Tempo
27 Oktober 1972. Tiga tahanan politik di P. Buru melarikan diri. Diisukan salah
seorang yakni Serma Umar diketemukan mati. Pihak polisi mengatakan ketiga
pelarian itu belum tertangkap, posisi mereka telah dilokalisir.
PERCOBAAN
melarikan diri oleh tapol di pulau Buru bulan Mei lalu, telah berulang lagi
awal Oktober ini. 3 orang tapol berhasil kabur dengan meninggalkan tubuh sersan
mayor P.Umar, seorang komandan peleton Tefaat Buru, mati terbunuh. Peristiwa
itu diceritakan oleh kepala pusat penerangan Hankam, Brigjen Sumrahadi kepada
pers hari Jumat minggu lalu. Mayat Serma Umar diketemukan di suatu tempat
antara Tefaat unit–2 dan unit–5 jam 19.00 waktu seternpat tanggal 6 Oktober
yang lalu. Issue. Sebelumnya, kepala penerangan Kodam XV/Pattimura, Letkol
Latief SN pernah menyiarkan versi lain tentang terbunuhnya Umar. Memberikan
keterangan kepada Antara di Ambon, Latief menyebut kematian Umar (yang dalam
berita itu disebut berpangkat Pelda) “disebabkan kecelakaan biasa”. Menurut
Latief, Umar telah tergelincir dilereng sebuah bukit ketika sedang mengawasi
pembukaan suatu areal persawahan baru Tefaat Buru, dan tubuhnya tertusuk
pokok-pokok rumpun bambu. Latief dengan tegas berkata bahwa kematian P.Umar
“bukan dibunuh oleh anggota Tapol PKI seperti yang diissuekan”. Ternyata cerita
Letkol Latief SN justru hanya issue. Menurut Brigjen Sumrahadi, sampai akhir
pekan lalu ketiga tapol yang melarikan diri itu belum juga berhasil ditangkap
kembali. Namun “posisi mereka sudah dilokalisir yaitu di pesisir utara Buru”.
Peristiwa ini rupanya membuat fihak pemerintah, seperti ditegaskan Sumrahadi
pula, “sukar mengadakan kompromi dengan kaum komunis”. Walhasil, pemerintah
bukan tidak merasa kesal menghadapi para tapol ini. Sebab “mereka dimanjakan,
diberi perumahan, keluarganya didatangkan, disediakan pendidikan”, kata
Summrahadi, meskipun mereka, seperti diakui Jaksa Agung Sugih Arto 2 minggu
lalu, masih tergantung pada makanan yang di bagi liwat dapur umum (TEMPO, 14
Oktober).