah kampung yang bernama Bateballa, namun juga kemudian dibunuh oleh sekelompok massa yang tidak dikenal. Di perbatasan kabupaten Wajo dan Sidrap, kampung sekitar Tanru tedong terjadi pembunuhan warga yang dituduh komunis, sebagian besar rakyat didaerah ini terdaftar sebagai anggota BTI, mereka telah menerima bantuan berupa alat-alat pertanian dari PKI kemudian digolongkan sebagai bagian dari PKI. Para petani berusaha menyelematkan diri dengan cara bersembunyi dirumah sanak leluarga diluar kampung. Pembunuhan juga terjadi di daerah Bone-bone kabupaten Luwu disebuah daerah transmigran, umumnya mereka berasal dari Jawa. Demikialah artikel yang membahas mengenai Pembantaian Anggota PKI di Sulawesi Selatan, Artikel ini berasal dari buku berjudul Kamp Pengasingan Moncongloe karya Taufik. Semoga artikel ini tentunya dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.[ps]