Tempo
36/XIV 03 November 1984. Gudang amunisi milik marinir di Cilandak meledak dan
terbakar. Banyak peluru nyasar ke beberapa tempat hingga banyak jatuh korban.
Ratusan penduduk disekitarnya mengungsi. (nas)
DUNIA
dalam Berita TVRI masih berlangsung, ketika terdengar ledakan. Maka, kawasan
Cilandak, Jakarta Selatan, bak diguncang gempa besar. Seperti tak bisa
dipercaya, gudang peluru milik Marinir Angkatan Laut di pinggir Jalan Cilandak
KKO meledak, Senin malam pekan ini ketika penyiar TV, Idrus dan Pungky Runkat
masih menyiarkan peristiwa-peristiwa dunia.
Menurut
informasi yang diperoleh TEMPO, di kompleks Marinir itu ada enam gudang peluru.
Koleksinya, jangan ditanya. Berjenis-jemis bom, peluru, ranjau, granat.
Misalnya, ada sejumlah ranjau untuk tank. Lalu peluru-peluru roket berjarak
tembak 15 km. Bila peluru ini meledak, menurut sumber TEMPO, seorang anak yang
berada 100 meter dari ledakan akan muntah darah jantungnya tergetar. Kemudian
ada howitzer 140 mm, ada peluru-peluru meriam antitank. Juga di situ disimpan
bahan peledak TNT dalam pak-pak lima pon. “Pokoknya, peluru-peluru dalam gudang
itu setidaknya sebesar ini,” kata seorang anggota Marinir yang baru saja
mengungsikan keluarganya ke kawasan Pasar Minggu, sekitar 4 km dari pusat
ledakan, sambil menangkupkan kesepuluh jari tangannya ke paha.
Memang,
musibah ini tak sedahsyat film The Day After, tentang ledakan bom nuklir. Tapi
dalam radius 2 km dari gudang yang meledak, kaca-kaca rumah habis rontok. Rumah
Sakit Fatmawati, sekitar 2,5 km dari pusat bencana, panik. Tak hanya kaca
jendela kamar-kamar pecah, langit-langit eternit banyak yang copot, lampu lampu
neon jatuh pecah. Tak lama setelah terdengar ledakan pertama sebuah peluru
nyasar ke bangunan rumah sakit bagian belakang. Peluru tak meledak, tapi
terjadi kebakaran kecil yang bisa dipadamkan. Tak ada korban.
Tapi
peluru nyasar justru menyelamatkan penghuni RS Fatmawati. Menurut seorang
suster, ledakan pertama terdengar sekitar pukul 20.00. Tapi belum besar, mirip
ledakan mercon bila orang Betawi punya hajat. Kemudian disusul ledakan-ledakan
yang makin keras. Lalu ada instruksi agar para suster menenangkan pasien.
Seluruh penghuni rumah sakit itu pun lalu berdoa. Tapi setelah ada peluru
nyasar dan terjadi kebakaran itu, kepanikan tak bisa dibendung. Apalagi setelah
ledakan terdengar makin seru, dan bangunan rumah sakit terasa tergetar,
pengungsian pun segera dilakukan. Sekitar 370 pasien diungsikan ke berbagai
tempat: RS Pertamina, RS Yayasan Jakarta, ke Apotek Retno, Gereja HKBP, Balai
Rakyat masjid – yang berlokasi agak jauh dari gudang mesiu itu. Sekitar pukul
00.30, Selasa, pengungsian usai. Di halaman RS Fatmawati masih tampak
berceceran ranjang-ranjang pasien. Sejumlah petugas keamanan berjaga-jaga.
Dua
pasien meninggal. “Mungkin kena serangan jantung,” ujar seorang suster.
Dankarena panik 35 bayi dapat diungsikan, tapi tanda pengenal bayi tak sempat
dipasang. “Wah, bisa tertukar orangtua bayi-bayi itu nanti,” kata seorang
perawat tak berdaya.
Untunglah,
setelah semua pasien diungsikan, baru sebuah peluru menghajar Asrama Putri II.
Peluru itu menembus tembok, tembok pun hancur. Sebuah pesawat televisi masih
tampak utuh terjepit reruntuhan tembok.
Dan
penduduk? Mirip di zaman perang, di tengah bunyi ledakan-ledakan, di tengah
desing peluru, penduduk kawasan Cilandak mencoba mengungsi menjauhi sumber
bencana. Di sisi timur, penduduk lari ke arah Pasar Minggu. Dibuka pos darurat:
di Stasiun Pasar Mingu, di masjid sekitar kawasan itu, di sebuah SD di utara
pertigaan Jalan Pasar Minggu dan Kalibata.
Di
Jalan Warung Buncit, rombongan pengungsi, anak-anak, orang tua, berjalan
bergegas muncul dari jalur jalan menuju selatan di perempatan Warung Buncit dan
Duren Tiga.
Bahkan
di daerah Condet, yang terpisah oleh Sungai Ciliwung dari kawasan Pasar Minggu,
banyak penduduk yang mengungsi. Peluru ternyata nyasar sampai ke Condet,
sekitar 7 km dari Cilandak. “Kayak ada gunung meletus, jalanan penuh orang
mengungsi,” kata seorang anggota Hansip dari Kelurahan Bale Kambang, Condet.
Para pengungsi banyak memenuhi masjid.
Di
Jalan Panglima Polim sampai ke Jalan Thamrin, mobil-mobil melaju dari selatan.
Tampaknya, mobil para pengungsi – hampir tiap mobil penuh penumpang. Dan bau
mesiu samar-samar masih tercium dari depan Hotel Indonesia.
Di
Kompleks Marinir AL, Cilandak, itu sendiri, menurut beberapa sumber yang
dihubungi TEMPO, suasana bak medan perang. Sekitar pukul 21.30 empat mobil
pemadam kebakaran sudah berada di lokasi gudang peluru. “Tapi begitu kami akan
meyemprotkan air ke arah kebakaran,” tutur Sanwani, 29, salah seorang petugas
pemadam kebakaran, “Terdengar rentetan letusan seperti senapan mesin.” Maka,
semua orang di lingungan itu berhamburan. Juga para anggota Marinir (di
kompleks itu ditempatkan enam batalyon), yang pada saat itu sudah berpakaian
lengkap, beransel, dan bersenjata, ikut menghambur. Mungkin mereka sebenarnya
sedang bersiap untuk latihan. Dua hari sebelum terjadi bencana, di kompleks itu
memang ada latihan.
Mobil-mobil
pemadam kebakaran langsung berbalik arah, menjauhi tempat kebakaran. “Tapi
sebuah mobil kami tertinggal, karena semua panik,” kata Sanwani.
Sementara
itu, para Marinir menyelamatkan tank dan panser. Kendaraan perang itu menjauhi
tempat kebakaran, masing-masing memilih jalan sendiri. Di tengah jalan
kendaraan itu sempat memunguti para pengungsi pejalan kaki.
Dari
laporan radio 2 meter pada gelombang 144.810 KH diketahui bahwa Pangab Jenderal
L.B. Moerdani, Pangdam V Jaya Mayor Jenderal Try Sutrisno, Kapolri Jenderal
Anton Sudjarwo, dan Kapolda Metro Jaya Mayjen Soedarmadji meninjau langsung ke
sekitar lokasi.
Hingga
pukul 10 Selasa pagi, jumlah korban belum diketahui. Tapi wartawan TEMPO sempat
melihat sebuah roket antitank menghantam pohon di Gang Haji Ipin, Cilandak, dan
memantul menghantam rumah. Seorang kakek, seorang wanita, dan empat anak-anak
dan remaja langsung tewas. Kepala terlepas, kaki terpotong, tanga hancur.
Konon, keenam orang itu berlindung di rumah itu mengungsi.
Di
RS Pertamina tercatat korban luka-luka dan dua orang mati. Di RSCM 11 luka-luka
enam meninggal. Salah seorang korban tercatat sebagai staf Sekjen Departemen
Pertanian bernama Muchlis Darisan. Muchlis, dan sejumlah karyawan Deptan,
sedianya akan mengikuti Penataran Informasi Data sampai Rabu pekan ini di Wisma
Tani Pasar Mimggu.
Dan
menurut laporan yang diterima di Pusat Komando dan Pengendalian Operasional
Polda Metro Jaya, sebuah peluru roket jatuh di Curuk, Tangerang. Dua orang
dikabarkan tewas.
Di
Pusat ini petugas operator tampak sangat sibuk menerima laporan telepon.
Dilaporkan, sebuah peluru roket pun jatuh di kawasan Perumnas Depok I. Tak
jelas jatuh korban atau tidak. Diterima pula laporan, di dirumah Tony Koeswoyo
salah seorang dari Koes Plus, sebuah kepala peluru menembus garasi mobil.
Bahkan persis di belakang gedung yang sehari-hari untuk melayani STNK, di Polda
Metro Jaya, sebuah peluru roket amblas ke dalam tanah, kira-kira pukul 23.00.
Ini
bukan ledakan pertama kali yang pernah terjadi. Juli lalu, di gudang peluru
Marinir AL ini juga terjadi kecelakaan. Tapi waktu itu ledakan tak begitu
besar. “Saat itu yang meledak hanyalah gudang peluru bekas,” kata Gubernur
Soeprapto, yang juga memnjau ke Cilandak. Menurut Sulaeman, seorang sopir taksi
yang suka mangkal di Cilandak, ledakan Juli hanya berlangsung sekitar dua jam,
lalu aman.
Ada
informasi, konon peluru-peluru di gudang itu disimpan dengan ujungnya mengarah
ke timur. Artinya, bila peluru itu meluncur, kebanyakan akan terbang ke arah
Pasar Minggu.
Ada
benarnya, frekuensi peluru yang mendesing ke arah timur, menurut wartawan TEMPO
yang mereportase musibah ini memang terasa lebih banyak. Di Kelurahan Bale
Kambang, Condet, sebuah kepala peluru menghunjam ke halaman rumah penduduk di
tebing Sungai Ciliwung.
Yang
bikin panik, ketika kepala peluru pun jatuh di daerah yang lebih jauh, di
kompleks perumahan Kopassandha, Cijantung I dan II. Soalnya, di antara dua
kompleks ini pun ada gudang peluru. Seandainya sebuah kepala peluru nyasar
menghantam gudang, kemungkinan besar gudang itu pun akan meledak. Untunglah,
lima kepala peluru yang jatuh di sekitar kompleks, menurut wartawan TEMPO yang
kebetulan berada di situ, tak menghantam gudang. Tapi seorang penduduk,
kabarnya tewas kena peluru nyasar.
Tapi
sebagian besar penghuni kompleks sempat mengungsikan diri. Baru menjelang pagi
mereka kembali.
Sebenarnya,
gudang itu sudah tak lagi memenuhi persyaratan lokasi. Sebelum kawasan Cilandak
dijadikan permukiman, lokasi gudang itu memang berada di luar kota. Tapi kini,
ketika di Pondok Labu, misalnya, dibangun perumahan karyawan Direktorat
Pembangunan Masyarakat Desa, dan sejumlah kompleks permukiman lain pun berdiri,
boleh dikatakan bahwa gudang itu bercokol di tengah kota.
Maka,
kata pelukis angkatan 1930-an, Agus Djaya Soeminta, “Ketika terjadi ledakan
Juli lalu, seharusnya sudah jadi perhatian gudang itu mestinya dipindahkan.”
Pelukis itu memang tinggal di seberang kompleks Marinir. Ia sempat mengungsi,
tapi terpisah dengan anak dan istrinya.
Sampai
pukul 07.00 WIB Selasa pagi, ledakan-ledakan masih terdengar. Dari Kampung
Pulo, Pondok Labu, sekitar 500 meter dari pusat ledakan, tampak reruntuhan
gedung milik Marinir AL itu. Sementara itu, Kampung Pulo sendiri porak-peranda.
Kampung itu hanya dipisahkan sebuah ngarai dari gedung peluru itu. Dari kampung
itu masih terlihat asap hitam mengepul sesekali disertai bunyi ledakan dan
kilatan cahaya api.
Hingga
Selasa pagi belum ada penjelasan resmi sebab musabab kebakaran. Ada yang
mengatakan, karena dua hari sebelum terjadi ledakan, di kawasan Cilandak suhu
memang lebih panas dari biasanya. Soal suhu yang naik ini pula, menurut
penjelasan Pemda DKI, yang menyebabkan ledakan Juli lalu.
Tapi
mestinya di gudang itu sistem pengaman sudah diterapkan. “Saya tak habis pikir
mengapa gudang itu bisa meledak,” kata seorang anggota Marinir yang mengungsi
ke daerah Pasar Minggu.
Sekitar
pukul 08.00 ada pengumuman agar kawasan Cilandak harap dikosongkan. Tak jelas
sampai radius berapa kilometer. Ada dugaan, akan terjadi ledakan besar di siang
harinya, ledakan dari peluru-peluru besar. Menurut laporan yang diterima di
Pusat Komando Polda Metro Jaya, masih ada sekitar 20 peluru besar belum
meledak. Tapi pukul 14.00, Pusat Komando dan Pengendalian Operasi Polda Metro
Jaya mendapat informasi baru, keadaan sudah aman. Amunisi yang bisa meledak di
gudang tersebut dinyatakan sudah habis.
Peristiwa
ini terjadl menjelang HUT Marinir ke-39, 15 November nanti. Dan sebenarnya
Selasa pagi pekan ini akan diadakan khitanan massal yang terpaksa dibatalkan.
Hingga
hari Selasa, masih banyak mereka yang bingung mencari sanak keluarganya. Di
Pasar Minggu pelawak Srimulat, Gepeng, mondar-mandir dengan mobilnya. “Saya
nencari keluarga istri saya yang tinggal di Pejaten, entah mereka mengungsi ke
mana,” katanya. Sekali ini ia tak melawak. Sumber,
http://peristiwanasional.wordpress.com/