Tempo
26 Januari 1974. 15 januari 1974 terjadi demonstrasi mahasiswa yang tidak
senang modal & tingkah laku pengusaha Jepang di Indonesia. Diikuti
huru-hara yang didalangi eks tokoh PSI & ditunggangi eks Masyumi. (nas)
DI
tengah suasana masih tegang dan belum menentu, sekitar jam 16.30 hari Rabu 16
Januari minggu lalu gubernur Ali Sadikin muncul di kampus UI jalan Salemba
Jakarta. Ia nampak lesu dan wajahnya yang jauh dari bayangan gembira
memantulkan keletihan yang sangat. “Jakarta sudah dalam keadaan lumpuh dan
kritis” kata Ali Sadikin di tengah beberapa pimpinan mahasiswa UI yang
mengitarinya. “Pengrusakan-pengrusakan sudah berjalan dua hari. Sekarang apa
rencana mahasiswa selanjutnya” Ketua Dewan Mahasiswa UI Hariman Siregar yang
nampak tak kurang lelahnya menjawab: “Kami sendiri sedang kebingungan. Kejadian
ini sama-sekali di luar dugaan kami”.
Bengis
& Histeris
Di
luar atau di dalam dugaan sebelumnya, selama dua hari minggu lalu Jakarta
tiba-tiba dilanda huru-hara – barangkali terbesar dan terluas yang pernah
terjadi di kota ini di masa damai. Demonstrasi mahasiswa yang semula
dimaksudkan sebagai pernyataan ketidak-senangan mereka terhadap modal asing
terutama modal Jepang serta tingkah-laku para pengusaha Jepang di Indonesia
dalam rangka menyambut kunjungan PM Tanaka dengan poster dan pamlet pagi Selasa
15 Januari, menjelang tengah hari tiba-tiba berkembang menjadi gelombang aksi
massa yangluas dengan pembakaran atau pengrusakan kendaraan-kendaraan terutama
buatan Jepang, bangunan-bangunan dan toko-toko. Kendaraan-kendaraan bermotor
yang dibakar tidak hanya milik perorangan dan swasta tapi juga milik pemerintah
bahan beberapa di antaranya milik ABRI. Dan aksi pengrusakan dan pembakaran ini
masih berlanjut sampai petang hari tanggal 16 Januari keesokan harinya. Dari
segi kelumpuhan yang ditimbulkannya terhadap kehidupan di ibukota, orang
agaknya bisa membandingkannya dengan lumpuhnya kota Paris akibat huru-hara di
sana di bulan Mei tahun 1968. Dan ketegangan yang dirasakan penduduk Jakarta
minggu lalu, tak ubahnya ketegangan yang dialami penduduk kota Peking ketika
huru-hara yang pecah dari Universitas Peking di masa puncak Revolusi Kebudayaan
di sana. Untuk pertama kalinya memiliki barang-barang buatan Jepang terutama
kendaraan bermotor bagi orang Jakarta minggu lalu merupakan beban fikiran yang
menyiksa dan semacam dosa. Dari daerah Glodok di Utara sampai jalan Sudirman
dan Matraman di Selatan, dari daerah Roxy di sebelah Barat sampai Cempaka Putih
dan Jakarta By-pass di sebelah Timur, asap naik bergulung-gulung menghitami
angkasa Jakarta yang murung. Massa yang umumnya terdiri dari pemudapemuda
tanggung dengan pakaian lusuh tak teratur — bahkan banyak di antaranya
compang-caml?inc, entah dari mana datangnya — seakan digerakkan menggantikan
peranan mahasiswa yang setelah bubar appel di Universitas Trisakti, pulang ke
kampus masing-masing. Kemudian, gelombang demi gelombang massa muncul dengan
wajah bengis dan teriakan-teriakan histeris — kadang-kadang memang bernada
anti-Jepang -menjelajahi jalan-jalan raya melakukan pengrusakan-pengrusakan dan
pembakaran-pembakaran sepanjang jalan yang dilaluinya.
Wanita-Wanita
Digerayangi
Dalam
situasi kacau dan anarkhi ini jatuhnya korban-korban memang tak mungkin
dielakkan, baik karena terkena peluru nyasar pctugas keamanan, terkena pecahan
kaca, kena lemparan batu, tercakar anjing yang dilepaskan oolisi atau karena
terinjak-injak. Menteri Hankam/Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Panggabean
dalam keterangannya di depan DPR hari Senin kemarin menyebutkan jumlah korban
dalam kerusuhan selama 2 hari minggu lalu: 11 orang meninggal, 17 orang
lukaluka berat dan 120 orang luka-luka ringan. Di antara yang luka-luka juga
terdapat sejumlah anggota ABRI. Korban terbanyak agaknya terjadi pada hari
pertama kerusuhan. Ketika petugas-petugas melepaskan tembakan-tembakan gencar
di jalan Salemba untuk membubarkan orang yang masih memadati jalan meskipun
hari sudah jam 20.00 – sudah berlaku jam malam — sedikit nya 2 orang tertembak
dan tewas seketika di depan Departemen Pertanian. Sampai tengah malam kedua
mayat tersebut masih tertumpuk di bagian belakang sebuah jeep Toyota B-9151 P
milik PT. Pertamina Tongkang yang pecah kaca belakang sebelah kirinya. Salah
seorang menurut KTP-nya bernama Maryo, umur 17 tahun, agama Islam, pekerjaan
Pembantu dan beralamat Salemba Utan Kayu. Yang seorang lagi dari sakunya
diketemukan sehelai surat tugas sopir PT Pertamina Tongkang untuk mengantar 6
orang karyawan perusahaan tersebut. Baru jam 01.00 pagi kedua mayat itu
diangkut oleh ambulans 118 dari RS Tjipto sedang jeep tersebut kemudian
dihidupkan oleh seorang anggota Polantas dan menghilang bersama ambulans itu.
Salah seorang di antara yang tewas, dengan seperempat bagian kepala berikut
sehelai telinga kanannya lenyap — ia kena peluru sekitar jam 19.00 di daerah
Senen dan kemudian diangkut ke mesjid UI sebelum kemudian dipindah ke kamar
mayat RSTM, ternyata mengantongi 10 buah koin judi kasino masingmasing bernilai
Rp 5.000 serta sebuah jam tangan Rolex di sakunya. Dari sakunya tidak ditemukan
lagi tanda pengenal.
Tapi
sementara korban-korban berjatuhan, tak kurang pula jumlahnya para copet dan
garong yang memanfaatkan keadaan. Fihak penerangan Laksus Kodam Jaya minggu
lalu mengumumkan tidak kurang dari 200 orang telah ditangkap karena melakukan
perampokan justru pada saat toko-toko sedang terbakar di berbagai pusat
kekacauan. Bahkan pagi Sabtu minggu lalu pasukan dari Kodam Jaya secara
tiba-tiba telah melakukan razia dari rumah ke rumah penduduk di daerah Setia
Budi. Dicurigai banyak pemuda-pemuda dari daerah tersebut telah melakukan
pencolengan-pencolengan dari daerah gedung-gedung jalan Blora yang dirusak dan
gedung Astra di Jalan Sudirman yang dibakar pada hari Rabu malam. Di beberapa
tempat bahkan terlihat kelompok-kelompok pemuda menggerayangi tubuh
wanita-wanita yang terkepung tak berdaya di tengah-tengah massa.
Krama
Yudha Mitsubishi
Pengrusakan
dan pembakaran-pembakaran oleh massa bukanlah baru pertama kali ini terjadi di
Jakarta. Beberapa hari saja setelah peristiwa G 30 S/PKI di tahun 1965 misalnya
— masih jauh hari sebelum adanya gerakan mahasiswa dan pemuda pelajar yang
kemudian dikenal sebagai KAMI dan KAPPI – juga terjadi pembakaran-pembakaran
dan pengrusakan-pengrusakan terhadap berbagai bangunan di Jakarta. Tapi waktu
itu hal itu hanya dilakukan oleh kelompok-kelompok massa pemuda yang amat
terbatas jumlahnya yang bergerak secara spontan dan sasarannya semata-mata
adalah rumah-rumah atau bangunan milik (tokoh-tokoh) PKI, atau oang-orang yang
dikenal sebagai simpatisan PKI. Bahkan alsi massa yang digerakkan oleh
partai-partai kiri di masa konfrontasi dengan Malaysia terhadap harta-benda dan
gedung-gedung kedutaan Inggeris dan Malaysia serta tempat-tinggal
diplomat-diplomat kedua negara tersebut agaknya tidaklah sampai menimbu]kan
akibat dan kerugian sebesar yang telah ditimbulkan huru-hara 2 hari di Jakarta
minggu lalu. Dalam penjelasannya di hadapan guru-guru se-Jakarta Raya yang juga
dihadiri oleh Wapang Kopkamtib Laksamana Sudomo serta Muspida Jakarta di gedung
Jakarta Theater Sabtu pagi minggu lalu, gubernur Ali Sadikin menyebut
kerugian-kerugian: 522 buah mobil 269 di antaranya dibakar, 137 buah motor 94
buah di antaranya dibakar, 5 buah bangunan dibakar ludes termasuk 2 blok proyek
Pasar Senen bertingkat 4 serta gedung milik PT Astra di jalan Sudirman
sementara 113 buah bangunan lainnya rusak. Di samping itu masih tercatat
kerusakan yang dialami oleh 4 buah perusahaan antaranya pabrik minuman Coca
Cola di Cempaka Putih. Tapi Jenderal Panggabean yang berbicara di depan sidang
pleno DPR hari Senin kemarin malahan menyebut angka-angka yang lebih besar dari
angkaangka yang disebut oleh Ali Sadikin.
Menurut
Jenderal Panggabean, dalam huru-hara selama 2 hari minggu lalu sebanyak 807
mobil dan 187 motor rusak atau hancur, 144 buah gedung rusak atau terbakar dan
160 kilogram emas hilang.
Tapi
berapa jumlah kerugian itu jika dinilai dengan uang, masih belum diketahui dan
agaknya tak pernah akan bisa diketahui dengan pasti. Terbakar nya dua blok
bangunan proyek Pasar Senen itu saja misalnya, tidak hanya menimbulkan kerugian
gedung yang di tahun 1967 dibangun dengan biaya 2,7 milyar rupiah, tapi juga
menghanguskan seluruh isi 700 buah toko di dalamnya, 3 buah bank – Bank Bumi
Daya, BNI 46 dan Bank Pembangunan Daerah Jaya — sebuah nite club, sebuah tempat
mandi-uap, fasilitas main bowling, unit perkantoran PT Pembangunan Jaya serta
sejumlah anak-anak perusahaannya berikut segala peralatan dan arsif-arsif,
Taman Ria tempat rekreasi anak-anak di tingkat atap. PT Astra di samping
kerugian puluhan mobil baik dibakar maupun rusak, juga sebuah gedung dibakar
dan tiga lainnya-di jalan Nusantara, di jalan Kemakrnuran dan sebuah lagi
sedang dibangun dijalan Kramat Raya — rusak. Di Kramat Raya juga, Pertamina
Unit III yang diapit-apit oleh Komwil 71 dan sebuah kantor suatu kesatuan
Angkatan Darat mengalami pengrusakan hebat di hari Kamis di samping puluhan
mobil yang memang sengaja di pool di sana karena tak mungkin lagi dibawa pulang
rusak atau dibakar. Semua rumah hiburan malam dan mandi-uap di jalan Blora beberapa
di jalan Nusantara serta Hayam Wuruk dan Gajah Mada rata-rata mengalami
kerusakan hebat. Cedung “berbau Jepang” yang berada di perlaluan massa tapi tak
tersentuh adalah gedung PT Krama Yudha Mitsubishi di jalan TNnah Abang. Ini
berkat tindakan “pengrusakan sendiri” yang dilakukan oleh para karyawannya
terhadap merek perusahaan tersebut yang terpampang di depan, sehingga ketika
massa datang gedung yang memanjang massa yang liwat di sana mengira gedung
tersebut sudah mengalami kerusakan. Akal yang boleh juga.
Modal
Jepang Vs Barat?
Kerugian
yang lebih besar dari hitungan materiil tersebut, adalah akibat akibat yang
timbul dalam kehidupan sehari-hari di ibukota. Huru-hara yang tak terduga-duga
selama 2 hari itu telah membuat orang-orang tak dapat menunaikan tugasnya
dengan lancar sampai dengan akhir minggu lalu karena kendaraan-kendaraan tak
berani jalan. Kantor-kantor umumnya tutup apalagi toko-toko. Barang-barang
kebutuhan sehari-hari yang biasanya masuk dari luar praktis terhenti – lebih
lebih dengan adanya jam malam — sehingga mengakibatkan harga-harga kebutuhan
sehari-hari tiba-tiba melambung. Aspek sosial yang menonjol sebagai akibat
banyaknya toko-toko yang terbakar adalah banyaknya orang yang tiba-tiba
kehilangan pekerjaan. Di toko-toko dalam dua blok gedung proyek Senen saja,
“tidak kurang dari 3.500 orang kehilangan ekerjaan”, kata Santosa Tjiputra,
pemilik toko Santosa yang juga menjadi ketua RW di sana kepada ketua Kadin
Suoto Sukenaar, ketika yang terakhir ini mengunjungi tempat itu hari Sabtu yang
lalu.
Dilihat
dari akibat-akibat sosialnya yang lebih luas, aksi massa yang kalap minggu lalu
bukan saja tidak sejalan dengan aspirasi yang menjadi tujuan perjuangan semula
fihak mahasiswa, bahkan amat bertolak belakang. Aksi massa selama dua hari
minggu lalu telah menimbulkan korban terbesar justru pada masyarakat golongan
menengah dan golongan ba-ah. Mereka yang memiliki kendaraan-kendaraan buatan
Jepang baik mobil apalagi motor, belum tentu bisa dikatakan tergolong keluarga
yang hidup mewah dalam ukuran Jakarta. Kendaraan-kendaraan buatan Jepang adalah
kendaraan yang termurah harganya dibandingkan dengan kendaraan buatan Eropa
atau Amerika bahkan Australia merek manapun. Sementara mobil-mobil Mercy, Fiat,
Holden, Peageut, Volvo dan berbagai merek mahal lainnya umumnya aman tak
terganggu, mobil-mobil buatan Jepang seperti Mazda butut, Honda, Daihatzu
ataupun Corrola diseret ke tengah dan dibakar atau dihancurkan. Akibatnya
sementara mereka yang memiliki kendaraan buatan Jepang yang relatif lebih lnurah
itu – apakah itu milik pribadi ataukah milik kantor — tiba-tiba kehilangan
keberanian untuk memakai kendaraannya keluar. Yang masih berani ialah pemilik
Vespa, yang harganya dua kali lipat harga sebuah motor Honda dengan bebas
berkeliaran di tengah massa rakyat yang berjalan kaki. Itu tidak berarti mereka
tidak cemas. Para pemilik mobil-mobil “non-Jepang” menempelkan kertas di kaca
mobilnya bertulisan: Ini Mobil Buatan Australia, Ini Mobil buatan Jerman, Ini
Mobil Buatan Italia.
Baik
Menteri Hankam maupun Panglima Kopkamtib dalam pemyataannya minggu lalu menilai
terjadinya aksi anti Jepang yang minggu lalu sebagai bagian dari satu gerakan
politik “yang menuju ke arah makar”. Bahkan Aspri Presiden Mayor Jenderal Ali
Murtopo dalam wawancara dengan sejumlah pers hari Senin secara lebih yakin lagi
mengatakan, bahwa terjadinya huru-hara di Jakarta minggu lalu didalangi bekas
tokoh-tokoh PSI dan ditunggangi hcka Masyumi untuk “merubah UUD 45 dan
menggulingkan Pimpinan Nasional yang sah”. Kini keadaan sudah boleh dibilang
normal di Ibukota. Jam malam sudah dihapuskan. Pemerintah jalan lancardengan
keta. Tinggal soal bagaimana belajar dari pengalaman yang menakutkan itu dan
orang tidak lagi bermain api.
Setelah
Suasana Anarki
Presiden
Soeharto mengadakan sidang khusus kabinet sesudah peristiwa Malari. Jendral
Sumitro mengeluarkan 6 langkah penertiban. Sidang tersebut mengumumkan
pengangkatan 2 Menteri & 12 Hakim Agung.(nas)
TIBA-TIBA
saja perhatian penduduk Ibukota hari Kamis lampau beralih dari jalan-jalan raya
di mana bangkai-bangkai mobil masih bergelimpangan, ke Istana. Beberapa saat
setelah PM Jepang meninggalkan lapangan udara Halim Perdana Kusuma, secara
mendadak Presiden Soeharto mengadakan sidang khusus Kabinet. Dugaan bahwa
kabinet akan menelorkan keputusan yang lebih tegas dari “tindakan tegas dan
tidak pandang bulu” seperti diumumkan Menhankam sehari sebelumnya, agak
meleset. Sebelumnya, untuk mencegah buntut demonstrasi para mahasiswa menyambut
PM Jepang di sekitar Halim Perdanakusuma, Senin malam diumum kan berlakunya jam
malam dari jam 18.00 hingga jam 06.00 mulai hari Selasa 15 Januari. Bersamaan
waktu nya, terhitung sejak 16 Januari semua sekolah dari tingkat Sekolah Dasar
hingga Universitas dan Perguruan Tinggi dinyatakan ditutup. Larangan berkumpul
dan berkelompok antara lebih dari 5 orang dikeluarkan pula, lengkap dengan
sanksi-sanksinya.
Malam
pertama mulai jam malam berlaku tampaknya belum banyak di patuhi. Sebab bukan
saja karena hari Selasa malam itu justru pengrusakanpengrusakan masih memuncak
hingga sekitar jam 22.00, tetapi juga karena warga Ibukota belum banyak
mengetahui pengumuman larangan keluar rumah itu. Tetapi pada malam berikutnya,
penangkapan-penangkapan terhadap mereka yang terlibat baik dalam demonstrasi sebelumnya
maupun kerusuhan itu dilakukan. Di samping beberapa orang yang telah dilepas
dan bakal ditangkap, hingga hari Sabtu lampau tercatat tidak kurang dari 20
orang yang masih ditahan. Mereka itu antara lain Fahmi Idris, Dorodjatun
Kuntjoro Jakti, Marsilam Simandjuntak, Prof. Sarbini Sumawinata, Hariman
Siregar, Adnan Buyung Nasution, HJC Princen, dan f lmam Waluyo, Jusuf AR, Jessy
Monintja di samping Louis Wangge, Yulius Usman dan lain-lain yang telah ditahan
sebelum kerusuhan terjadi. Pada hari Sabtu pekan lalu juga tercatat beberapa
nama anggota DPR dan tokoh-tokoh masyarakat yang kabarnya akan mendapat giliran
penahanan pula. Dari mereka yang telah, sedang dan akan di amankan, tercatat
pula beberapa nama pimpinan Dewan Mahasiswa yang telah mencela pengrusakan-pengrusakan
lewat pernyataan mereka sehari setelah keributan berlangsung.
Proyek
Senen. Penahanan-penahanan itu rupanya tidak terlepas dari pernyataan yang
dikeluarkan Pangkopkamtib hari Rabu malam. “Keadaan telah memaksa kami yang
telah sabar sampai batasnya terpaksa bertindak tegas dan di sana-sini dengan
mempergunakan kekerasan” kata Jenderal Sumitro membacakan keputusan itu. Dan
pernyataan ini kemudian diperkuat dari hasil sidang khusus Kabinet hari
berikutnya dengan mengeluarkan 6 langkah penertiban. Yaitu: 1. Menertibkan
pelaksanaan hakhak demokrasi, dengan jalan antara lain tidak membenarkan
demonstrasi, menertibkan pemberitaan pers, menertib kan kehidupan universitas
dan sekolah-sekolah agar tidak digunakan untuk kegiatan-kegiatan politik 2.
Mencegah timbulnya tindakan-tindakan yang menjurus serta membuka peluang ke
arah makar 3. Mengembangkan dan memantapkan saling pengertian antara pemerintah
dengan DPR dan antara pemerintah. dengan kekuatan-kekuatan sosial politik yang
bermanfaat bagi pelaksanaan kehidupan demokrasi Pancasila 4. Melakukan
tindakan-tindakan pengusutan terhadap mereka yang bertanggungjawab atas
terjadinya peristiwa-peristiwa itu berdasarkan hukum yang berlaku, 5. Menindak
tegas siapapun yang melakukan tindakan-tindakan kekerasan melawan hukum seperti
perampokan, pembakaran dan tindakan-tindakan kekerasan lainnya 6. Segera
mengusahakan pulihnya kembali kehidupan di DKI Jaya, khususnya kehidupan
ekonomi. Bertepatan dengan masa paceklik dewasa ini, maka usaha pelancaran
peredaran bahan-bahan pangan dan bahanbahan kebutuhan pokok lainnya harus
segera dilaksanakan. Untuk langkah yang terakhir ini, Gubernur Ali Sadikin hari
Jumat menyerukan para pemilik toko dan bangunan yang rusak karena kerusuhan 15
Januari itu untuk memperbaikinya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Ali
Sadikin juga menjanjikan untuk segera merapikan kembali blok Proyek Senen yang
dibangun sejak tahun 1969 dengan biaya Rp 2,6 milyar. Gubernur DKI Jaya juga
telab memanggil dan memberikan penjelasan kepada para pejabat di lingkungannya
temmasuk semua kepala sekolah SLP, SLA dan sekolah-sekolah umum yang ada di
wilayahnya. Dari fihak Kopkarntib, untuk pengamanan dan pengusutan lebih
lanjut, hari Kamis telah meminta seluruh Dewan Mahasiswa yang ada di Jakarta
untuk membuat laporan tertulis mengenai segala sesuatu yang mereka lakukan pada
ha ari demonstrasi 15 dan 16 Januari itu . Wapangkopkamtib Sudomo yang
mengajukan hal itu ketika menerima kunjungan 9 Dewan Mahasiswa, mengingat kan
para mahasiswa bahwa sebelum peristiwa itu terjadi “fakta-fakta telah
menunjukkan bahwa mereka telah mengadakan rapat-rapat pada tanggal 14 Januari
bertempat di UI yang bertujuan merencanakan demonstrasi yang benarbenar
dilaksanakan 15 Januari”. Permintaan Laksamana Sudomo ini tampak nya untuk
menilai kebenaran Rektor dan DM — UI sehari sebelumnya yang menyatakan tidak
ada mahasiswa UI terlibat dalam aksi pembakaran dan perusakan itu.
Menteri
Baru. Percaya bahwa keadaan Ibukota sudah tenang kembali, Menlu Adam Malik hari
Jumatnya mengundang para Dubes dan Kepala Perwakilan Asing di Jakarta. Atas
nama Pemerintah RI Adam Malik menjamin keselamatan pribadi para anggota korps
diplomatik, sambil mengakui bahwa para anggota perwakilan itu pernah mengalami
perasaan kurang enak atas peristiwa tadi. Meskipun begitu semenjak hari Kamis
jam malam sudah dipersingkat dari jam 20.00 hingga jam 03.00, dan kemudian
dipersingkat lagi mulai jam 11 malam lalu dihapus sama sekali sejak tanggal 21
Januari ini tadi. Dan sejak hari Senin kemarin seluruh sekolah telah dibuka
kembali kecuali beberapa SLA yang diduga langsung terlibat, sementara seluruh
universitas dan perguruan tinggi masih tetap belum diperkenankan memulai
kuliah-kuliah lagi.
Tetapi
dari sidang khusus Kabinet hari Kamis itu pula, diumumkan pengangkatan Dr
Syarif Thayeb (Dubes Rl di AS) untuk menduduki jabatan Menteri P&K yang
lowong semenjak meninggalnya Prof. Sumantri Esrodjonegoro. Dalam keputusan
Presiden itu pula ditetapkan pengangkatan Prof. Muchtar Kusumaatmaja sebagai
Menteri Kehakiman baru menggantikan Prof. Seno Adji yang telah diangkat menjadi
ketua Mahkamah Agung. Sambil mengumurn kan pensiunnya Prof. Soebekti SH, ketua
Mahkamah Agung yang lama, keputusan itu juga menetapkan 12 orang Hakim Agung
pada Mahkamah Agung untuk melengkapi jumlahnya menjadi 17 orang di samping 5
orang Hakim Agung sebelumnya. Dengan dcmikian Hakim-Hakim Agung itu adalah:
Prof. Seno Adji SH, Ahmad Sulacman Sutan Poloan, Djoko Sugianto SH, BRM’
Sosropranoto SH, Purwoto Suhadi Gandasubrata SH, Saldiman Wiriatmo SH, Dr
Santoso l?udjosubroto SH, Syamsuddin Abubakar SH, Raja Siregar SH Brigjen
Hendrotomo SH, Brigjen Kabui Arifin SH, Brigjen Purwosunu SH, Sri Widowati SH,
Lumba Raja SH, Asikin Kusumaatmadja SH, Bustanil Arifin SH, dan Indroharto SH.
Setelah
suasana anarki di Ibukota, tampaklah normalisasi keadaan kembali. Seraya
mengadakan tindakan pengetatan di pelbagai bidang – termasuk pers-Pemerintah
tamil sehai biasanya
Terserah
Indonesia
Setelah
adanya demonstrasi anti Jepang, Tanaka menyatakan perdagangan Jepang-Indonesia
hanya meliputi 2 bilyun dollar AS, jadi terserah Indonesia mau lepas atau tetap
kerjasama dengan Jepang.(nas)
TIDAK
jelas adakah PM Kakuei Tanaka sempat menyaksikan bagaimana sesungguhnya tingkah
laku pengusaha-pengusaha Jepang di Indonesia selama kunjungannya yang singkat
dan penuh ketegangan minggu lalu. Tapi dalam percakapannya dehgan para wartawan
Jepang yang menyertai kunjungannya itu, Tanaka konon mengatakan bahwa “kelakuan
pengusaha Jepang terburuk di Indonesia ini”. Ohnuki Noboru Thai, wartawan
Jepang dari Sankei Shinbun yang mengungkapkan hal tersebut kepada TEMPO minggu
lalu sempat pula menyaksikan sedikitnya dua kali terjadi pertengkaran antara
pengusaha Jepang dan Indonesia di restoran Mitsuyo. Restoran yang terletak di
belakang President Hotel itu sempat juga minggu lalu diobrak-abrik oleh
perusuh-perusuh yang menyerbu mengambil minuman dan makanan di sana. Gedungnya
tidak dirusak, tapi pemiliknya – seorang wanita Jepang yang konon juga
mempunyai restoran serupa di Bangkok — setengah mati ketakutan karena sebagian
penyerbu itu membawa pentung dan golok.
Menurut
Noboru, Tanaka juga menyatakan keheranannya mengapa kantor JAL di Jakarta
misalnya harus satu pekarangan dengan gedung kedutaan. “Sikap eksklusif seperti
itulah”, kata Tanaka kepada para wartawan Jepang itu, “yang harus dihilangkan
selekas-lekasnya”. Perdagangan Jepang dengan Indonesia menurut Tanaka hanyalah
meliputi sekitar 2 bilyun dollar AS — suatu jumlah yang tidak banyak artinya
dibandingkan dengan jumlah seluruh perdagangan Jepang yang meliputi 90 bilyun
dollar AS. Kenyataan ini konon telah membuat Tanaka mengambil sikap: terserah
Indonesia mau lepas dari Jepang atau tetap mau kerjasama. Tidak diungkapkan
bagaimana sikap pemerintah Indonesia dalam hal ini. Tapi agaknya patut di catat
bahwa meskipun jumlah perdagangan itu taroklah baru hanya sebesar $ 2 bilyun,
namun bagian terbesar dari padanya merupakan harga dari bahan yang paling
penting dan amat dibutuhkan Jepang: minyak (lihat keterangan pers Tanaka).
Memberikan
komentar atas demonstrasi-demonsrasi menyambut kunjungan Tanaka di Asia
Tenggara, Noboru menyesalkan sebagai bangsa Timur tamu disambut dengan
kerusuhan. Tapi khusus mengenai kerusuhan yang terjadi di Jakarta ia
menyatakan: “Apa kah ini bukan tuntutan kepada pemerintah lndonesia sendiri,
dengan menunggangi kedatangan Tanaka”. Ia menceritakan bahwa ia juga kebetulan
berada di Bangkok ketika kerusuhan anti-Jepang berkecamuk di sana beberapa
waktu berselang. “Tapi apa yang terJadi di Jakarta ternyata jauh lebih hebat”,
katanya. Diakuinya, “mahasiswa Indonesia memang memiliki kekuatan yang lebih
tangguh dibandingkan dengan mahasiswa di Thailand” yang dikatakannya
“dibesarkan dalam feodalisme”.
Para
wartawan Jepang — bersama-sama dengan seluruh awak pesawat khusus yang membawa
Tanaka serta anggota Parlemen rombongan Tanaka — semuanya di tempatkan di
President Hotel jalan Thamrin. Tapi malang bagi para wartawan itu, kerusuhan
anti-Jepang yang terjadi di Jakarta selama kunjungan Tanaka itu telah membuat
mereka tak bisa bergerak banyak. Mereka oleh panitia memang disediakan telex
khusus untuk mengirim berita-berita ke luar. Tapi untuk keluyuran meninggalkan
pekarangan hotel, fihak panitia tidak bisa menjamin keselamatan mereka.
Akibatnya banyak dari acara-acara resmi Tanaka yang tidak dapat diikuti oleh
para wartawan Jepang itu. Bahkan dalam jamuan makan malam ang diadakan Presiden
Soeharto Selasa malam di Istana Negara, tak seorang pun di antara wartawan
Jepang itu yang meng-hadirinya.
Sayur
Di Jakarta
Harga
bahan pokok di Jakarta sejak 15 januari naik Menteri Perdagangan akan membentuk
pusat-pusat bahan pangan & gudang-gudang pendingin agar Jakarta tak
tergantung dari daerah-daerah lain. (nas)
TIDAK
hanya karena akhir-akhir ini dikenal sebagai “musim paceklik” dan penghujan,
tetapi rupanya kejadian 15 dan 16 Januari meninggalkan sisa dalam bentuk
kenaikan harga beberapa bahan pangan penting, terutama di Jakarta. Hanya untuk
membicarakan soal sayur-mayur misalnya, Menteri Perdagangan Radius khusus menghadap
Kepala Negara akhir minggu lalu. Urusannya tetap sama, musim hujan menyebabkan
pengangkutan bahan pangan jenis ini agak macet masuk Ibukota, di samping para
pedagang masih berfikir-fikir akibat kerusuhan tadi, sehingga sepanjang pekan
lampau, “pemasukan sayur dari daerah Bandung hanya mencapai 50% dari jumlah
kebutuhan yang normal”. Adapun soal bahan pangan lainnya. seperti terigu,
garam, gula, minyak goreng dan beras serta minyak tanah, hampir serupa. Bahkan
menurut Business News harga eceran minyak tanah dari para tukang pikul minggu
lalu mencapai Rp 30 per-liter, dengan alasan pada agen sudah memasang tarif
lebih tinggi dari sebelumnya.
Karena
itu menurut Radius, khusus untuk melancarkan arus pangan ini di Jakarta,
Departemen Perdagangan sedang mengkoordinir Perwakilan Deperdag, Dolog dan
Dinas Perekonomian DKI Jaya. Termasuk pula dalam tugas team ini adalah
memperbaiki beberapa pasar yang mengalami kerusakan karena malapetaka
pertengahan Januari tadi. Kata Menteri Perdagangan, dalam rangka rehabilitasi
itu pula akan mulai dikembang kan pembentukan pusat-pusat bahan pangan (food
stations) dan gudang-gudang pendingin (cold storagesl Maksud nya cukup jelas,
agar untuk memenuhi kebutuhan hampir 5 juta renduduk Jakarta di waktu-waktu
mendatang tiak begitu tergantung lagi dengan daerahdaerah lain. Sebab seperti
dalam soal sayur-mayur tadi saja, mulai akhir minggu lalu sebuah pesawat
Hercules AURI setiap harinya harus mengangkut sayur dari Medan untuk Jakarta.
Tentu saja bala bantuan begini tak dapat dipertahan kan terus, mengingat biaya
angkutnya tinggi. Sehingga barangkali penduduk Jakarta harus menahan diri
terhadap harga pasaran sayur yang akan tetap tinggi, selurang-kurangnya sampai
melewati musim hujan dan menunggu hasil tanamnya kemudian.
Tanahpun
Jadi Kokoh
Dalam
pembicaraan PM Tanaka & Presiden Soeharto, untuk memperbaiki hubungan
dagang antara 2 negara tersebut, Tanaka akan mendirikan badan kerjasma bantuan
ekonomi. (nas)
DARI
68 orang yang diundang, tercatat 17 yang hadir. Tetapi tentulah mereka yang
tidak datang pada jamuan makan malam menghormati kunjungan PM Tanaka itu bukan
karena memboikot tamu negara itu. Yang pasti sisa dari 17 itu adalah para tokoh
pemerintahan Indonesia yang secara langsung turun tangan mengamankan kerusuhan
di hampir seluruh bagian Ibukota semenjak siang hari tanggal 15 Januari itu.
Bahkan dari wajah mereka yang hadir suasana pembakaran kcndaraan dan
bangunan-bangunan di luar terkesan, sekalipun sesekali diselingi senyum. Tanaka
sendiri hanya ketika menyambut jabat-tangan Presiden Soeharto menyungging
senyumnya.
Tetapi
sehabis itu, keserba resmian meliputi seluruh dinner. Masing-masing fihak
tampak mencoba menghilangkan kebisingan tembakan-tembakan petugas keamanan yang
menghalau perusuh-perusuh di luar tembok Istana. Barangkali untuk inilah,
sehingga dalam pidatonya Kepala Negara Indonesia masih mengucapkan “kunjungan
Yang Mulia ke Indonesia dan ke berbagai negara Asia kali ini, sangatlah tepat
waktunya”. Lebih dari ini, sebagai tuan rumah yang baik, Presiden Soeharto tetap
memandang Jepang sehagai patner yang baik. “Jepang yang dewasa ini telah
menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia dianggap mampu memainkan peranannya
yang positif bagi kemajuan dan kesejahteraan Asia”, kata Kepala Negara
Indonesia itu.
Badan
khusus. Acara-acara kunjungan 4 hari PM Jepang itu tetap berjalan sebagaimana
ditentukan, kecuali acara-acara di luar lingkungan Istana, seperti ziarah ke
Kalibata dan kunjungan ke Wakil Presiden yang dibatalkan. Beberapa saat sebelum
kerusuhan-kerusuhan mulai terjadi di sekitar halaman Istana, kedua kepala
pemerintahan itu tetap melanjutkan pembicaraan resmi, meskipun berubah sifatnya
dari pertemuan 4 mata menjadi perundingan yang disertai beberapa Menteri dan
pembantu masing-masing fihak. Demikian pula upacara tukar-menukar tanda mata.
Sebuah vaas bunga hijau muda, reproduksi lukisan-lukisan Jepang, buku Japan in
Picture, sejilid tebal buku karangan Tanaka dan sebuah tas wanita adalah hadiah
dari PM Jepang. Sebaliknya dari fihak Presiden Soeharto: seperangkat kursi ukiran
Jepara dan sebuah tas perak bikinan Kendari. Hadiah ini masing-masing dilampiri
foto kedua kepala pemerintahan.
Bagaimanapun
juga kunjungan 4 hari PM Tanaka bukannya tanpa arti apa-apa. Dalam beberapa
kesempatan, baik ketika melangsungkan pembicaraan resmi dengan Presiden
Soeharto maupun yang dilontarkannya di hadapan pers sehari sebelum dia
meninggalkan Indonesia, secara bersungguh-sungguh sang tamu hendak meyakinlran
fihak tuan rumah akan niatnya untuk berbaik-baik. “Saya ingin sekali
mengelakkan keadaan buruk menjadi bertan1bah buruk karena kekurangan saling
pengertian” ucapnya kepada para wartawan, yaitu sehari setelah peristiwa
kerusuhan terjadi di bagian-bagian Jakarta. Untuk ini rupanya diketahuinya
pula, semua berpokok-pangkal dari polah para pengusaha Jepang yang dirasakan
sementara pengusaha Indonesia sebagai menjengkelkan. Seperti yang diungkapkan
Menlu Adam Malik sehabis pembicaraan resmi antara kedua kepala pemerintahan
itu, sang tamu menjanjikan untuk mendirikan badan khusus yang bernama Badan
Kerjasama Bantuan Ekonomi. Badan ini dimaksudkan untuk membimbing
pengusaha-pengusaha Jepang dan sekaligus menampung keluhan-keluhan fihak yang
merasa dirugikan.
Patner.
Meskipun demonstrasi dan kerusuhan yang menyambutnya hampir di luar dugaan,
tetapi barangkali PM Jepang itu tidak hanya sekedar berbasabasi. Sebab justru
dengan keributan keributan itu “akan saya pakai sebagai kesempatan untuk
meminta perhatian orang-orang Jepang agar mereka meninjau kembali segala
sesuatu yang ad pada diri mereka” kata Tanaka. Yang diketahuinya tetapi mungkin
tidak sempat diucapkannya adalah bahwa para pengusaha dari negara-negara di
mana orang-orang Jepang berdagang, selama ini sedikit sekali yang melemparkan
keluhannya secara resmi, melalui Kedutaan atau Perwakilan Dagang Jepang yang
ada misalnya. Sehingga kejengkelan-kejengkelan yang ada lebih banyak dihlap kan
secara emosionil, sementara dari fihak pengusaha Jepang makin mengulah
kelicikannya. Tetapi semua rupanya sudah serba terlanjur. “Kalau hujan turun,
tanah pun jadi kokoh” kata Tanaka mengutip pribahasa Jepang sewaktu diminta
para wartawan menanggapi demonstrasi-demonstrasi yang menyambut nya di berbagai
negara. Tetapi akan benar-benar kokoh atau tidakkah tanah setelah disiram hujan
kerusuhan yang cukup deras itu, dari segi kepcntingan ekonomi Jepang tampaknya
juga sudah diperhitungkan sebagai kemungkinan. Berkata Tanaka: “Meskipun kita
berusaha memelihara hubungan baik, kita tak dapat meral!lalkan apa yang akan
terjadi nanti”. Sebab itu, katanya pula, kamipun sudah membicarakan kemungkinan
penggalian bahan-bahan mentah di Uni Soviet.
Apakah
dengan begitu dapat diartikan Jepang tidak sepenuhnya melihat Indonesia dengan
kedua matanya? Mungkin juga. Sebab Tanaka sendiri mengutip angka-angka seperti
yang pernah diungkapkan Menteri Emil Salim yang menggambarkan betapa kecilnya
volume perdagangan kedua negara ini dibanding seluruh nilai niaga Jepang dengan
negara-negara lainnya. Mengambil contoh tahun silam, menurut Tanaka, hanya US$
2 milyar modal Jepang yang berlalu-lintas dengan Indonesia dari volume
perdagangan luar negeri Jepang yang seluruhnya bernilai US$ 94 milyar. Dan
memang bagi Jepang angka 2 milyar itu tak banyak artinya, meskipun bagi
Indonesia yang sedang menumbuhkan diri akan bermakna sebaliknya. Tetapi lebih
penting dari ini, rupanya bukanlah semata-mata terletak pada besar kecilnya
nilai niaga kedua negara. “Kerjasama sebagai partner yang sederajat antara
semua bangsa” kata Presiden Soeharto ketika mengadakan jamuan makan malam untuk
sang tamu, “sungguh merupakan jawaban yang tepat atas masalah besar dunia dan
kemanusiaan itu”. Dan Tanaka telah memengucapkan janjijanji untuk itu, malahan
mungkin diulanginya kembali dalam pesawat helikopter yang membawanya bersama
Presiden Soeharto dari Bina Graha menuju lapangan terbang Halim Perdanakusuma
untuk kembali ke negerinya
Katakanlah
Dengan Senyum
Tempo
19 Januari 1974. Para pimpinan mahasiswa berdialog dengan presiden. Ada
diantaranya yang tidak puas karena apa yang diucapkan presiden tidak sama
dengan kenyataan. Presiden menyatakan bahwa semua itu menjadi
tanggungjawabnya.(nas)
BENAR
juga, tak banyak yang luar biasa dalam dialog antara Presiden Soeharto dengan
para pimpinan mahasiswa hari Jumat lalu. Di satu fihak para mahasiswa dengan
setengah tak sabar cukup bernafsu menumpahkan segala uneg-uneg selama ini. Di
lain fihak Kepala Negara sadar bahwa ikhwalnya tidak semudah yang dike-hendaki
anak-anak muda tadi. Tetapi barangkali pertemuan itu bukannya tanpa manfaat.
Sebab seperti diungkapkan ketua DM-UI Hariman Siregar, pertemuan itu sendiri
positip, apalagi menurut Presiden “adalah tugas mahasiswa untuk memberi
fikiran-fikiran sebagai pewaris masa depan”. Dan Muslim Tampubolon, ketua DM
–ITB, merasa puas “kalau dialog itu merupakan langkah permulaan” tetapi akan tidak
berarti apa-apa” kalau tak ada perubahan selanjutnya”. Lebih dari itu, dengan
dialog itu pula agaknya hapuslah soal “mau mengganti Soeharto” seperti yang
dituduhkan Seorang pejabat tinggi ABRI menyatakan kesannya tentang pertemuan
itu: “Anak-anak itu menghormati pak Harto sebagai Kepala Negara”.
Barangkali
karena itu Sekneg Sudharmono menyatakan sehabis pertemuan, bahwa sebagai
mandataris MPR dan penanggungjawab pelaksanaan pembangunan, Presiden telah
menampung semua per-tanyaan dan keluh-kesah yang diajukan para pimpinan
mahasiswa “Ukuran berhasil atau tidaknya sesuatu pertemuan soal puas atau tidak
puas” tambah Sudharmono kepada pers. Sebab, tentu saja dengan dialog yang
terbatas waktunya dan berhadapan dengan peserta yang hampir berjumlah 100 orang
itu, Kepala Negara tidak sempat menanggapi secara langsung seluruh pertanyaan
dan pernyataan.
Bapak
& Anak. Memang tidak diketahui pasti seluruh isi pertemuan itu, karena
sifatnya yang tertutup seperti sebelumnya sudah dinyatakan. Tetapi sehabis
dialog, beberapa pimpinan mahasiswa yang dihubungi sempat juga membeberkan
jalannya pertemuan dengan pegangan bahwa antara mereka dengan Kepala Negara
tidak ada persetujuan yang disepakati untuk tidak menyampaikan isi pertemuan
tadi kepada pers. Di samping beberapa orang yang menganggap dialog langsung itu
“cukup memuaskan”, beberapa lagi beranggapan sebaliknya. Hatta Albanik, ketua
umum DM Unpad Bandung, misalnya, merasa “tidak semua jawaban kita peroleh”.
Temannya dan Unpad juga, Paulus Tamsil, mengatasi ketak-puasan itu karena “di
antara kita banyak yang menganggap kenyataan yang ada sekarang berbeda dengan
ucapan yang sering dilontarkan Presiden”
Masih
ada pula kekecewaan dari Hariman Siregar. “Mahasiswa semula berharap bertemu
dengan Soeharto sebagai Soeharto, di samping Soeharto sebagai Presiden”.
Maksudnya agar sikap terbuka dan terus terang dari para mahasiswa semestinya
disambut serupa oleh Kepala Negara, sehingga masing-masing memahami kesulitan
fihak lain. “Kelihatannya Pak Harto lebih menunjukkan diri sebagai Presiden”
tambah ketua DM-UI itu lagi, “tanggapan yang diberikan Presiden bagi kita
demikian mengambangnya”.
Bukti?
Rasa kurang puas dari sementara pimpinan mahasiswa tampaknya bukan saja karena
suasana pertemuan kurang diliputi perasaan seperti halnya antara bapak dan
anak, sebagai yang semula diharapkan Hariman. Lebih dari itu, seorang peserta
pertemuan merasa isi hatinya terganggu karena “pertanyaan-pertanyaan banyak
yang dijawab dengan anggukan dan senyuman”. Mungkin karena mereka belum tahu
juga apa makna senyuman Pak Harto. Misalnya angguk dan senyum itu nampak ketika
menghadapi pertanyaan Muslimin MT dari DM-IKIP Jakarta: “Siapakah yang
membangun dan memiliki istana Kalitan di Surakarta siapa yang memberi
rekomendasi kredit dan berapa kredit yang diberikan kepada Batik Keris dan
Sandra Tex siapa yang punya saham PT Wana dan PT Bogasari?” Muslimin selanjutnya
menanyakan mengapa saluran-saluran resmi penanaman modal asing diabaikan,
tetapi “disalurkan melalui Aspri Sujono Humardani”. Masih sekitar Aspri,
ditanyakan: apa benar Ali Murtopo “calo politik”? Disebutkannya peranan lembaga
tidak formil ini misalnya dalam pemilihan gubernur. Menurut mahasiswa yang
mengungkapkan pertemuan itu, Kepala Negara menjawab bahwa ia hanya melaksanakan
prosedur, yaitu setelah calon disetujui DPRD.
Dengan
menggerak-gerakkan tangannya, Michael Wangge, ketua DM-Udayana Denpasar, membantah
jawaban Presiden demikian. “Kami tahu betul setiap pencalonan gubernur selalu
di dahului surat-surat dari Opsus” kata Wangge sebagai yang diungkapkan
teman-temannya. Untuk kesekian kalinya Kepala Negara tersenyum dan mengangguk.
Demikian pula ketika menerima serbuan pertanyaan lebih tajam dan menyebut
keterlibatan sementara pejabat pemerintah, nyonya-nyonya pejabat serta
pengusaha-pengusaha yang ditunjang instansi atau pejabat resmi. Dan sebagainya.
Mendengar ini Presiden kemudian balik bertanya: mana buktinya? Tentu saja
anak-anak muda itu tidak memiliki data-data pasti. Nah, inilah kesulitan selama
ini. “Tetapi andaikan data itu tidak kami peroleh” jawab seorang mahasiswa dari
DM-IAIN Jakarta, “namun hati nurani kita mem-benarkan adanya penyelewengan-penyelewengan
itu, yang bahkan oleh rakyat umum sudah diketahui — apakah tindakan yang akan
bapak lakukan”.
Ke
puncak gunung. Pertanyaan terakhir ini kabarnya dijawab Presiden: “Sebagai
pimpinan, orang itu akan saya bimbing dulu, kalau tidak bisa, baru saya
tindak”. Karantigo dari DM-Unas kemudian berkata kepada Syahrir Wahab dari
TEMPO: “Timbul pertanyaan pada diri saya, bagaimanakah nasib saran-saran Komisi
IV DPR, memorandum tentang MII dan memorandum-memorandum DPR lainnya”. Mungkin
karena itu pula, Hatta Albanik terpancing untuk angkat bicara lagi dalam
pertemuan itu. “Kami mendengar ucapan-ucapan bapak”, katanya, “semuanya baik.
Sampai sekarangpun tetap baik. Tetapi kenyataan yang terjadi berbeda”. Kepala
Negara tidak mengelak akan adanya kelemahan-kelemahan itu, tetapi “semua
tanggung jawab saya”. Dan semua yang dilakukan Aspri “adalah sepengetahuan
saya”.
Lalu
bagaimana sikap mahasiswa yang masih resah itu, walaupun sudah mengadu di
hadapan bapak mereka? “Kita akan terus seperti seharang” jawab Hariman, “sudah
sejak dulu kita bilang aksi-aksi ini akan merupakan rangkaian melati, penuh
bunga-bunga dan akan menjadi indah”. Sikap serupa datang dari Hatta Albanik.
“Ini bukan satu-satunya cara, kita akan cari jawaban dengan cara lain” katanya.
Bagaimana? Entahlah. Tetapi barangkali akan ada aksi, seperti dikatakan Paulus
Tamsil. Dan aksi itu, menurut kalangan mereka akan dibuktikan dengan kedatangan
PM Tanaka dari Jepang “Karena kita lihat dia datang bagaikan juragan” tambah
seorang mahasiswa.
Dalam
kesempatan dialog itu pula, di samping pertanyaan-pertanyaan langsung,
wakil-wakil dai 35 Dewan Mahasiswa itu membacakan “Tuntutan Mahasiswa
Indonesia” dari 7 DM luar Jakarta dan “Deklarasi Mahasiswa Indonesia” Dari 15
DM yang ada di Jakarta. Isinya tidak ada yang baru. Tapi hal-hal yang segar
terjadi juga. Sejumlah mahasiswa yang tidak memiliki undangan, dan hanya
dibolehkan menanti di ruang tunggu wartawan Bina Graha, telah mengisi waktu
mereka dengan banyolan-banyolan dan nyanyian penuh kritik. Antaranya terdengar:
Di sana Jepang di sini Jepang, di mana-mana modal Jepang — Cangkul Cangkul
Cangkul yang dalam, cukong yang subur wajib di hibur” Tapi yang bahkan telah
me-nimbulkan tertawa para petugas-petugas bersenjata yang berjaga-jaga di sana
ada lah lagu anak Betawi Sang Bango dengan syair ini:
**
Tanaka,
e-e-e- Tanaka Kenape ente diem-diem aje Mangkanya aye diem-diem aje Kerna aye
punya Aspri
*
Aspri,
e-e–e Aspri Kenape ente tenang-tenang aje Mangkanye aye tenang-tenang aje Kerna
aye punya komisi
Presiden
Adalah Pangkopkamtib… Presiden Adalah Pengkopkamtib…
Tempo
48/III 02 Februari 1974. Presiden Soeharto mengadakan 3 rangkaian pertemuan
yang menghasilkan keputusan: presiden sebagai Pangkopkamtib, presiden minta
tanggapan & saran dalam menghadapi repelita II, melantik ka Bakin baru.
(nas)
HARI
Senin ini Presiden Soeharto mengadakan tiga rangkaian pertemuan. Pertama dengan
Menteri Hankam Jenderal Panggabean, Jenderal Soemitro dan Laksamana Sudomo.
Dengan disertai Wakil Presiden Hamengkubuwono, pertemuan itu berlangsung hampir
l jam lamanya. Walaupun wartawan mendesak-desak meminta keterangan, tidak satu
patah informasi-pun keluar dari pejabat-pejabat ini. Tetapi begitu Sekretaris
Negara Sudharmono muncul, maka 2 keputusan Presiden pun diumumkan. Menurut Sudharmono
pertemuan ini untuk “membahas keadaan keamanan di tanah air khususnya yang
menyangkut peristiwa 15 Januari”. Untuk itu Presiden telah mengambil keputusan
“dalam rangka penanganan masalah keamanan dan ketertiban umum, khusus dalam
mengatasi sebab-sebab dan akibat terjadinya peristiwa tadi”. Karenanya, “untuk
penanganan yang lebih efektif, praktis, tepat dan lebih dipertanggungjawabkan
sesuai wewenang yang ada berdasarkan konstitusi, Presiden memegang langsung
pimpinan Kopkamtib”. Tegasnya, tambah Sekretaris Negara, Pangkopkamtib langsung
di tangan Presiden.
Dalam
keputusan Presiden selanjutnya, semenjak 18 Januari ini “meniadakan Asisten
Pribadi Presiden (Aspri)”. karena “Kepala Negara memandang keadaan sekarang
tidak perlu lagi ada jabatan Aspri”. Dengan demikian, menurut Sudharmono, para
Aspri selama ini dikembalikan ke jabatan-jabatan mereka yang lain. Mayjen Ali
Murtopo ke Bakin Mayjen Sujono Humardhani sebagai anggota DPR/MPR dan Mayjen
Suryo kepimpinan Hotel Indonesia. Demikian pula halnya, Jenderal Soemitro tetap
memangku jabatannya sebagai Wakil Panglima ABRI. Tetapi untuk penyesuaian
organisasi selanjutnya jabatan Pangkopkamtib yang telah dipegang Presiden
Soeharto, Kepala Negara juga telah menunjuk Laksamana Sudomo sebagai Kepala
Staf Kopkamtib.
Kopiah
hitam. Pertemuan Kepala Negara selanjutnya berlangsung dengam pimpinan-pimpinan
Golkar, Partai Persatuan, Partai Demokrasi Indonesia dan pimpinan DPR. Hadir
dalam pembicaraan yang hampir memakan waktu 2 jam ini adalah Amir Murtono,
Martono, Drs Murdopo dan Amirmahmud dari fihak Golongan Karya lalu HMS
Mintareja SH, KH Masykur, Th Gobel dari Partai Persatuan Sabam Sirait, Ahmad
Sukartawijaya dan Murbantoko dari fihak Partai Demokrasi Indonesia sementara
dari fihak pimpinan DPR adalah KH Idham Chalid, Domopranoto, Sumiskum, J. Naro
dan Isnaeni, Kepada pers, Amir Murtono menilai pertemuan itu sebagai
“konsultasi rutin”. Di sini Presiden meminta tanggapan-tanggapan serta
saran-saran dari ketiga kekuatan sosial itu, terutama dalam menghadapi Repelita
II. Dari sini, pembangunan 5 tahun tahap II kelak “tidak saja tanggung jawab
pemerintah, tetapi scgala sesuatu nya adalah tanggungjawab bersama”. Hal yang
lebih penting lagi dikemuka kan oleh ketua DPP Golkar adalah menyangkut
pengamanan Repelita II. “Tidak ada persoalan bagi kita, sebab pengamanan
terakhir di tangan Presiden sendiri” kata Amir yang hari itu memakai kopiah
hitam.
Hari
Senin itu juga Presiden Soeharto menerima Kepala Bakin baru dan yang lama dan
sekaligus melangsungkan serah terima. “Kan sederhana, tidak usah ramai-ramai”
kata Letjen Sutopo Yuwono. Kepala Bakin baru, Mayjen Yoga Sugama setelah itu
menyambung: “Masalah di Indonesia cukup berkembang” yaitu selama 2 tahun
ditinggalkannya sebagai Wakil Kepala Perwakilan Rl di PBB. Sampai hari itu
belum diperoleh kepastian jabatan apa yang akan dipegang oleh Letjen Sutopo
Yuwono.
Yang
Bebas, Yang Bubar
Penahanan
terhadap orang yang dicurigai sebagai penggerak malari terus dilakukan agar
masyarakat tidak gelisah, Laksus Pangkopkamtib Jaya membubarkan Kappi dan Kapi
karena terlibat peristiwa malari.
DARI
sekitar 700 orang yang telah ditahan sehubungan dengan peristiwa 15 Januari,
hingga ujung pekan lalu 21 orang telah dibebaskan. Kepala Penerangan Hankam,
Brigjen Sumrahadi mengungkapkan bahwa “akhir-akhir ini pemerintah terpaksa
melakukan penahanan-penahanan terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai penggerak
peritiwa 15 Januari”. Diakuinya pula tindakan serupa dilakukan juga terhadap
pelaku-pelaku pembakaran, perusakam perampokan serta penggarongan selama
huru-hara tadi berlangsung. Sambil mengharap agar dengan adanya
penahanan-penahanan itu masyarakat tidak gelisah, Kepala Puspen Hankam itu juga
mengingat bahwa tindakan tadi dimaksudkan “untuk mendidik mereka, terutama
generasi muda, agar berani bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan yang
mereka lakukan”. Selain itu, bagi pemerintah “untuk mendalami latar belakang
peristiwa yang telah menimbulkan banyak kerusakan bagi bangsa dan negara baik
materiil maupun idiil”.
Tetapi
sementara itu Sumrahadi mengungkapkan juga bahwa walaupun mereka yang ditahan
sudah berangsur dilepas, namun “penangkapan akan terus berlangsung untuk
mengusut serta memperjelas persoalannya dan demi cepatnya penyelesalan masalah
yang sangat berbahaya ini”. Dijanjikan untuk segera melakukan pemeriksaan
secara intensif meskipun dengan demikian dari hasil-hasilnya mungkin akan
terpaksa dilakukan penahanan-penahanan baru. Dalam hubungan ini, menjawab
pertanyaan, Kepala Penerangan Hankam tadi membenarkan adanya oknum-oknum bekas
PSI dan Masyumi sebagai dalang kejadian itu “namun tidak berarti sisa-sisa
G.30.S/PKI dan golongan-golongan lainnya tidak ikut mendalangi”. Kalau
dikatakan, ucap Sumrahadi pula, bahwa peristiwa itu didalangi sisa-sisa PKI,
mungkin masyarakat akan bosan mendengarnya, “lagi-lagi sisa-sisa G.30.S/ PKI
yang dikambing-hitamkan”.
Di
bawah pengawasan. Masih dalam hubungan dengan huru-hara pertengahan Januari itu
sejak 23 Januari tadi Laksus Pangkopkamtib Jaya telah membubarkan KAPPI dan
KAPI. Dasar dan pertimbangan pembubaran itu adalah karena “terdapat
petunjuk-petunjuk di mana organisasi KAPPI dan KAPI turut terlibat sebagai
penghubung dan penggerak yang mendatangi sekolah-sekolah bertalian dengan
jalannya kegiatan demonstrasi yang mengakibatkan terganggunya stabilitas
keamanan dan ketertiban”. Dalam keputusan itu juga dinyatakan “semua tempat
tinggal yang digunakan sebagai basis-basis kegiatan yang berupa kantor markas
dan lain-lainnya berada di bawah pengawasan Laksus Pangkopkamtib Jaya”. Yaitu
sebanyak 6 buah kantor atau markas yang sejak tahun 1966 dikuasai kedua
organisasi tersebut. Dari fihak lain, 11 buah sekolah lanjutan atas yang sejak
terjadinya huru-hara tadi dinyatakan ditutup, sejak hari Senin ini tadi
diperkenankan dibuka kembali. Adapun universitas-universitas dan
perguruan-perguruan tinggi, baru tanggal 1 Pebruari ini tadi dibuka kembali,
barangkali sebagai salah satu keputusan Menteri P & K setelah mengadakan
pertemuan dengan rektor-rektor seluruh Jakarta belum lama ini.
09
Februari 1974
300
dari 500
SUDAH dapat dipastikan pada akhirnya
pelaku-pelaku penting peristiwa 15 Januari akan dihadapkan ke sidang pengadilan
Dari jumlah 500 orang yang telah ditahan, ada sekitar 300 orang di antaranya
yang menurut sumber-sumber PAB sedang dalam proses pemeriksaan untuk dikirim ke
meja pengadilan. Mereka ini terdiri dari berbagai golongan, seperti mahasiswa,
pelajar dan pencoleng. Tetapi dalam waktu dekat ini dapat diperkirakan jumlah
tadi akan terus bertambah, apabila diingat dalam minggu lalu saja Pusat
Penerangan Hankam mengumumkan adanya “penangkapan-penangkapan lanjutan terhadap
sejumlah oknum-oknum yang terlibat di dalam peristiwa demonstrasi dan
pengrusakan” tadi. Menurut berbagai pemberitaan, penangkapan lanjutan itu
dilakukan terhadap 10 orang, seorang di antaranya oknum ABRI. Dan seperti
sebelumnya pernah diungkapkan Brigjen Sumrahadi — Kepala Penerangan Hankam —
bahwa Pemerintah/Kopkamtib akan terus mengadakan penahanan-penahanan, tidak
mustahil tindakan serupa dilakukan pula di berbagai daerah dalam hubungan yang
sama. Masih dalam hubungan dengan peristiwa huru-hara itu, pada saat semua
perguruan tinggi dan universitas di Jakarta mulai dibuka kembali Jumat pekan
lalu dalam waktu yang sama Mayjen C.H. Mantik selaku Laksus Pangkopkamtibda
Jaya melangsungkan pertemuan dengan sejumlah guru-guru SLP dan SLA wilayah
Jakarta. Setelah mengurai-kan peristiwa keributan itu sendiri, Pangdam Jaya itu
menjelaskan pula maksud tindakan pemerintah yang telah menutup sekolah-sekolah
untuk beberapa hari lamanya. Tentang 11 SLA yang baru kemudian diperkenankan
dibuka kembali, menurut Mantik adalah karena masih diperlukan penelitian serta
pengusutan lebih lanjut. Sebab dalam penyelidikan ternyata tidak sedikit
pelajar dari sekolah-sekolah tadi yang terlibat langsung dalam
pengrusakan-pengrusakan. Tidak lupa diungkapkan beberapa nama pelajar dan
sekolah-sekolah mereka, berikut oknum-oknum yang bertindak selaku penghubung
antar pelajar, sebelum maupun ketika peristiwa terjadi. Kuda. Yang terpenting
menurut Mayjen Mantik adalah bahwa peristiwa 15 Januari itu bertendens politik
dan para mahasiswa serta pelajar telah sempat menjadi kuda tunggangan golongan
tertentu. Karena itu sudah tentu Pangdam Jaya meminta perhatian para pengajar
agar memberi bimbingan sebaik-baiknya kepada anak-anak didik mereka. Dengan
demikian diharapkan anak-anak muda itu dengan mudah dapat dikuasai guru-guru mereka
sehingga tidak begitu saja mudah terlibat dalam soal-soal yang tidak ada
hubungan dengan dunia pendidikan. Berbincang tentang anak-anak muda, barangkali
secara kebetulan pada hari yang sama pula Menteri Negara Kesra Soenawar
Sukowati menerima hasil karya kelompok kerja Pembina Generasi Muda. Upacara
yang dihadiri juga oleh wakil-wakil dari berbagai instansi serta departemen
yang turut menangani pembinaan generasi muda — seperti Ditjen Pemuda, Deppen,
Departemen Agama, Sosial dan Bappenas — tampaknya sceara tidak langsung
merupakan pertemuan lanjutan Pembina Generasi Muda semenjak terbentuk belum
lama ini. Dengan mengutip konsep pembinaan itu, menurut Soenawar badan ini
bertujuan membina generasi muda yaitu pembentukan manusia seutuhnya, berpribadi
dan berkemamuan, bermoral Pancasila dan bersedia memberi sumhangan
sebesar-besarnya pada tugas kewajiban terhadap masyarakat dan negara. Untuk
mencapai ini maka terlihat bahwa untuk bagian terbesar terletak dalam bidang
pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Menteri
Kesejah-teraan Rakyat tidak lupa menjanjikan bahwa dalam Pelita II kelak
pemerintah akan lebih meningkatkan pembinaan generasi muda ini dalam bentuk
pemberian peranan pada pemuda remaja dalam pembangunan. Kemudian disebutkan
pula kesempatan atau forum-forum yang akan diherikan pemerintah kepada golongan
muda untuk mengadakan komunikasi produktif, tetapi sehat dan tertib di antara
mereka sendiri serta antara pemerintah dengan generasi muda.
10
Agustus 1974
Hari
Pertama Untuk Hariman
TIBA-TIBA terdengar bunyi “dor!” Waktu itu
majelis hakim sudah meninggalkan ruangan. Suara yang mengejutkan itu
menyebabkan para petugas bertindak mengambil posisi. Tembakan pistol? Bukan.
Hanya sebuah lampu perlengkapan awak TVRI, yang memotret jalannya pengadilan
itu, pecah. Dari kejadian kecil ini tampak, betapa tindakan pengamanan sidang
pengadilan Hariman Siregar di hari pertama Kamis pekan lalu itu cukup matang
disiapkan. Hampir 2 batalion polisi, termasuk anggota brigade satwa yang
menuntun anjing pelacak, siaga dengan tanda-tanda khusus. Walaupun Jaya Siaga —
latihan pengendalian huru-hara, 30 Juli — diumumkan tidak dalam rangka
pengamanan sidang pertama “Peristiwa 15 Januari” itu, ternyata hasil latihan
itu cukup baik untuk menertibkan sekitar 2000 orang yang membanjiri sidang
Hariman Siregar. Bung Tomo Mulai jam 06.30 pagi — 2 1/2 jam sebelum sidang
dibuka — memang orang sudah mulai berusaha mendapatkan tanda masuk ruang
sidang. Di antaranya Bung Tomo, tokoh 10 Nopember 1945 itu, yang seorang anaknya
— Bambang Soelistomo — kini termasuk mahasiswa UI yang ditahan dan disebut
sebagai salah satu saksi perkara ini. Sejam sebelum sidang dimulai, gedung
pengadilan terbesar di Jakarta itu sudah tak kuasa lagi menampung pengunjung.
Tidak nampak ada pejabat yang hadir. Rektor Universitas Indonesia, Prof. Mahar
Mardjono, berhalangan rupanya untuk menyaksikan langsung pembukaan proses bekas
Ketua Dewan Mahasiswa UI itu walaupun ia telah berhasil menyampaikan permintaan
Hariman untuk memperoleh para pembela. Tapi rombongan dari Universitas
terkemuka ini sejam sebelumnya sudah tampak di ruangan, antara lain Pembantu
Rektor III, Dr. Budi Swasono, menantu bekas Wakil Presiden Bung Hatta. Para
mahasiswa UI sudah tentu banyak yang hadir, di dalam maupun di luar ruangan
sidang. Begitu pula para mahasiswa dari Bogor dan Bandung, selain Jakarta — dan
juga kalangan pelajar, yang di sana-sini kelihatan dengan celana mereka yang
pendek. Dari keluarga Hariman yang tampak hadir hanya abangnya, Marhum Siregar
Isterinya masih dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, dikabarkan sa- kit kuning,
setelah 2 minggu sebelumnya melahirkan anak kembar yang meninggal dunia. Ayah
Hariman juga jatuh sakit, dirawat di RS Cikini. Mertuanya, Prof. Sarbini,
termasuk dalam daftar orang yang ditahan. Dalam keadaan seperti itu, pemuda 24
tahun yang satu tahun lagi seharusnya jadi dokter ini tampak tenang-tenang saja
sebagai tertuduh. Ia bahkan senyum sembari mengacungkan kedua jarinya membentuk
huruf “V” kepada beberapa wartawan yang mempotretnya ketika ia menuju ke kamar
kecil selama menunggu sidang dibuka. Ia tiba di sana pagi sekali, 06.30, dalam
mobil tahanan polisi dengan iringan 2 jeep pengawal dan melihat orang sudah
berkerumun menantinya. Ia melontarkan senyum lebar kepada mereka. Jaket Kuning
Di depan meja hijau, menghadapi para hakim yang dipimpin oleh Hakim .H.
Siburian (anggota: Hakim Bremi dan Hungudidjojo) yang bertoga hitam. Hariman
mengenakan jaket kuning jaket Alma Maternya, yang belum 10 tahun yang lalu
masih merupakan lambang perlawanan mahasiswa terhadap pemerintahan Sukarno.
Beberapa meter di sebelah kmannya duduk 4 orang pembelanya — para anggota
PERADIN yang diminta fihak UI untuk menjadi advokat tertuduh. Mereka ini satu
Almamater dengan Hariman (dan juga se-Alma Mater dengan Hakim Ketua). Mereka
adalah S. Tasrif, Jamaluddin Dr. Singomangkuto, Nursean dan T. Sianturi, yang
baru dalam kesempatan itu bisa bertemu dengan tertuduh. Karena hal inilah team
pembela menyatakan kepada hakim, “Kami menyayangkan bahwa sepanjang pengetahuan
kami selama berada dalam tahanan tersangka tidak pernah mendapat kesempatan
untuk menghubungi dan meminta bantuan Penasehat Hukum, sekalipun hal itu adalah
haknya berdasar pasal 36 UU (Pokok Kekuasaan Kehakiman)”. Hariman sendiri dalam
sidang hari pertama itu mengatakan, bahwa ia selama ini tidak sempat bertemu
dengan pembelanya. “Baru sekarang saya kenal”, katanya, kesempatan menghubungi
pembela juga dinyatakannya iak pernah diperolehnya. “Waktu saya ditangkap,
istilahnya diamankan . . . tidak disebut-sebut untuk dibawa ke pengadilan”.
Maka baik pembela maupun tertuduh meminta pengunduran persidangan. Dan Hakim —
yang menjanjikan proses yang adil (fair trial) — menyetujui untuk menunda
sidang sampai 12 Agustus nanti. Hanya permintaan Hariman agar beberapa orang saksi
hadir dalam persidangan tidak disetujui Hakim. Tetapi seperti yang disampaikan
dalam tuduhan jaksa, dalam pengadilan Hariman ini akan diajukan 34 orang saksi.
Yaitu Postdam Hutasoit, Tisnaya Kartakusuma, Leonard Tomasoa (tiga di antara 10
orang anggota DM-UI yang pernah dipecat Hariman), Theo L.Sambuaga, Gurmilang
Kartasasmita (keduanya wakil Ketua DM-UI), Judil Hery Justam (bekas Sekjen
DM-UI yang kemudian menggantikan Hariman), Djarot Santoso PS, Sarwoko, Arifin
Simandjuntak SH, Jesse Arnold Monintja, Jusuf Albert Ramis, Polecarpus da
Lopez, Pataniari Siahaan, Remi Jesaja Leimena, Japie Lasut, Abdul Salim
Hutadjulu, Slamet Effendy Jusuf, Firdaus Basuni, Jusul Muhammad, Nasroen
Jasabari, Musib Tampubolon (eks-ketua DM-ITB), Hatta Albanik (eks-ketua DM-UNPAD)
Benny Soediro PS, Eko Djatmika, John Pangemanan, Togar Hutabarat, Abdul Sani
Hutadjulu, Ardjuna Ganesha Siahaan, L. Sima Premare, Drs. Ashadi Siregar, Drs.
Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Syahrir S E, Drs. Yuwono Sudharsono MA dan Bambang
Soelistomo. Tak Ada Hubungan Walaupun tersingkap juga bahwa di antara kerumunan
para pengunjung sidang hari pertama itu sempat beredar pamflet gelap tetapi
sidang itu berakhir dengan tenang. Kastaf Kopkamtib di samping menjanjikan akan
mengusut terus selebaran-selebaran serupa itu, juga berterimakasih bahwa tidak
terjadi kericuhan yang mengganggu kelancaran sidang. Agaknya hal ini sesual
dengan harapan pemerintah yang dari jauh-jauh hari sudah memperingatkan segenap
lapisan masyarakat untuk tetap menjaga ketenangan dan “tidak melakukan
tindakan-tindakan yang dapat mempengaruhi pendapat para hakim dalam memutuskan
perkara itu. Di samping bahwa pengajuan Hariman sebagai terdakwa pertama
“karena secara teknis pemeriksaan perkaranyalah yang paling cepat dapat
diselesaikan” — seperti diungkapkan Jaksa Agung Muda Soehali Soemosubroto —
juga menurut Menpen Mashuri penyidangan ini akan “mengingatkan kita semua bahwa
suatu aspirasi yang hidup dalam masyarakat hendaknya disalurkan sesuai dengan
aturan-aturan yang sudah ditetapkan”. Hal yang kira-kira serupa telah diucapkan
juga oleh Pangkowilhan II Jawa-Madura, Letjen Widodo pada hari sidang
berlangsung di hadapan rektor-rektor dan para pimpinan Dewan Mahasiswa
universitas Negeri dan Swasta di Jakarta. Tetapi tentang pertemuan itu dan
kunjungannya ke Jakarta menjelang dan pada hari persidangan, Widodo juga
menuturkan “samasekali tak ada hubungunya dengan persidangan peristiwa Malari.