“baa…baak” selanjutnya senyap


Tempo 04 Mei 1974  BA …. Baak …. ” selanjutnya senyap. Itulah suara terakhir kapten pilot Donald B. Zinke pengemudi pesawat Pan Am Boeing 707 yang sempat direkam oleh I Wayan Nuastha, 24 tahun, petugas dinas malam menara kontrol lapangan udara internasional Ngurah Rai, Denpasar.

Barangkali ia akan mengucap “Bali Tower, Bali Tower” — melanjutkan percakapannya yang sejak beberapa menit berlangsung — memberitahu keadaan dan kedudukan pesawat serta minta dibim-bing buat mendarat. Waktu itu jam menunjuk 22.29 WIB. Nuastha berusaha kontan lagi tapi tiada jawabam Pada jam 22.30 — saat yang tepat pesawat merencanakan mendarat — ia memanggil-manggil lagi pesawat yang berkode PA-812. Tetapi sepi. Tidak Dinyalakan Pusat Pengawas Wilayah Penerbangan Ngurah Rai yang waktu itu dijaga Mulyadi pun sia-sia menghubungi Zinkc. Jam 22.42 kembali Nuastha memanggil PA-812 sembari menyalakan lampu hijau ke semua arah. Sia-sia. Bingung dan putus-asa, jam 22.3 ia melapor kepada kepala unitnya. Sepuluh menit kemudian “saya mendapat info bahwa pesawat jatuh di sebelah barat Singaraja”, kata Nuastha. Padahal, Senin malam 22 April yang naas itu, cuaca di landasan Ngurah Rai cukup baik. Sebelumnya, kontak pertama dari Zinke diterima Nuastha pada jam 22.05. “Menara Bali, di sini Clipper 812″, begitu terdengar suara Zinke yang pertama pada ketingian 28.000 kaki. Clipper adalah nama panggilan untuk pesawat Pan Am, perusahaan penerbangan sipil AS yang besar itu. Nuastha mempersilahkan Clipper menghubungi Pusat Pengawas Wilayah yang berfrekwensi 128,3, sebab20tanggungjawab menara hanya terbatas pada ketinggian 1.000 kaki. “Baiklah, Clipper pada 28.000 kaki siap menurubkab ketinggian”, ujar Zinke dua kali kepada Mulyadi, sementara Mulyadi minta kepastian apakah pesawat akan mendarat jam 22.30 seperti rencana semula. “Kami siap mendarat kira-kira jam 22.27″, jawab sang pilot, sembari minta diizinkab turun pada ketinggian 10.000 kaki dan agar landasan disiapkan. Nuastha yang terus mendengar percakapan itu sejak jam 22.09 lalu menyalakan semua lampu landasan. “Tapi berhubung rotating beacon (lampu isyarat) masih tetap rusak, tidak saya nyalakan”, kata Nuastha. Sementara itu terdengar suara Zinkc “Bali PA-812 is over station turning out bound thirteen thousand descending to twelve. Itu berarti Zinke merasa sudah berada di atas Ngurah Rai pada ketinggian 13.000 kaki, akan turun pada ketinggian 12.000 kaki. Mulyadi mempersilahkan pesawat turun dengan posisi berputar. Pada jam 22.22, pesawat memang mencapai 12 .000 kaki, ketinggian dalam jangkauan menara Nuastha. Dan Nuastha pun bertanya apakah Donald sudah melihat landasan. 10 Juta Dollar Terdengar Zinke menjawab: Bali Tower PA-812 runway nine, eleven thousand feet request lower. . . (kemudian tak jelas). Tegasnya: Zinke akan mendarat lewat ujung 09 (dari sebelah barat) sesuai dengan pemberitahuan Mulyadi dan dari ketinggian 11.000 kaki minta diizinkan turun lagi lebih rendah. PA-812 continue descent to 2.500 ft for runway 09, surfuce Wind 110/05 knots altimeter setting 29.87 report reaching 2.500 ft kata Nuastha. Pokoknya pesawat dipersilahkan turun sampai ketinggian 2.500 kaki, mendarat dari arah landasan 09, sementara cuaca bagus. Jam 22.27 ketika Zinkc menjawab bahwa pcsawat sudah berada pada ketinggian 2.500 kaki, Nuastha berrtanya apakah landasan sudah nampak. Waktu itu ketinggian masih tetap 2.500 kaki. Saya belum mempersilahkan mendarat sebelum pesawat melaporkan apakah landasan sudah diketahuinya, tutur Nuastha kepada reporter TEMPO Syahrir Wahab. Tapi dua menit kemudian ia hanya mendengar suara gagap ‘Baa …. Baak …. ” Dan karena si Clipper belum juga tiba, Nuastha minta agar Mulyadi mengadakan kontak “Siapa tahu frekwensi saya yang rusak”, katanya. Tapi nasib yang sama dialami pula oleh Pusat Pengawas di tangan Mulyadi putus hubungan. Adalah polisi Ktut Djarum dari desa Grogak kecamatan Bulelang yang pertama kali melaporkan jatuhnya Clilpcr berharga 10 juta doIIar AS itu. Konon jalur penerbangan Boeing 707 — pesawat yang pertama kali diperkenalkan tahun 1958 — ini sudah diikuti oleh radar AURI sejak lepas dari Banjarmasin. Dan malam itu juga Pusat Koordinasi Penyelamat Penerbangan Jakarta dari peta segera mengetahui tak jatuhnya pesawat buru-buru minta bantuan kepada pesawat-pesawat yang Selasa pagi itu kebetulan terbang di daerah sekitar sana untuk melakukan penyelidikan. Jam 07.40 pesawat Cessna PENAS yang terbang dari Denpasar menuju Jakarta menemukan posisi Pan Am di sebuah hutan di kaki gunung Penolan kira-kira 40 kilometer — masih mengepulkan asap pada koordinat 144 derajat 50 menit bujur Timur dan 8 derajat 16 menit lintang Selatan. Dakota AUR1 yang terbang dari Surabaya ke Denpasar dalam tugas penyelidikan dan pesawat LPPU yang sedang terbang lintas dari Denpasar ke Curug Jawa Barat pun sempat melihat pesawat yang malang itu. Dan lokasi itu ternyata benar. Pada saat Zinke memberi tahu akan mendarat 22.27, jam baru menunjuk pukul 22.22, jadi masih ada waktu lima menit Iagi. Dengan perkiraan bahwa pesawat jet Boeing 707 itu meluncur dengan kecepatan 600 mil per jam atau 10 mil semenit. Maka ia masih berada pada jarak 5 kali 10 mil dari Ngurah Rai. Karena lokasi terjadinya musibah ini sudah diketahui, maka Emergency Bacon pesawat pancargas Boeing 707 yang secara otomatis dapat memancarkan gelombang selama beberapa jam untuk menuntun pesawat penyelidik, tidak penting lagi. Macam-macam Teori Maka lahirlah beberapa teori. Mungkin yang dilihat oleh Zinke sebagai Ngurah Rai Denpasar adalah Singaraja yang di laut sebelah utaranya malam itu terdapat banyak nelayan yang mencari ikan dengan lampu-lampu petromaks. Lampu-lampu inilah yang mungkin dikira Zinke sebagai lampu-lampu landasan Teori ini paling banyak disiarkan pers. Tetapi harus diingat, bahwa lampu landasan memancarkan warna yang bermacam-macam, sedang lampu-lampu petromaks nelayan hanya satu warna. Namun begitu mungkinkah pada ketinggian 12.000 kaki kapten pilot Zinke dapat membedakan beberapa warna lampu? Kalaupun Zinke mengira petromaks sebagai lampu landasan Ngurah Rai, kenapa ia tidak melihat radar yang dipasang di depannya? Seorang pilot senior dengan masa kerja 25 tahun di Pan Am mestinya tak akan mengalami kesalahan seperti itu, apalagi pesawatnya diperlengkapi dengan peralatan serba lengkap dan modern. Sementara itu Sukino, kepala Divisi Keselamatan Penerbangan Ngurah Rai membantah bahwa Zinke belum pernah melihat Bali. “Ia sudah sering kemari”, katanya. “Tapi di sini memang belum memiliki radar”, tambahnya. Memang, kecelakaan itu tentu saja tak akan terjadi di airport Halim Perdanakusuma yang memiliki radar ASR-7. Apabila misalnya pilot salah memberitahukan posisi pesawat radar akan meralatnya dan memberi tahu posisi yang benar. Dan apabila Pilot mengira Singaraja sebagai Denpasar, maka arah yang ditunjukkan VOR (Very High Frequency Omni Range Beacon) Ngurah Rai tidak menunjukkan Out Bond pada waktu pesawat sedang melintas Singaraja. Tapi teori lain membantah kegunaan radar. Yang penting adalah melihat VOR dan NDB alias Non Directional Beacon yang menunjukkan posisi pesawat, yang bisa dicocokkan dengan menara setiap lapangan terbang yang besar. Teori lain, oleh karena dalam kontaknya dengan menara Nurah Rai sama sekali tak disebut-sebut adanya kerusakan mesin atau kerusakan lainnya, mungkin telah terjadi sesuatu yang mendadak. Misalnya terjadi ledakan, kemacetan kemudi pada saat pesawat turun, terjadi down draft yang menyebabkan pesawat banyak kehilangan ketinggian salah navigasi dan masih banyak lagi kemungkinan-kemungkinan lainnya. Misalnya ini: peta yang ditunjukkan oleh Dakota AURI Surabaya mengungkapkan jalan sang Clipper yang aneh yaitu berbelok-belok zig-zag. Mengapa co-pilot Joim E. Schroeder yang membantu Zinke tidak berusaha membantunya, atau barangkali sedang meneliti checking list alias daftar perjalanan yang harus dilalui? Seorang pilot AURI yang dihubungi TEMPO di Denpasar mengatakan, memang ada rasa enggan bagi co-pilot “untuk mengkutik-kutik kemudi kalau kapten pilot duduk di cockpit”. Buku Injil Teka-teki lain yang masih harus dipecahkan ialah apakah pada saat pesawat membentur kaki bukit sedang terbang menurun biasa atau membuat pola pendaratan. Apabila sedang membuat pola pendaratan, untuk mendarat di Ngurah Rai, jarak 50 mil masih terlalu jauh. Untuk mengetahui bahwa pesawat sedang membuat pola pendaratan, ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan analisa, seperti kecepatan pesawat, posisi flap, posisi roda pendarat, lampu pendarat pada waktu pesawat menabrak bukit. Pada sisa reruntuhan pesawat terdapat sebuah roda yang menimpa bagian ekor dalam keadaan mirip dengan posisi roda telah diturunkan. Tetapi hal ini pun tidak dapat dijadikan sebagai patokan karena posisi itu dapat saja terjadi akibat benturan yang keras. Beberapa penduduk setempat menyatakan melihat lampu senter terang memancar dari pesawat. Namun hal ini pun tidak pula dapat dijadikan pedoman. Dalam penyelidikan mencari jatuhnya pesawat Merpati Nusantara di Padang (TEMPO, 4 Desember 1971), banyak orang menyatakan melihat pesawat meluncur ke arah gunung kemudian terdengar ledakan hebat. Tapi nyatanya terdapat beberapa barang asal pesawat itu terapung di laut. Atau barangkali Boeing 707 sudah harus diservis sebelumnya? Semua pesawat — termasuk si Clipper — yang berangkat dari Kaithak Airport Hongkong jam 20.00 waktu setempat, selalu diperiksa sebelum meninggalkan landasan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh perusahaan penerbangan yang bersangkutan. Tapi sekalipun petugas yang biasanya dipimpin oleh orang Amerika sendiri sudah menyatakan oke, keputusan terakhir di tangan awak pesawat sendiri. “Tugas bagian teknik ini menyediakan pesawat supaya siap terbang”, kata Z. Arifin, kepala Aircraft Maintenance Division Halim Perdanakusuma kepada reporter Renville Almatsier. Menurut Arifin, pemeriksaan sangat teliti semua bagian pesawat selalu dilaporkan secara tertulis, ditandatangani oleh petugas berijazah. Kalau perlu, berdasarkan Aircraft Operation Manual dapat ditentukan alat atau onderdil mana yang harus diganti, sekalipun belum rusak. “Ini merupakan buku Injil yang mencakup segala data tentang struktur pesawat”, katanya. Tiga Penerjun Sia-sia Untuk sebuah pesawat Pan Am, bila sebuah alatnya sudah mendekati saat buat diperbaiki, maka data IBM di kantor pusat New York akan memperingatkannya, hingga mungkin beberapa jam sebelumnya pesawat dipanggil pulang dulu. Dan turun mesin ini biasanya memakan waktu satu bulan. Menjelang jumlah jam terbang yang telah ditentukan, reparasi kecil dilakukan secara berangsur-angsur. “Maka kalau sebuah pesawat dikatakan sudah tua, itu20salah sama sekali”, ujar Soebardjo pembantu Arifin. “Setiap saat sampai yang sekecil-kecilnya punya jam terbang dan harus diganti pada waktunya”. Waktu buat turun mesin kecuali berpegang pada rekomendasi pabrik pembuat pesawat yang bersangkutan, juga ditentukan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization), perkumpulan penerbangan sipil dunia. Kijang Dan Monyet Betapapun, si Clipper telah menemukan hari naasnya — membentur kaki bukit Pengulon pada ketinggian 3.700 kaki, 60 kilometer sebelah barat laut Denpasar, 29 kilometer dari Singaraja, 150 meter dari tebing gunung Masehi, terkapar berkeping-keping di sebuah lembah dekat gunung Tinga-Tinga dan gunung Patas, 7 kilometer dari jalan raya Singaraja-Gilimanuk. Lokasinya merupakan tebing terjal yang belum pernah dijamah manusia, sementara pepohonan dan hutan-hutan yang cukup luas di sekitarnya hangus terbakar. Letkol Tono Amboro, kepala dinas SAR yang bertolak Selasa 23 April jam 06.43 dengan Aero Commander dari Jakarta ke Denpasar membawa tiga penerjun, menemukan kenyataan bahwa rimba yang penuh jurang itu tak mungkin dicapai dengan penerjunan. Lebih baik dilakukan lewat darat. Dalam pertemuan di Tinga-Tinga telah ditunjuk Mayor Rustam Kastor, Dan Yon 741 sebagai koordinator operasi darat yang bertanggungjawab kepada Kepala Pusat SAR Nasional Marsekal Pertama TNI Dono Indarto — melaksanakan penurunan jenazah sampai ke Tinga-Tinga. Jika satu jenazah diturunkan oleh 10 orang, maka untuk 107 korban kecelakaan itu dibutuhkan lebih dari 1.000 orang. Dan kalau setiap orang melakukan tugas dua kali pp, memerlukan lebih dari 500 orang. Maka dengan pasukan di bawah perintah Rustam berikut Pramuka dan penduduk sejumlah 600 orang, Rustam berangkat, sementara pelaksanaan penurunan dipimpin oleh Lettu Kopasgat Solichin. Dalam operasi SAR ini beberapa pesawat ambil bagian pula seperti Hercules C-130, Dakota AURI, Albatros AURI, Dakota ALRI, Darter Commander Airud. Pesawat-pesawat transpor ini digunakan pula buat mengangkut pasukan penolong dari Bandung dan Surabaya. Untuk jembatan udara dari Tinga-Tinga ke Ngurah Rai digunakan dua heli Sikorsky — 34 AURI, sebuah heli Aloutte — II ALRI dan satu Puma Pertamina, yang juga dipergunakan untuk mendrop perlengkapan dan makanan bagi petugas yang beroperasi di hutan. Malang, beberapa perlengkapan dan makanan itu tak sedikit yang jatuh ke dalam jurang. Dikabarkan beberapa orang terpaksa makan persediaan biskuit yang sedianya untuk para korban yang barangkali masih ada yang hidup. Bahkan konon ada pula yang makan potongan-potongan roti bekas milik korban yang telah hangus. Untung ada pula kijang atau monyet yang terbakar hingga bisa dimanfaatkan. Sementara itu hubungan radio antara Tinga-Tinga dengan Ngurah Rai dilakukan oleh mobil patroli jalan raya dengan cara reley di Kintamani. SAR & Kotak Oranye SAR kali ini ternyata merupakan operasi terbesar yang pernah dilakukan di Indonesia, yang sekaligus menghapus anggapan bahwa negeri ini merupakan black spot (daerah hitam) dalam bidang SAR. SAR nasional sendiri masih menghadapi tugas berat mengingat secara geografis Indonesia merupakan wilayah kepulauan dalam posisi silang antara dua benua dan dua samudera sebagai daerah lintas penerbangan yang padat, yang memperbesar kemungkinan kecelakaan. Dengan daerah seluas dua juta kilometer persegi, 70% di antaranya, meliputi 13.667 pulau, masih diselimuti hutan belukar dalam wilayah lautan hampir tujuh juta kilometer persegi — merupakan tantangan bagi SAR nasional. Sedang lintas penerbangan dalam negeri sendiri saja sudah lebih dari 1,8 juta kilometer. Untuk membuka rahasia teka-teki kecelakaan ini telah dibentuk team ahli lndorlesia sebanyak 25 orang, diketuai oleh Hassan Djajasasmita, kepala Direktorat Keselamatan Penerbangan Dirjen Perhubungan Udara, bekerjasama dengan NTSB (National Transpor-tation Safety Board) AS yang di dalamnya duduk pula ahli-ahli pabrik Boeing, yang membuka pesawat Boeing 707, Pratt & Witney pabrik pembuat jetnya, ahli-ahli Pan Am dan empat orang FBI (Federal Bureau of Investigation), polisi tederal AS. Team juga memikirkan kemungkinan membuat landasan heli di tengah hutan dengan cara seperti di Vietnam agar supaya heli derek Skycrain bisa mendarat hingga mempermudah kerja. Sementara itu apa yang disebut Black Box milik Boeing 707, awal minggu kemarin telah diketemukan di sebuah jurang sedalam 100 meter. Untuk mengurus “kotak ajaib” ini memang hanya bisa dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli. Karena itulah team SAR diperintahkan untuk tidak merubah posisi atau mengambil bagian-bagian reruntuhan pesawat. Tentu saja sangat sulit mengambilnya, apalagi petugas ahlinya yang bertubuh besar tidak biasa menjelajahi hutan belukar dan keluar masuk jurang. Kotak tahan benturan inilah yang diharapkan memecahkan sebab-musabab kecelakaan ini. Biasa dipasang pada ekor pesawat yang vertikal, menyebabkan kotak ini selamat dari kerusakan. Tapi menurut pengamatan anggota SAR, ada kemungkinan diletakkan di bagian lain. Warna kotak berukuran 30 kali 40 sentimeter ini sebenarnya tidak hitam melainkan oranye dan namanyapun sebetulnya flight data recording, si tukang pencatat data penerbangan. Pita perekam di dalamnya selebar 10 sentimeter terbuat dari baja, berlubang di pinggirnya seperti film. Pada pita itu tampak garis-garis melengkung dan patah-patah, berjajar enam baris. Konon, Boeing 707 yang jatuh ini masih menggunakan cara rekaman terpisah antara data dan suaranya. Australia, negara terdekat dengan Indonesia memang mampu memutar rekaman ini. Akan tetapi para ahli AS merasa lebih aman memutarnya di Washington sana. Sementara itu pemerintah AS telah menginstruksikan buat menyelidiki perusahaan Pan Am yang dalam jangka waktu sembilan bulan telah mengalami beberapa kali kecelakaan dan makan banyak korban jiwa. Alexander P. Butterfield, administratur Penerbangan Federal AS menyatakan “pemeriksaan selama dua bulan akan dimulai, meliputi pendidikan pilot, prosedur testing, pengawasan dan sebagainya. Serentak dengan itu fihak Pan Am sendiri secara resmi telah mengajukan permintaan subsidi 194 juta dollar AS kepada Dewan Penerbangan Sipil AS. Sesaat setelah konperensi PATA di sini, tampaknya tak sedikit turis asing yang semakin tergiur pada Bali. Barangkali mereka juga terbius oleh pemeo “jangan mati sebelum melihat Bali”. Tapi baru sempat menikmati hutan belukar Bali bukit-bukit dan sebagian pantainya, 97 turis telah keburu berkubur selamanya di sana. Bagi mereka apa boleh buat, Bali kali ini adalah the last stop alias akhir perjalanan.

04 Mei 1974
Hidung Terbuka & Tangan Telanjang

SEMULA team dokter Indonesia sudah mempersiapkan pernyataan bahwa jenazah-jenazah korban sangat sulit atau tidak bisa lagi di-ketahui. Tapi dokter Suroso Wirosukarto, salah seorang anggota team, tak menjawab apakah pernyataan tadi dikeluarkan. ” Belum”, katanya kepada TEMPO Sabtu sore minggu lalu selepas menghadiri rapat team SAR di Ngurah Rai. Tidak demikian halnya dengan FBI dan NTSB, yang yakin benar adanya kemungkinan mengenali potongan-potongan mayat itu. Mereka menyatakan punya alat khusus buat itu, yang kontan tidak dipercaya oleh sebagian hadirin. Bahkan ada di antara mereka yang tertawa kecil. Walhasil rapat yang berakhir jam 20.00 itu tidak menghasilkan apa-apa. Marsekal pertama Dono Indarto tentu saja minta “agar proses identifikasi dipercepat”. Esok harinya, delapan orang ahli dan penyelidik AS itu sudah berada di depan hangar AURI Ngurah Rai — tempat meletakkan kepingan-kepingan mayat dalam delapan kantong plastik besar. Tapi mereka tidak segera bekerja karena sebagian anggota team dokter Indonesia belum tiba. Ternyata cara kerja ahli-ahli AS ini, telah membuat banyak orang kagum. Selama memeriksa, tak seorang pun di antara mereka mempergunakan penutup hidung, sementara seluruh team dokter Indonesia, para perawat RS Sangla, petugas-petugas ABRI harus menutupi hidung mereka menghindari bau busuk yang semakin menusuk. Empat orang anggota FBI, masing-masing Whitlam, RaRamela, Cramar dan Smith, mengenakan seragam putih-putih. Pada topi pet mereka masing-masing bertuliskan huruf-huruf FBI. Memeriksa gumpalan-gumpalan daging yang hangus dan membusuk, mereka tidak pula mengenakan sarung tangan. “Mereka memang orang-orang ahli”, komentar seorang perwira AURI. Mereka pun rupanya tak begitu suka mengobral komentar. Ketika pers menanyakan hasil pemeriksaan itu mereka tidak segera menjawab. “Saya menghargai tugas saudara-saudara. Sebaliknya haraplah saudara-saudara menghargai tugas kami. Sebab hari ini kami betul-betul mengerjakan tugas yang paling tidak enak”, kata salah seorang di antara mereka yang bertubuh kekar. Dan mereka memang lebih banyak bekerja dari pada bicara. Dengan tenang mereka membalik-balik memeriksa bagian-bagian tubuh yang membusuk seolah daging yang masih segar. Seorang petugas mencatat apa yang diberitahukan oleh sang pemeriksa. Dan sambil bertugas, tak urung mereka ingin juga mengisap rokok atau cerutu. Maka tangan yang baru saja menjama daging-daging itu pun berpindah tugas memegang rokok di mulut. “Benar-benar luar biasa”, ucap seorang petugas sembari tak sempat menyembunyikan perasaannya –meraba-raba tenggorokannya ingin muntah.

04 Mei 1974
Bulan Madu Di Tinga-Tinga

SEPERTI sudah menjadi kebiasaannya di tengah perjalanan menjelang malam, keempat pramugari Pan Am Boeing 707 — Ann Beran, Janice Earning, Ingrid Johannson dan Donna Kent — juga membagi menu dinner, antara lain grill (daging sapi bakar), shrimp salad (masakan udang), mayonaisse (kerang bermentega) dan red devil cake (semacam kue) untuk 96 penumpang. Salah seorang penumpang sementara itu asyik membaca buku Defeat in the West karangan Milton Shulman. Imelda Marcos Tidak jelas apa yang dilakukan oleh awak pesawat pembantu kapten pilot Donald B. Zinke seperti John E. Schroedcr, Melvin Pratt, Edward Keating, Timothy Crowley, Mary Butterworth dan Beverey Schmitt. Akan halnya Zinke sendiri olch team SAR diketemukan masih dalan keadaan agak utuh, dalam posisi masih duduk di kursi cockpit, dalam sebuah jurang beberapa puluh meter dari reruntuhan pesawat. Dua jenazah lain yang diketemukan masih agak lengkap adalah seorang wanita tanpa kaki dan pria tanpa kepala. Satu-satu nya keluarga korban yang pertama kali datang adalah pelukis Hansnell, yang sejak semula memang akan menjemput iparnya di Ngurah Rai. Berbeda dari keluarga jenazah penumpang kebangsaan lain, keluarga 29 Jenazah Jepang memerlukan datang langsung ke Bali. Bukan hanya itu, mereka juga ngotot ingin melihat dengan mata kepala sendiri tempat jenazah keluarga mereka berceceran di lereng bukit terjal yang diliputi hutan lebat penuh jurang itu. “Kalau tidak diperkenankan, saya bisa bunuh diri”, ujar Minobe, duta besar Jepang emosionil. Kecuali itu mereka juga minta beberapa genggam tanah di mana keluarga mereka mengalami musibah untuk dibawa pulang. Tentu saja semula tak terbayangkan oleh mereka bagaimana situasi medan kecelakaan itu. Sementara pesawat hancur sama sekali, potongan-potongan manusia terpental di segenap penjuru. Gumpalan-gumpalan daging dan kepingan-kepingan tulang tersangkut di ranting-ranting pohon atau terperosok dalam jurang-jurang sedalam puluhan meter yang terjal pula, sementara sobekan-sobekan pakaian tersampir di pohon yang tinggi. Korban-korban lainnya ialah 17 orang AS, 18 Perancis 11 Australia, 4 Jerman, 3 Canada, 2 Cina, 1 India, 2 Indonesia dan 7 orang lagi yang sama sekali tidak jelas kewarganegaraannya. Hanya duta besar Perancis, Jepang dan Australia saja yang menyertai Menteri Perhubungan Emil Salim meninjau ke sana. Nyonya Imelda Marcos yang saat itu kebetulan piknik ke Bali tidak berusaha menjenguk kecelakaan. Barangkali ia belum tahu, di antara para korban terdapat pula dua orang warganegara Pilipina. Obituary Dua orang Indonesia itu ialah Ni Wayan Mariani, gadis 8 tahun, anak Ni Nyoman Puri. Yang terakhir ini adalah isteri Don Wolcott, 40 tahun, seorang geolog AS yang diperbantukan pada USAlD untuk Direktorat Geologi Bandung, yang sering berkelana ke seluruh Indonesia membuat peta-peta geologi. Sementara setiap liburan ia habiskan bersama keluarga di Bali, ia juga “ingin berkubur di Bali”. Menurut Eddi, sopir dan sahabat Wolcott — sebagaimana-disiarkan Pikiran Rakyat Bandung — jauh sebelumnya keluarga itu ingin berlibur ke Bangkok. Sebelum berangkat mereka bergambar bersama. “Saat itu nyonya Wolcott begitu gembira hingga bagi saya mungkin terlalu berlebihan,” tutur Eddi. Sangat berhati-hati mengemudikan mobil dalam perjalanan, sampai di Halim Perdanakusuma pun Wolcott berpesan agar Eddi jangan pulang dulu sebelum berangkat. “Siapa tahu ada apa-apa”. kata Wolcott. Di meja studi di rumah Wolcott jalan Dago Bandung tergeletak kamus The Random House Dictionary of English Language terbuka pada halaman 992-993. Di sana terdapat huruf O dengan keterangan obituary yang berarti A notice of the death of a person (pemberitahuan akan kematian seseorang). Dua orang di antara 17 orang AS ternyata adalah suami-isteri Causey, orang Paula Causey pejabat Program Pertukaran Pendidikan dan Kebudayaan Kedubes AS di Jakarta. Eka Dsa Rudra Ada pula cerita wartawan UPI dari Tokyo yang menarik. Di antara para penumpang Pan Am Boeing 707, ternyata ada pula lima pasang penganten baru. Nona Yoshiko Tsunemura, 25 tahun, telah menikah dengan Seido Terasuka, 30 tahun — dokter pada staf universitas Kyoto — di sebuah hotel kuno di Kyoto hari Minggu sebelumnya “Saya sangat bahagia, dan tak peduli akan mati sekarang”, katanya kepada ibunya sebelum berangkat tamasya bersama rombongan turis yang diatur oleh biro wisata Look. “Saya rasa anak perempuan saya berbulan madu selama-lamanya”, keluh nyonya Reiko Tsunemura. Dan angin pun konon bertiup keras ketika Yasuo Tanaka, 24 tahun. melangsungkan pernikahan dengan nona Yukiko hari Minggu di Osaka. Sejak semwla Tanaka memang ingin berbulan madu di Bali, tempat ayahnya meninggal dalam tugas sebagai prajurit balatentara Dai Nippon pada Perang Dunia II. Sadayuki Mine, 31 tahun dan pedagang anggur yang menikah dengan nona Nobuko Saito, 26 tahun, memang sudah bersepakat berbulan madu di pulau Dewata. “Saya sudah kasih tahu, tak praktis berbulan madu ke tempat yang begitu jauh”, kata ibu Nobuko, nyonya Saito. Sejak hari Minggu 28 April kemari operasi SAR dinyatakan selesai. Esok harinya, Senin jam 11.00 jenazah-jenazah yang diperkirakan berkebangsaan Jepang dibakar pada suatu tempat pekuburan yang khusus dibuat di padang Galak Sanur dengan upacara agama Buddha, dipimpin oleh dua orang pendeta Buddha yang khusus datang dari Jepang. Jenazah berkebangsaan lain dikuburkan di tempat yang sama jan 16.00 dalam tujuh peti yang dimasukkan ke dalam tujuh buah lubang, dibagi menurut kebangsaan masing-n1asing. Dan penguburan untuk jenazah yang tak jelas kebangsaannya dimakamkan sekitar Tinga-Tinga. Dalam penguburan ini untunglah fihak keluarga korban menyerahkan sepenuhnya keada kebijaksanaan pemerintah Indonesia. Namun semula masih ada satu soal yang harus dipecahkan. Untuk dimakamkan di pekuburan penduduk ternyata mengalami kesulitan, sebab jenazah-jenazah itu memerlukan “pembersihan” lewat upacara adat setempat yang disebut Eka Dsa Rudra. Pemecahan terakhir: dicarikan tempat yang netral atau dimakamkan di pekuburan Kristen.