Tempo
18 Maret 1978. MENJELANG Sidang Umum MPR, sesepuh Kepercayaan meninggal.
Tanggal 4 Maret, Kanjeng Raden Mas Tumenggung Wongsonagoro SH berpulang dalam
usia 81 tahun. Priyayi Sala lulusan Sekolah Tinggi Hukum Batavia ini, semula
menjabat patih pada Swapraja Surakarta-1919. Setelah titel meester in de recben
didapatnya, Almarhum diangkat jadi hupati di Sragen. Lalu bergerak dalam Boedi
Oetomo, dan di tahun 1948 mendirikan Partai Indonesia Raya. Sebelumnya, tahun
1945 Wongsonagoro diangkat jadi Residen Semarang. Kemudian gubernur pertama
Jawa Tengah. Jabatan-jabatan yang pernah di mbannya antara lain menteri dalam
negeri, menteri kehakiman, menteri PDK. Di tahun 1953 anggota formatur kabinet
dan kemudian duduk sebagai Wakil Perdana Menteri dalam kabinet Ali
Sastroamidjojo-Wongsonagoro. Tahun 1955 adi anggota Konstituante, dan tahun
1971 – 1977 duduk sebagai anggota DPR/MPR. Dalam pertempuran 5 hari di Semarang
Almarhum adalah satu-satunya gubernur sipil yang turut bergerilya, Segera
setelah Kemerdekaan aktif sekali dalam pelembagaan aliran kebatinan, yang
kemudian dikenal melalui organisasi Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI)
dan selanjutnya Sekretariat KerJasama Kepercayaan (SKK). Ia bahkan ikut
pembentukan SKK 1970 di Yogya, kemudian menghadap Presiden untuk beberapa
himbauan, antara lain penetapan 1 Suro sebagai hari hesar Kepercayaan. Ia juga
yang menyatakan bahwa “kebatinan dan ilmu gaib adalah dwitunggal,” dan minta
kepada DPR agar menyelidiki khasanah ilmu gaib ini. Tapi ia juga pendiri dari
Ikatan Pencak Silat Indonesia. Bangsawan yang tak pernah mengenal kompromi
dengan Belanda ini ayah dari tujuh orang anak. Salah seorang adalah Soenarso
SH, kini Duta Besar II di Vatikan. Almarhum dimakamkan di pemakaman keluarga di
Desa Perit, Kabupaten Sukohardjo, Surakarta.