Musibah bagi Golongan Menengah (Peristiwa MALARI 74)


Tempo 26 Januari 1974. 15 januari 1974 terjadi demonstrasi mahasiswa yang tidak senang modal & tingkah laku pengusaha Jepang di Indonesia. Diikuti huru-hara yang didalangi eks tokoh PSI & ditunggangi eks Masyumi. (nas)

DI tengah suasana masih tegang dan belum menentu, sekitar jam 16.30 hari Rabu 16 Januari minggu lalu gubernur Ali Sadikin muncul di kampus UI jalan Salemba Jakarta. Ia nampak lesu dan wajahnya yang jauh dari bayangan gembira memantulkan keletihan yang sangat. “Jakarta sudah dalam keadaan lumpuh dan kritis” kata Ali Sadikin di tengah beberapa pimpinan mahasiswa UI yang mengitarinya. “Pengrusakan-pengrusakan sudah berjalan dua hari. Sekarang apa rencana mahasiswa selanjutnya” Ketua Dewan Mahasiswa UI Hariman Siregar yang nampak tak kurang lelahnya menjawab: “Kami sendiri sedang kebingungan. Kejadian ini sama-sekali di luar dugaan kami”.

Bengis & Histeris

Di luar atau di dalam dugaan sebelumnya, selama dua hari minggu lalu Jakarta tiba-tiba dilanda huru-hara – barangkali terbesar dan terluas yang pernah terjadi di kota ini di masa damai. Demonstrasi mahasiswa yang semula dimaksudkan sebagai pernyataan ketidak-senangan mereka terhadap modal asing terutama modal Jepang serta tingkah-laku para pengusaha Jepang di Indonesia dalam rangka menyambut kunjungan PM Tanaka dengan poster dan pamlet pagi Selasa 15 Januari, menjelang tengah hari tiba-tiba berkembang menjadi gelombang aksi massa yangluas dengan pembakaran atau pengrusakan kendaraan-kendaraan terutama buatan Jepang, bangunan-bangunan dan toko-toko. Kendaraan-kendaraan bermotor yang dibakar tidak hanya milik perorangan dan swasta tapi juga milik pemerintah bahan beberapa di antaranya milik ABRI. Dan aksi pengrusakan dan pembakaran ini masih berlanjut sampai petang hari tanggal 16 Januari keesokan harinya. Dari segi kelumpuhan yang ditimbulkannya terhadap kehidupan di ibukota, orang agaknya bisa membandingkannya dengan lumpuhnya kota Paris akibat huru-hara di sana di bulan Mei tahun 1968. Dan ketegangan yang dirasakan penduduk Jakarta minggu lalu, tak ubahnya ketegangan yang dialami penduduk kota Peking ketika huru-hara yang pecah dari Universitas Peking di masa puncak Revolusi Kebudayaan di sana. Untuk pertama kalinya memiliki barang-barang buatan Jepang terutama kendaraan bermotor bagi orang Jakarta minggu lalu merupakan beban fikiran yang menyiksa dan semacam dosa. Dari daerah Glodok di Utara sampai jalan Sudirman dan Matraman di Selatan, dari daerah Roxy di sebelah Barat sampai Cempaka Putih dan Jakarta By-pass di sebelah Timur, asap naik bergulung-gulung menghitami angkasa Jakarta yang murung. Massa yang umumnya terdiri dari pemudapemuda tanggung dengan pakaian lusuh tak teratur — bahkan banyak di antaranya compang-caml?inc, entah dari mana datangnya — seakan digerakkan menggantikan peranan mahasiswa yang setelah bubar appel di Universitas Trisakti, pulang ke kampus masing-masing. Kemudian, gelombang demi gelombang massa muncul dengan wajah bengis dan teriakan-teriakan histeris — kadang-kadang memang bernada anti-Jepang -menjelajahi jalan-jalan raya melakukan pengrusakan-pengrusakan dan pembakaran-pembakaran sepanjang jalan yang dilaluinya.

Wanita-Wanita Digerayangi

Dalam situasi kacau dan anarkhi ini jatuhnya korban-korban memang tak mungkin dielakkan, baik karena terkena peluru nyasar pctugas keamanan, terkena pecahan kaca, kena lemparan batu, tercakar anjing yang dilepaskan oolisi atau karena terinjak-injak. Menteri Hankam/Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Panggabean dalam keterangannya di depan DPR hari Senin kemarin menyebutkan jumlah korban dalam kerusuhan selama 2 hari minggu lalu: 11 orang meninggal, 17 orang lukaluka berat dan 120 orang luka-luka ringan. Di antara yang luka-luka juga terdapat sejumlah anggota ABRI. Korban terbanyak agaknya terjadi pada hari pertama kerusuhan. Ketika petugas-petugas melepaskan tembakan-tembakan gencar di jalan Salemba untuk membubarkan orang yang masih memadati jalan meskipun hari sudah jam 20.00 – sudah berlaku jam malam — sedikit nya 2 orang tertembak dan tewas seketika di depan Departemen Pertanian. Sampai tengah malam kedua mayat tersebut masih tertumpuk di bagian belakang sebuah jeep Toyota B-9151 P milik PT. Pertamina Tongkang yang pecah kaca belakang sebelah kirinya. Salah seorang menurut KTP-nya bernama Maryo, umur 17 tahun, agama Islam, pekerjaan Pembantu dan beralamat Salemba Utan Kayu. Yang seorang lagi dari sakunya diketemukan sehelai surat tugas sopir PT Pertamina Tongkang untuk mengantar 6 orang karyawan perusahaan tersebut. Baru jam 01.00 pagi kedua mayat itu diangkut oleh ambulans 118 dari RS Tjipto sedang jeep tersebut kemudian dihidupkan oleh seorang anggota Polantas dan menghilang bersama ambulans itu. Salah seorang di antara yang tewas, dengan seperempat bagian kepala berikut sehelai telinga kanannya lenyap — ia kena peluru sekitar jam 19.00 di daerah Senen dan kemudian diangkut ke mesjid UI sebelum kemudian dipindah ke kamar mayat RSTM, ternyata mengantongi 10 buah koin judi kasino masingmasing bernilai Rp 5.000 serta sebuah jam tangan Rolex di sakunya. Dari sakunya tidak ditemukan lagi tanda pengenal.

Tapi sementara korban-korban berjatuhan, tak kurang pula jumlahnya para copet dan garong yang memanfaatkan keadaan. Fihak penerangan Laksus Kodam Jaya minggu lalu mengumumkan tidak kurang dari 200 orang telah ditangkap karena melakukan perampokan justru pada saat toko-toko sedang terbakar di berbagai pusat kekacauan. Bahkan pagi Sabtu minggu lalu pasukan dari Kodam Jaya secara tiba-tiba telah melakukan razia dari rumah ke rumah penduduk di daerah Setia Budi. Dicurigai banyak pemuda-pemuda dari daerah tersebut telah melakukan pencolengan-pencolengan dari daerah gedung-gedung jalan Blora yang dirusak dan gedung Astra di Jalan Sudirman yang dibakar pada hari Rabu malam. Di beberapa tempat bahkan terlihat kelompok-kelompok pemuda menggerayangi tubuh wanita-wanita yang terkepung tak berdaya di tengah-tengah massa.

Krama Yudha Mitsubishi

Pengrusakan dan pembakaran-pembakaran oleh massa bukanlah baru pertama kali ini terjadi di Jakarta. Beberapa hari saja setelah peristiwa G 30 S/PKI di tahun 1965 misalnya — masih jauh hari sebelum adanya gerakan mahasiswa dan pemuda pelajar yang kemudian dikenal sebagai KAMI dan KAPPI – juga terjadi pembakaran-pembakaran dan pengrusakan-pengrusakan terhadap berbagai bangunan di Jakarta. Tapi waktu itu hal itu hanya dilakukan oleh kelompok-kelompok massa pemuda yang amat terbatas jumlahnya yang bergerak secara spontan dan sasarannya semata-mata adalah rumah-rumah atau bangunan milik (tokoh-tokoh) PKI, atau oang-orang yang dikenal sebagai simpatisan PKI. Bahkan alsi massa yang digerakkan oleh partai-partai kiri di masa konfrontasi dengan Malaysia terhadap harta-benda dan gedung-gedung kedutaan Inggeris dan Malaysia serta tempat-tinggal diplomat-diplomat kedua negara tersebut agaknya tidaklah sampai menimbu]kan akibat dan kerugian sebesar yang telah ditimbulkan huru-hara 2 hari di Jakarta minggu lalu. Dalam penjelasannya di hadapan guru-guru se-Jakarta Raya yang juga dihadiri oleh Wapang Kopkamtib Laksamana Sudomo serta Muspida Jakarta di gedung Jakarta Theater Sabtu pagi minggu lalu, gubernur Ali Sadikin menyebut kerugian-kerugian: 522 buah mobil 269 di antaranya dibakar, 137 buah motor 94 buah di antaranya dibakar, 5 buah bangunan dibakar ludes termasuk 2 blok proyek Pasar Senen bertingkat 4 serta gedung milik PT Astra di jalan Sudirman sementara 113 buah bangunan lainnya rusak. Di samping itu masih tercatat kerusakan yang dialami oleh 4 buah perusahaan antaranya pabrik minuman Coca Cola di Cempaka Putih. Tapi Jenderal Panggabean yang berbicara di depan sidang pleno DPR hari Senin kemarin malahan menyebut angka-angka yang lebih besar dari angkaangka yang disebut oleh Ali Sadikin.

Menurut Jenderal Panggabean, dalam huru-hara selama 2 hari minggu lalu sebanyak 807 mobil dan 187 motor rusak atau hancur, 144 buah gedung rusak atau terbakar dan 160 kilogram emas hilang.

Tapi berapa jumlah kerugian itu jika dinilai dengan uang, masih belum diketahui dan agaknya tak pernah akan bisa diketahui dengan pasti. Terbakar nya dua blok bangunan proyek Pasar Senen itu saja misalnya, tidak hanya menimbulkan kerugian gedung yang di tahun 1967 dibangun dengan biaya 2,7 milyar rupiah, tapi juga menghanguskan seluruh isi 700 buah toko di dalamnya, 3 buah bank – Bank Bumi Daya, BNI 46 dan Bank Pembangunan Daerah Jaya — sebuah nite club, sebuah tempat mandi-uap, fasilitas main bowling, unit perkantoran PT Pembangunan Jaya serta sejumlah anak-anak perusahaannya berikut segala peralatan dan arsif-arsif, Taman Ria tempat rekreasi anak-anak di tingkat atap. PT Astra di samping kerugian puluhan mobil baik dibakar maupun rusak, juga sebuah gedung dibakar dan tiga lainnya-di jalan Nusantara, di jalan Kemakrnuran dan sebuah lagi sedang dibangun dijalan Kramat Raya — rusak. Di Kramat Raya juga, Pertamina Unit III yang diapit-apit oleh Komwil 71 dan sebuah kantor suatu kesatuan Angkatan Darat mengalami pengrusakan hebat di hari Kamis di samping puluhan mobil yang memang sengaja di pool di sana karena tak mungkin lagi dibawa pulang rusak atau dibakar. Semua rumah hiburan malam dan mandi-uap di jalan Blora beberapa di jalan Nusantara serta Hayam Wuruk dan Gajah Mada rata-rata mengalami kerusakan hebat. Cedung “berbau Jepang” yang berada di perlaluan massa tapi tak tersentuh adalah gedung PT Krama Yudha Mitsubishi di jalan TNnah Abang. Ini berkat tindakan “pengrusakan sendiri” yang dilakukan oleh para karyawannya terhadap merek perusahaan tersebut yang terpampang di depan, sehingga ketika massa datang gedung yang memanjang massa yang liwat di sana mengira gedung tersebut sudah mengalami kerusakan. Akal yang boleh juga.

Modal Jepang Vs Barat?

Kerugian yang lebih besar dari hitungan materiil tersebut, adalah akibat akibat yang timbul dalam kehidupan sehari-hari di ibukota. Huru-hara yang tak terduga-duga selama 2 hari itu telah membuat orang-orang tak dapat menunaikan tugasnya dengan lancar sampai dengan akhir minggu lalu karena kendaraan-kendaraan tak berani jalan. Kantor-kantor umumnya tutup apalagi toko-toko. Barang-barang kebutuhan sehari-hari yang biasanya masuk dari luar praktis terhenti – lebih lebih dengan adanya jam malam — sehingga mengakibatkan harga-harga kebutuhan sehari-hari tiba-tiba melambung. Aspek sosial yang menonjol sebagai akibat banyaknya toko-toko yang terbakar adalah banyaknya orang yang tiba-tiba kehilangan pekerjaan. Di toko-toko dalam dua blok gedung proyek Senen saja, “tidak kurang dari 3.500 orang kehilangan ekerjaan”, kata Santosa Tjiputra, pemilik toko Santosa yang juga menjadi ketua RW di sana kepada ketua Kadin Suoto Sukenaar, ketika yang terakhir ini mengunjungi tempat itu hari Sabtu yang lalu.

Dilihat dari akibat-akibat sosialnya yang lebih luas, aksi massa yang kalap minggu lalu bukan saja tidak sejalan dengan aspirasi yang menjadi tujuan perjuangan semula fihak mahasiswa, bahkan amat bertolak belakang. Aksi massa selama dua hari minggu lalu telah menimbulkan korban terbesar justru pada masyarakat golongan menengah dan golongan ba-ah. Mereka yang memiliki kendaraan-kendaraan buatan Jepang baik mobil apalagi motor, belum tentu bisa dikatakan tergolong keluarga yang hidup mewah dalam ukuran Jakarta. Kendaraan-kendaraan buatan Jepang adalah kendaraan yang termurah harganya dibandingkan dengan kendaraan buatan Eropa atau Amerika bahkan Australia merek manapun. Sementara mobil-mobil Mercy, Fiat, Holden, Peageut, Volvo dan berbagai merek mahal lainnya umumnya aman tak terganggu, mobil-mobil buatan Jepang seperti Mazda butut, Honda, Daihatzu ataupun Corrola diseret ke tengah dan dibakar atau dihancurkan. Akibatnya sementara mereka yang memiliki kendaraan buatan Jepang yang relatif lebih lnurah itu – apakah itu milik pribadi ataukah milik kantor — tiba-tiba kehilangan keberanian untuk memakai kendaraannya keluar. Yang masih berani ialah pemilik Vespa, yang harganya dua kali lipat harga sebuah motor Honda dengan bebas berkeliaran di tengah massa rakyat yang berjalan kaki. Itu tidak berarti mereka tidak cemas. Para pemilik mobil-mobil “non-Jepang” menempelkan kertas di kaca mobilnya bertulisan: Ini Mobil Buatan Australia, Ini Mobil buatan Jerman, Ini Mobil Buatan Italia.

Baik Menteri Hankam maupun Panglima Kopkamtib dalam pemyataannya minggu lalu menilai terjadinya aksi anti Jepang yang minggu lalu sebagai bagian dari satu gerakan politik “yang menuju ke arah makar”. Bahkan Aspri Presiden Mayor Jenderal Ali Murtopo dalam wawancara dengan sejumlah pers hari Senin secara lebih yakin lagi mengatakan, bahwa terjadinya huru-hara di Jakarta minggu lalu didalangi bekas tokoh-tokoh PSI dan ditunggangi hcka Masyumi untuk “merubah UUD 45 dan menggulingkan Pimpinan Nasional yang sah”. Kini keadaan sudah boleh dibilang normal di Ibukota. Jam malam sudah dihapuskan. Pemerintah jalan lancardengan keta. Tinggal soal bagaimana belajar dari pengalaman yang menakutkan itu dan orang tidak lagi bermain api.

Setelah Suasana Anarki
Presiden Soeharto mengadakan sidang khusus kabinet sesudah peristiwa Malari. Jendral Sumitro mengeluarkan 6 langkah penertiban. Sidang tersebut mengumumkan pengangkatan 2 Menteri & 12 Hakim Agung.(nas)
TIBA-TIBA saja perhatian penduduk Ibukota hari Kamis lampau beralih dari jalan-jalan raya di mana bangkai-bangkai mobil masih bergelimpangan, ke Istana. Beberapa saat setelah PM Jepang meninggalkan lapangan udara Halim Perdana Kusuma, secara mendadak Presiden Soeharto mengadakan sidang khusus Kabinet. Dugaan bahwa kabinet akan menelorkan keputusan yang lebih tegas dari “tindakan tegas dan tidak pandang bulu” seperti diumumkan Menhankam sehari sebelumnya, agak meleset. Sebelumnya, untuk mencegah buntut demonstrasi para mahasiswa menyambut PM Jepang di sekitar Halim Perdanakusuma, Senin malam diumum kan berlakunya jam malam dari jam 18.00 hingga jam 06.00 mulai hari Selasa 15 Januari. Bersamaan waktu nya, terhitung sejak 16 Januari semua sekolah dari tingkat Sekolah Dasar hingga Universitas dan Perguruan Tinggi dinyatakan ditutup. Larangan berkumpul dan berkelompok antara lebih dari 5 orang dikeluarkan pula, lengkap dengan sanksi-sanksinya.

Malam pertama mulai jam malam berlaku tampaknya belum banyak di patuhi. Sebab bukan saja karena hari Selasa malam itu justru pengrusakanpengrusakan masih memuncak hingga sekitar jam 22.00, tetapi juga karena warga Ibukota belum banyak mengetahui pengumuman larangan keluar rumah itu. Tetapi pada malam berikutnya, penangkapan-penangkapan terhadap mereka yang terlibat baik dalam demonstrasi sebelumnya maupun kerusuhan itu dilakukan. Di samping beberapa orang yang telah dilepas dan bakal ditangkap, hingga hari Sabtu lampau tercatat tidak kurang dari 20 orang yang masih ditahan. Mereka itu antara lain Fahmi Idris, Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Marsilam Simandjuntak, Prof. Sarbini Sumawinata, Hariman Siregar, Adnan Buyung Nasution, HJC Princen, dan f lmam Waluyo, Jusuf AR, Jessy Monintja di samping Louis Wangge, Yulius Usman dan lain-lain yang telah ditahan sebelum kerusuhan terjadi. Pada hari Sabtu pekan lalu juga tercatat beberapa nama anggota DPR dan tokoh-tokoh masyarakat yang kabarnya akan mendapat giliran penahanan pula. Dari mereka yang telah, sedang dan akan di amankan, tercatat pula beberapa nama pimpinan Dewan Mahasiswa yang telah mencela pengrusakan-pengrusakan lewat pernyataan mereka sehari setelah keributan berlangsung.

Proyek Senen. Penahanan-penahanan itu rupanya tidak terlepas dari pernyataan yang dikeluarkan Pangkopkamtib hari Rabu malam. “Keadaan telah memaksa kami yang telah sabar sampai batasnya terpaksa bertindak tegas dan di sana-sini dengan mempergunakan kekerasan” kata Jenderal Sumitro membacakan keputusan itu. Dan pernyataan ini kemudian diperkuat dari hasil sidang khusus Kabinet hari berikutnya dengan mengeluarkan 6 langkah penertiban. Yaitu: 1. Menertibkan pelaksanaan hakhak demokrasi, dengan jalan antara lain tidak membenarkan demonstrasi, menertibkan pemberitaan pers, menertib kan kehidupan universitas dan sekolah-sekolah agar tidak digunakan untuk kegiatan-kegiatan politik 2. Mencegah timbulnya tindakan-tindakan yang menjurus serta membuka peluang ke arah makar 3. Mengembangkan dan memantapkan saling pengertian antara pemerintah dengan DPR dan antara pemerintah. dengan kekuatan-kekuatan sosial politik yang bermanfaat bagi pelaksanaan kehidupan demokrasi Pancasila 4. Melakukan tindakan-tindakan pengusutan terhadap mereka yang bertanggungjawab atas terjadinya peristiwa-peristiwa itu berdasarkan hukum yang berlaku, 5. Menindak tegas siapapun yang melakukan tindakan-tindakan kekerasan melawan hukum seperti perampokan, pembakaran dan tindakan-tindakan kekerasan lainnya 6. Segera mengusahakan pulihnya kembali kehidupan di DKI Jaya, khususnya kehidupan ekonomi. Bertepatan dengan masa paceklik dewasa ini, maka usaha pelancaran peredaran bahan-bahan pangan dan bahanbahan kebutuhan pokok lainnya harus segera dilaksanakan. Untuk langkah yang terakhir ini, Gubernur Ali Sadikin hari Jumat menyerukan para pemilik toko dan bangunan yang rusak karena kerusuhan 15 Januari itu untuk memperbaikinya sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Ali Sadikin juga menjanjikan untuk segera merapikan kembali blok Proyek Senen yang dibangun sejak tahun 1969 dengan biaya Rp 2,6 milyar. Gubernur DKI Jaya juga telab memanggil dan memberikan penjelasan kepada para pejabat di lingkungannya temmasuk semua kepala sekolah SLP, SLA dan sekolah-sekolah umum yang ada di wilayahnya. Dari fihak Kopkarntib, untuk pengamanan dan pengusutan lebih lanjut, hari Kamis telah meminta seluruh Dewan Mahasiswa yang ada di Jakarta untuk membuat laporan tertulis mengenai segala sesuatu yang mereka lakukan pada ha ari demonstrasi 15 dan 16 Januari itu . Wapangkopkamtib Sudomo yang mengajukan hal itu ketika menerima kunjungan 9 Dewan Mahasiswa, mengingat kan para mahasiswa bahwa sebelum peristiwa itu terjadi “fakta-fakta telah menunjukkan bahwa mereka telah mengadakan rapat-rapat pada tanggal 14 Januari bertempat di UI yang bertujuan merencanakan demonstrasi yang benarbenar dilaksanakan 15 Januari”. Permintaan Laksamana Sudomo ini tampak nya untuk menilai kebenaran Rektor dan DM — UI sehari sebelumnya yang menyatakan tidak ada mahasiswa UI terlibat dalam aksi pembakaran dan perusakan itu.

Menteri Baru. Percaya bahwa keadaan Ibukota sudah tenang kembali, Menlu Adam Malik hari Jumatnya mengundang para Dubes dan Kepala Perwakilan Asing di Jakarta. Atas nama Pemerintah RI Adam Malik menjamin keselamatan pribadi para anggota korps diplomatik, sambil mengakui bahwa para anggota perwakilan itu pernah mengalami perasaan kurang enak atas peristiwa tadi. Meskipun begitu semenjak hari Kamis jam malam sudah dipersingkat dari jam 20.00 hingga jam 03.00, dan kemudian dipersingkat lagi mulai jam 11 malam lalu dihapus sama sekali sejak tanggal 21 Januari ini tadi. Dan sejak hari Senin kemarin seluruh sekolah telah dibuka kembali kecuali beberapa SLA yang diduga langsung terlibat, sementara seluruh universitas dan perguruan tinggi masih tetap belum diperkenankan memulai kuliah-kuliah lagi.

Tetapi dari sidang khusus Kabinet hari Kamis itu pula, diumumkan pengangkatan Dr Syarif Thayeb (Dubes Rl di AS) untuk menduduki jabatan Menteri P&K yang lowong semenjak meninggalnya Prof. Sumantri Esrodjonegoro. Dalam keputusan Presiden itu pula ditetapkan pengangkatan Prof. Muchtar Kusumaatmaja sebagai Menteri Kehakiman baru menggantikan Prof. Seno Adji yang telah diangkat menjadi ketua Mahkamah Agung. Sambil mengumurn kan pensiunnya Prof. Soebekti SH, ketua Mahkamah Agung yang lama, keputusan itu juga menetapkan 12 orang Hakim Agung pada Mahkamah Agung untuk melengkapi jumlahnya menjadi 17 orang di samping 5 orang Hakim Agung sebelumnya. Dengan dcmikian Hakim-Hakim Agung itu adalah: Prof. Seno Adji SH, Ahmad Sulacman Sutan Poloan, Djoko Sugianto SH, BRM’ Sosropranoto SH, Purwoto Suhadi Gandasubrata SH, Saldiman Wiriatmo SH, Dr Santoso l?udjosubroto SH, Syamsuddin Abubakar SH, Raja Siregar SH Brigjen Hendrotomo SH, Brigjen Kabui Arifin SH, Brigjen Purwosunu SH, Sri Widowati SH, Lumba Raja SH, Asikin Kusumaatmadja SH, Bustanil Arifin SH, dan Indroharto SH.

Setelah suasana anarki di Ibukota, tampaklah normalisasi keadaan kembali. Seraya mengadakan tindakan pengetatan di pelbagai bidang – termasuk pers-Pemerintah tamil sehai biasanya
Terserah Indonesia
Setelah adanya demonstrasi anti Jepang, Tanaka menyatakan perdagangan Jepang-Indonesia hanya meliputi 2 bilyun dollar AS, jadi terserah Indonesia mau lepas atau tetap kerjasama dengan Jepang.(nas)
TIDAK jelas adakah PM Kakuei Tanaka sempat menyaksikan bagaimana sesungguhnya tingkah laku pengusaha-pengusaha Jepang di Indonesia selama kunjungannya yang singkat dan penuh ketegangan minggu lalu. Tapi dalam percakapannya dehgan para wartawan Jepang yang menyertai kunjungannya itu, Tanaka konon mengatakan bahwa “kelakuan pengusaha Jepang terburuk di Indonesia ini”. Ohnuki Noboru Thai, wartawan Jepang dari Sankei Shinbun yang mengungkapkan hal tersebut kepada TEMPO minggu lalu sempat pula menyaksikan sedikitnya dua kali terjadi pertengkaran antara pengusaha Jepang dan Indonesia di restoran Mitsuyo. Restoran yang terletak di belakang President Hotel itu sempat juga minggu lalu diobrak-abrik oleh perusuh-perusuh yang menyerbu mengambil minuman dan makanan di sana. Gedungnya tidak dirusak, tapi pemiliknya – seorang wanita Jepang yang konon juga mempunyai restoran serupa di Bangkok — setengah mati ketakutan karena sebagian penyerbu itu membawa pentung dan golok.

Menurut Noboru, Tanaka juga menyatakan keheranannya mengapa kantor JAL di Jakarta misalnya harus satu pekarangan dengan gedung kedutaan. “Sikap eksklusif seperti itulah”, kata Tanaka kepada para wartawan Jepang itu, “yang harus dihilangkan selekas-lekasnya”. Perdagangan Jepang dengan Indonesia menurut Tanaka hanyalah meliputi sekitar 2 bilyun dollar AS — suatu jumlah yang tidak banyak artinya dibandingkan dengan jumlah seluruh perdagangan Jepang yang meliputi 90 bilyun dollar AS. Kenyataan ini konon telah membuat Tanaka mengambil sikap: terserah Indonesia mau lepas dari Jepang atau tetap mau kerjasama. Tidak diungkapkan bagaimana sikap pemerintah Indonesia dalam hal ini. Tapi agaknya patut di catat bahwa meskipun jumlah perdagangan itu taroklah baru hanya sebesar $ 2 bilyun, namun bagian terbesar dari padanya merupakan harga dari bahan yang paling penting dan amat dibutuhkan Jepang: minyak (lihat keterangan pers Tanaka).

Memberikan komentar atas demonstrasi-demonsrasi menyambut kunjungan Tanaka di Asia Tenggara, Noboru menyesalkan sebagai bangsa Timur tamu disambut dengan kerusuhan. Tapi khusus mengenai kerusuhan yang terjadi di Jakarta ia menyatakan: “Apa kah ini bukan tuntutan kepada pemerintah lndonesia sendiri, dengan menunggangi kedatangan Tanaka”. Ia menceritakan bahwa ia juga kebetulan berada di Bangkok ketika kerusuhan anti-Jepang berkecamuk di sana beberapa waktu berselang. “Tapi apa yang terJadi di Jakarta ternyata jauh lebih hebat”, katanya. Diakuinya, “mahasiswa Indonesia memang memiliki kekuatan yang lebih tangguh dibandingkan dengan mahasiswa di Thailand” yang dikatakannya “dibesarkan dalam feodalisme”.

Para wartawan Jepang — bersama-sama dengan seluruh awak pesawat khusus yang membawa Tanaka serta anggota Parlemen rombongan Tanaka — semuanya di tempatkan di President Hotel jalan Thamrin. Tapi malang bagi para wartawan itu, kerusuhan anti-Jepang yang terjadi di Jakarta selama kunjungan Tanaka itu telah membuat mereka tak bisa bergerak banyak. Mereka oleh panitia memang disediakan telex khusus untuk mengirim berita-berita ke luar. Tapi untuk keluyuran meninggalkan pekarangan hotel, fihak panitia tidak bisa menjamin keselamatan mereka. Akibatnya banyak dari acara-acara resmi Tanaka yang tidak dapat diikuti oleh para wartawan Jepang itu. Bahkan dalam jamuan makan malam ang diadakan Presiden Soeharto Selasa malam di Istana Negara, tak seorang pun di antara wartawan Jepang itu yang meng-hadirinya.

Sayur Di Jakarta
Harga bahan pokok di Jakarta sejak 15 januari naik Menteri Perdagangan akan membentuk pusat-pusat bahan pangan & gudang-gudang pendingin agar Jakarta tak tergantung dari daerah-daerah lain. (nas)
TIDAK hanya karena akhir-akhir ini dikenal sebagai “musim paceklik” dan penghujan, tetapi rupanya kejadian 15 dan 16 Januari meninggalkan sisa dalam bentuk kenaikan harga beberapa bahan pangan penting, terutama di Jakarta. Hanya untuk membicarakan soal sayur-mayur misalnya, Menteri Perdagangan Radius khusus menghadap Kepala Negara akhir minggu lalu. Urusannya tetap sama, musim hujan menyebabkan pengangkutan bahan pangan jenis ini agak macet masuk Ibukota, di samping para pedagang masih berfikir-fikir akibat kerusuhan tadi, sehingga sepanjang pekan lampau, “pemasukan sayur dari daerah Bandung hanya mencapai 50% dari jumlah kebutuhan yang normal”. Adapun soal bahan pangan lainnya. seperti terigu, garam, gula, minyak goreng dan beras serta minyak tanah, hampir serupa. Bahkan menurut Business News harga eceran minyak tanah dari para tukang pikul minggu lalu mencapai Rp 30 per-liter, dengan alasan pada agen sudah memasang tarif lebih tinggi dari sebelumnya.

Karena itu menurut Radius, khusus untuk melancarkan arus pangan ini di Jakarta, Departemen Perdagangan sedang mengkoordinir Perwakilan Deperdag, Dolog dan Dinas Perekonomian DKI Jaya. Termasuk pula dalam tugas team ini adalah memperbaiki beberapa pasar yang mengalami kerusakan karena malapetaka pertengahan Januari tadi. Kata Menteri Perdagangan, dalam rangka rehabilitasi itu pula akan mulai dikembang kan pembentukan pusat-pusat bahan pangan (food stations) dan gudang-gudang pendingin (cold storagesl Maksud nya cukup jelas, agar untuk memenuhi kebutuhan hampir 5 juta renduduk Jakarta di waktu-waktu mendatang tiak begitu tergantung lagi dengan daerahdaerah lain. Sebab seperti dalam soal sayur-mayur tadi saja, mulai akhir minggu lalu sebuah pesawat Hercules AURI setiap harinya harus mengangkut sayur dari Medan untuk Jakarta. Tentu saja bala bantuan begini tak dapat dipertahan kan terus, mengingat biaya angkutnya tinggi. Sehingga barangkali penduduk Jakarta harus menahan diri terhadap harga pasaran sayur yang akan tetap tinggi, selurang-kurangnya sampai melewati musim hujan dan menunggu hasil tanamnya kemudian.

Tanahpun Jadi Kokoh
Dalam pembicaraan PM Tanaka & Presiden Soeharto, untuk memperbaiki hubungan dagang antara 2 negara tersebut, Tanaka akan mendirikan badan kerjasma bantuan ekonomi. (nas)

DARI 68 orang yang diundang, tercatat 17 yang hadir. Tetapi tentulah mereka yang tidak datang pada jamuan makan malam menghormati kunjungan PM Tanaka itu bukan karena memboikot tamu negara itu. Yang pasti sisa dari 17 itu adalah para tokoh pemerintahan Indonesia yang secara langsung turun tangan mengamankan kerusuhan di hampir seluruh bagian Ibukota semenjak siang hari tanggal 15 Januari itu. Bahkan dari wajah mereka yang hadir suasana pembakaran kcndaraan dan bangunan-bangunan di luar terkesan, sekalipun sesekali diselingi senyum. Tanaka sendiri hanya ketika menyambut jabat-tangan Presiden Soeharto menyungging senyumnya.

Tetapi sehabis itu, keserba resmian meliputi seluruh dinner. Masing-masing fihak tampak mencoba menghilangkan kebisingan tembakan-tembakan petugas keamanan yang menghalau perusuh-perusuh di luar tembok Istana. Barangkali untuk inilah, sehingga dalam pidatonya Kepala Negara Indonesia masih mengucapkan “kunjungan Yang Mulia ke Indonesia dan ke berbagai negara Asia kali ini, sangatlah tepat waktunya”. Lebih dari ini, sebagai tuan rumah yang baik, Presiden Soeharto tetap memandang Jepang sehagai patner yang baik. “Jepang yang dewasa ini telah menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia dianggap mampu memainkan peranannya yang positif bagi kemajuan dan kesejahteraan Asia”, kata Kepala Negara Indonesia itu.

Badan khusus. Acara-acara kunjungan 4 hari PM Jepang itu tetap berjalan sebagaimana ditentukan, kecuali acara-acara di luar lingkungan Istana, seperti ziarah ke Kalibata dan kunjungan ke Wakil Presiden yang dibatalkan. Beberapa saat sebelum kerusuhan-kerusuhan mulai terjadi di sekitar halaman Istana, kedua kepala pemerintahan itu tetap melanjutkan pembicaraan resmi, meskipun berubah sifatnya dari pertemuan 4 mata menjadi perundingan yang disertai beberapa Menteri dan pembantu masing-masing fihak. Demikian pula upacara tukar-menukar tanda mata. Sebuah vaas bunga hijau muda, reproduksi lukisan-lukisan Jepang, buku Japan in Picture, sejilid tebal buku karangan Tanaka dan sebuah tas wanita adalah hadiah dari PM Jepang. Sebaliknya dari fihak Presiden Soeharto: seperangkat kursi ukiran Jepara dan sebuah tas perak bikinan Kendari. Hadiah ini masing-masing dilampiri foto kedua kepala pemerintahan.

Bagaimanapun juga kunjungan 4 hari PM Tanaka bukannya tanpa arti apa-apa. Dalam beberapa kesempatan, baik ketika melangsungkan pembicaraan resmi dengan Presiden Soeharto maupun yang dilontarkannya di hadapan pers sehari sebelum dia meninggalkan Indonesia, secara bersungguh-sungguh sang tamu hendak meyakinlran fihak tuan rumah akan niatnya untuk berbaik-baik. “Saya ingin sekali mengelakkan keadaan buruk menjadi bertan1bah buruk karena kekurangan saling pengertian” ucapnya kepada para wartawan, yaitu sehari setelah peristiwa kerusuhan terjadi di bagian-bagian Jakarta. Untuk ini rupanya diketahuinya pula, semua berpokok-pangkal dari polah para pengusaha Jepang yang dirasakan sementara pengusaha Indonesia sebagai menjengkelkan. Seperti yang diungkapkan Menlu Adam Malik sehabis pembicaraan resmi antara kedua kepala pemerintahan itu, sang tamu menjanjikan untuk mendirikan badan khusus yang bernama Badan Kerjasama Bantuan Ekonomi. Badan ini dimaksudkan untuk membimbing pengusaha-pengusaha Jepang dan sekaligus menampung keluhan-keluhan fihak yang merasa dirugikan.

Patner. Meskipun demonstrasi dan kerusuhan yang menyambutnya hampir di luar dugaan, tetapi barangkali PM Jepang itu tidak hanya sekedar berbasabasi. Sebab justru dengan keributan keributan itu “akan saya pakai sebagai kesempatan untuk meminta perhatian orang-orang Jepang agar mereka meninjau kembali segala sesuatu yang ad pada diri mereka” kata Tanaka. Yang diketahuinya tetapi mungkin tidak sempat diucapkannya adalah bahwa para pengusaha dari negara-negara di mana orang-orang Jepang berdagang, selama ini sedikit sekali yang melemparkan keluhannya secara resmi, melalui Kedutaan atau Perwakilan Dagang Jepang yang ada misalnya. Sehingga kejengkelan-kejengkelan yang ada lebih banyak dihlap kan secara emosionil, sementara dari fihak pengusaha Jepang makin mengulah kelicikannya. Tetapi semua rupanya sudah serba terlanjur. “Kalau hujan turun, tanah pun jadi kokoh” kata Tanaka mengutip pribahasa Jepang sewaktu diminta para wartawan menanggapi demonstrasi-demonstrasi yang menyambut nya di berbagai negara. Tetapi akan benar-benar kokoh atau tidakkah tanah setelah disiram hujan kerusuhan yang cukup deras itu, dari segi kepcntingan ekonomi Jepang tampaknya juga sudah diperhitungkan sebagai kemungkinan. Berkata Tanaka: “Meskipun kita berusaha memelihara hubungan baik, kita tak dapat meral!lalkan apa yang akan terjadi nanti”. Sebab itu, katanya pula, kamipun sudah membicarakan kemungkinan penggalian bahan-bahan mentah di Uni Soviet.

Apakah dengan begitu dapat diartikan Jepang tidak sepenuhnya melihat Indonesia dengan kedua matanya? Mungkin juga. Sebab Tanaka sendiri mengutip angka-angka seperti yang pernah diungkapkan Menteri Emil Salim yang menggambarkan betapa kecilnya volume perdagangan kedua negara ini dibanding seluruh nilai niaga Jepang dengan negara-negara lainnya. Mengambil contoh tahun silam, menurut Tanaka, hanya US$ 2 milyar modal Jepang yang berlalu-lintas dengan Indonesia dari volume perdagangan luar negeri Jepang yang seluruhnya bernilai US$ 94 milyar. Dan memang bagi Jepang angka 2 milyar itu tak banyak artinya, meskipun bagi Indonesia yang sedang menumbuhkan diri akan bermakna sebaliknya. Tetapi lebih penting dari ini, rupanya bukanlah semata-mata terletak pada besar kecilnya nilai niaga kedua negara. “Kerjasama sebagai partner yang sederajat antara semua bangsa” kata Presiden Soeharto ketika mengadakan jamuan makan malam untuk sang tamu, “sungguh merupakan jawaban yang tepat atas masalah besar dunia dan kemanusiaan itu”. Dan Tanaka telah memengucapkan janjijanji untuk itu, malahan mungkin diulanginya kembali dalam pesawat helikopter yang membawanya bersama Presiden Soeharto dari Bina Graha menuju lapangan terbang Halim Perdanakusuma untuk kembali ke negerinya

Katakanlah Dengan Senyum
Tempo 19 Januari 1974. Para pimpinan mahasiswa berdialog dengan presiden. Ada diantaranya yang tidak puas karena apa yang diucapkan presiden tidak sama dengan kenyataan. Presiden menyatakan bahwa semua itu menjadi tanggungjawabnya.(nas)
BENAR juga, tak banyak yang luar biasa dalam dialog antara Presiden Soeharto dengan para pimpinan mahasiswa hari Jumat lalu. Di satu fihak para mahasiswa dengan setengah tak sabar cukup bernafsu menumpahkan segala uneg-uneg selama ini. Di lain fihak Kepala Negara sadar bahwa ikhwalnya tidak semudah yang dike-hendaki anak-anak muda tadi. Tetapi barangkali pertemuan itu bukannya tanpa manfaat. Sebab seperti diungkapkan ketua DM-UI Hariman Siregar, pertemuan itu sendiri positip, apalagi menurut Presiden “adalah tugas mahasiswa untuk memberi fikiran-fikiran sebagai pewaris masa depan”. Dan Muslim Tampubolon, ketua DM –ITB, merasa puas “kalau dialog itu merupakan langkah permulaan” tetapi akan tidak berarti apa-apa” kalau tak ada perubahan selanjutnya”. Lebih dari itu, dengan dialog itu pula agaknya hapuslah soal “mau mengganti Soeharto” seperti yang dituduhkan Seorang pejabat tinggi ABRI menyatakan kesannya tentang pertemuan itu: “Anak-anak itu menghormati pak Harto sebagai Kepala Negara”.

Barangkali karena itu Sekneg Sudharmono menyatakan sehabis pertemuan, bahwa sebagai mandataris MPR dan penanggungjawab pelaksanaan pembangunan, Presiden telah menampung semua per-tanyaan dan keluh-kesah yang diajukan para pimpinan mahasiswa “Ukuran berhasil atau tidaknya sesuatu pertemuan soal puas atau tidak puas” tambah Sudharmono kepada pers. Sebab, tentu saja dengan dialog yang terbatas waktunya dan berhadapan dengan peserta yang hampir berjumlah 100 orang itu, Kepala Negara tidak sempat menanggapi secara langsung seluruh pertanyaan dan pernyataan.

Bapak & Anak. Memang tidak diketahui pasti seluruh isi pertemuan itu, karena sifatnya yang tertutup seperti sebelumnya sudah dinyatakan. Tetapi sehabis dialog, beberapa pimpinan mahasiswa yang dihubungi sempat juga membeberkan jalannya pertemuan dengan pegangan bahwa antara mereka dengan Kepala Negara tidak ada persetujuan yang disepakati untuk tidak menyampaikan isi pertemuan tadi kepada pers. Di samping beberapa orang yang menganggap dialog langsung itu “cukup memuaskan”, beberapa lagi beranggapan sebaliknya. Hatta Albanik, ketua umum DM Unpad Bandung, misalnya, merasa “tidak semua jawaban kita peroleh”. Temannya dan Unpad juga, Paulus Tamsil, mengatasi ketak-puasan itu karena “di antara kita banyak yang menganggap kenyataan yang ada sekarang berbeda dengan ucapan yang sering dilontarkan Presiden”

Masih ada pula kekecewaan dari Hariman Siregar. “Mahasiswa semula berharap bertemu dengan Soeharto sebagai Soeharto, di samping Soeharto sebagai Presiden”. Maksudnya agar sikap terbuka dan terus terang dari para mahasiswa semestinya disambut serupa oleh Kepala Negara, sehingga masing-masing memahami kesulitan fihak lain. “Kelihatannya Pak Harto lebih menunjukkan diri sebagai Presiden” tambah ketua DM-UI itu lagi, “tanggapan yang diberikan Presiden bagi kita demikian mengambangnya”.

Bukti? Rasa kurang puas dari sementara pimpinan mahasiswa tampaknya bukan saja karena suasana pertemuan kurang diliputi perasaan seperti halnya antara bapak dan anak, sebagai yang semula diharapkan Hariman. Lebih dari itu, seorang peserta pertemuan merasa isi hatinya terganggu karena “pertanyaan-pertanyaan banyak yang dijawab dengan anggukan dan senyuman”. Mungkin karena mereka belum tahu juga apa makna senyuman Pak Harto. Misalnya angguk dan senyum itu nampak ketika menghadapi pertanyaan Muslimin MT dari DM-IKIP Jakarta: “Siapakah yang membangun dan memiliki istana Kalitan di Surakarta siapa yang memberi rekomendasi kredit dan berapa kredit yang diberikan kepada Batik Keris dan Sandra Tex siapa yang punya saham PT Wana dan PT Bogasari?” Muslimin selanjutnya menanyakan mengapa saluran-saluran resmi penanaman modal asing diabaikan, tetapi “disalurkan melalui Aspri Sujono Humardani”. Masih sekitar Aspri, ditanyakan: apa benar Ali Murtopo “calo politik”? Disebutkannya peranan lembaga tidak formil ini misalnya dalam pemilihan gubernur. Menurut mahasiswa yang mengungkapkan pertemuan itu, Kepala Negara menjawab bahwa ia hanya melaksanakan prosedur, yaitu setelah calon disetujui DPRD.

Dengan menggerak-gerakkan tangannya, Michael Wangge, ketua DM-Udayana Denpasar, membantah jawaban Presiden demikian. “Kami tahu betul setiap pencalonan gubernur selalu di dahului surat-surat dari Opsus” kata Wangge sebagai yang diungkapkan teman-temannya. Untuk kesekian kalinya Kepala Negara tersenyum dan mengangguk. Demikian pula ketika menerima serbuan pertanyaan lebih tajam dan menyebut keterlibatan sementara pejabat pemerintah, nyonya-nyonya pejabat serta pengusaha-pengusaha yang ditunjang instansi atau pejabat resmi. Dan sebagainya. Mendengar ini Presiden kemudian balik bertanya: mana buktinya? Tentu saja anak-anak muda itu tidak memiliki data-data pasti. Nah, inilah kesulitan selama ini. “Tetapi andaikan data itu tidak kami peroleh” jawab seorang mahasiswa dari DM-IAIN Jakarta, “namun hati nurani kita mem-benarkan adanya penyelewengan-penyelewengan itu, yang bahkan oleh rakyat umum sudah diketahui — apakah tindakan yang akan bapak lakukan”.

Ke puncak gunung. Pertanyaan terakhir ini kabarnya dijawab Presiden: “Sebagai pimpinan, orang itu akan saya bimbing dulu, kalau tidak bisa, baru saya tindak”. Karantigo dari DM-Unas kemudian berkata kepada Syahrir Wahab dari TEMPO: “Timbul pertanyaan pada diri saya, bagaimanakah nasib saran-saran Komisi IV DPR, memorandum tentang MII dan memorandum-memorandum DPR lainnya”. Mungkin karena itu pula, Hatta Albanik terpancing untuk angkat bicara lagi dalam pertemuan itu. “Kami mendengar ucapan-ucapan bapak”, katanya, “semuanya baik. Sampai sekarangpun tetap baik. Tetapi kenyataan yang terjadi berbeda”. Kepala Negara tidak mengelak akan adanya kelemahan-kelemahan itu, tetapi “semua tanggung jawab saya”. Dan semua yang dilakukan Aspri “adalah sepengetahuan saya”.
Lalu bagaimana sikap mahasiswa yang masih resah itu, walaupun sudah mengadu di hadapan bapak mereka? “Kita akan terus seperti seharang” jawab Hariman, “sudah sejak dulu kita bilang aksi-aksi ini akan merupakan rangkaian melati, penuh bunga-bunga dan akan menjadi indah”. Sikap serupa datang dari Hatta Albanik. “Ini bukan satu-satunya cara, kita akan cari jawaban dengan cara lain” katanya. Bagaimana? Entahlah. Tetapi barangkali akan ada aksi, seperti dikatakan Paulus Tamsil. Dan aksi itu, menurut kalangan mereka akan dibuktikan dengan kedatangan PM Tanaka dari Jepang “Karena kita lihat dia datang bagaikan juragan” tambah seorang mahasiswa.

Dalam kesempatan dialog itu pula, di samping pertanyaan-pertanyaan langsung, wakil-wakil dai 35 Dewan Mahasiswa itu membacakan “Tuntutan Mahasiswa Indonesia” dari 7 DM luar Jakarta dan “Deklarasi Mahasiswa Indonesia” Dari 15 DM yang ada di Jakarta. Isinya tidak ada yang baru. Tapi hal-hal yang segar terjadi juga. Sejumlah mahasiswa yang tidak memiliki undangan, dan hanya dibolehkan menanti di ruang tunggu wartawan Bina Graha, telah mengisi waktu mereka dengan banyolan-banyolan dan nyanyian penuh kritik. Antaranya terdengar: Di sana Jepang di sini Jepang, di mana-mana modal Jepang — Cangkul Cangkul Cangkul yang dalam, cukong yang subur wajib di hibur” Tapi yang bahkan telah me-nimbulkan tertawa para petugas-petugas bersenjata yang berjaga-jaga di sana ada lah lagu anak Betawi Sang Bango dengan syair ini:

**

Tanaka, e-e-e- Tanaka Kenape ente diem-diem aje Mangkanya aye diem-diem aje Kerna aye punya Aspri

*

Aspri, e-e–e Aspri Kenape ente tenang-tenang aje Mangkanye aye tenang-tenang aje Kerna aye punya komisi
Presiden Adalah Pangkopkamtib… Presiden Adalah Pengkopkamtib…
Tempo 48/III 02 Februari 1974. Presiden Soeharto mengadakan 3 rangkaian pertemuan yang menghasilkan keputusan: presiden sebagai Pangkopkamtib, presiden minta tanggapan & saran dalam menghadapi repelita II, melantik ka Bakin baru. (nas)
HARI Senin ini Presiden Soeharto mengadakan tiga rangkaian pertemuan. Pertama dengan Menteri Hankam Jenderal Panggabean, Jenderal Soemitro dan Laksamana Sudomo. Dengan disertai Wakil Presiden Hamengkubuwono, pertemuan itu berlangsung hampir l jam lamanya. Walaupun wartawan mendesak-desak meminta keterangan, tidak satu patah informasi-pun keluar dari pejabat-pejabat ini. Tetapi begitu Sekretaris Negara Sudharmono muncul, maka 2 keputusan Presiden pun diumumkan. Menurut Sudharmono pertemuan ini untuk “membahas keadaan keamanan di tanah air khususnya yang menyangkut peristiwa 15 Januari”. Untuk itu Presiden telah mengambil keputusan “dalam rangka penanganan masalah keamanan dan ketertiban umum, khusus dalam mengatasi sebab-sebab dan akibat terjadinya peristiwa tadi”. Karenanya, “untuk penanganan yang lebih efektif, praktis, tepat dan lebih dipertanggungjawabkan sesuai wewenang yang ada berdasarkan konstitusi, Presiden memegang langsung pimpinan Kopkamtib”. Tegasnya, tambah Sekretaris Negara, Pangkopkamtib langsung di tangan Presiden.

Dalam keputusan Presiden selanjutnya, semenjak 18 Januari ini “meniadakan Asisten Pribadi Presiden (Aspri)”. karena “Kepala Negara memandang keadaan sekarang tidak perlu lagi ada jabatan Aspri”. Dengan demikian, menurut Sudharmono, para Aspri selama ini dikembalikan ke jabatan-jabatan mereka yang lain. Mayjen Ali Murtopo ke Bakin Mayjen Sujono Humardhani sebagai anggota DPR/MPR dan Mayjen Suryo kepimpinan Hotel Indonesia. Demikian pula halnya, Jenderal Soemitro tetap memangku jabatannya sebagai Wakil Panglima ABRI. Tetapi untuk penyesuaian organisasi selanjutnya jabatan Pangkopkamtib yang telah dipegang Presiden Soeharto, Kepala Negara juga telah menunjuk Laksamana Sudomo sebagai Kepala Staf Kopkamtib.

Kopiah hitam. Pertemuan Kepala Negara selanjutnya berlangsung dengam pimpinan-pimpinan Golkar, Partai Persatuan, Partai Demokrasi Indonesia dan pimpinan DPR. Hadir dalam pembicaraan yang hampir memakan waktu 2 jam ini adalah Amir Murtono, Martono, Drs Murdopo dan Amirmahmud dari fihak Golongan Karya lalu HMS Mintareja SH, KH Masykur, Th Gobel dari Partai Persatuan Sabam Sirait, Ahmad Sukartawijaya dan Murbantoko dari fihak Partai Demokrasi Indonesia sementara dari fihak pimpinan DPR adalah KH Idham Chalid, Domopranoto, Sumiskum, J. Naro dan Isnaeni, Kepada pers, Amir Murtono menilai pertemuan itu sebagai “konsultasi rutin”. Di sini Presiden meminta tanggapan-tanggapan serta saran-saran dari ketiga kekuatan sosial itu, terutama dalam menghadapi Repelita II. Dari sini, pembangunan 5 tahun tahap II kelak “tidak saja tanggung jawab pemerintah, tetapi scgala sesuatu nya adalah tanggungjawab bersama”. Hal yang lebih penting lagi dikemuka kan oleh ketua DPP Golkar adalah menyangkut pengamanan Repelita II. “Tidak ada persoalan bagi kita, sebab pengamanan terakhir di tangan Presiden sendiri” kata Amir yang hari itu memakai kopiah hitam.

Hari Senin itu juga Presiden Soeharto menerima Kepala Bakin baru dan yang lama dan sekaligus melangsungkan serah terima. “Kan sederhana, tidak usah ramai-ramai” kata Letjen Sutopo Yuwono. Kepala Bakin baru, Mayjen Yoga Sugama setelah itu menyambung: “Masalah di Indonesia cukup berkembang” yaitu selama 2 tahun ditinggalkannya sebagai Wakil Kepala Perwakilan Rl di PBB. Sampai hari itu belum diperoleh kepastian jabatan apa yang akan dipegang oleh Letjen Sutopo Yuwono.
Yang Bebas, Yang Bubar
Penahanan terhadap orang yang dicurigai sebagai penggerak malari terus dilakukan agar masyarakat tidak gelisah, Laksus Pangkopkamtib Jaya membubarkan Kappi dan Kapi karena terlibat peristiwa malari.
DARI sekitar 700 orang yang telah ditahan sehubungan dengan peristiwa 15 Januari, hingga ujung pekan lalu 21 orang telah dibebaskan. Kepala Penerangan Hankam, Brigjen Sumrahadi mengungkapkan bahwa “akhir-akhir ini pemerintah terpaksa melakukan penahanan-penahanan terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai penggerak peritiwa 15 Januari”. Diakuinya pula tindakan serupa dilakukan juga terhadap pelaku-pelaku pembakaran, perusakam perampokan serta penggarongan selama huru-hara tadi berlangsung. Sambil mengharap agar dengan adanya penahanan-penahanan itu masyarakat tidak gelisah, Kepala Puspen Hankam itu juga mengingat bahwa tindakan tadi dimaksudkan “untuk mendidik mereka, terutama generasi muda, agar berani bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan yang mereka lakukan”. Selain itu, bagi pemerintah “untuk mendalami latar belakang peristiwa yang telah menimbulkan banyak kerusakan bagi bangsa dan negara baik materiil maupun idiil”.

Tetapi sementara itu Sumrahadi mengungkapkan juga bahwa walaupun mereka yang ditahan sudah berangsur dilepas, namun “penangkapan akan terus berlangsung untuk mengusut serta memperjelas persoalannya dan demi cepatnya penyelesalan masalah yang sangat berbahaya ini”. Dijanjikan untuk segera melakukan pemeriksaan secara intensif meskipun dengan demikian dari hasil-hasilnya mungkin akan terpaksa dilakukan penahanan-penahanan baru. Dalam hubungan ini, menjawab pertanyaan, Kepala Penerangan Hankam tadi membenarkan adanya oknum-oknum bekas PSI dan Masyumi sebagai dalang kejadian itu “namun tidak berarti sisa-sisa G.30.S/PKI dan golongan-golongan lainnya tidak ikut mendalangi”. Kalau dikatakan, ucap Sumrahadi pula, bahwa peristiwa itu didalangi sisa-sisa PKI, mungkin masyarakat akan bosan mendengarnya, “lagi-lagi sisa-sisa G.30.S/ PKI yang dikambing-hitamkan”.

Di bawah pengawasan. Masih dalam hubungan dengan huru-hara pertengahan Januari itu sejak 23 Januari tadi Laksus Pangkopkamtib Jaya telah membubarkan KAPPI dan KAPI. Dasar dan pertimbangan pembubaran itu adalah karena “terdapat petunjuk-petunjuk di mana organisasi KAPPI dan KAPI turut terlibat sebagai penghubung dan penggerak yang mendatangi sekolah-sekolah bertalian dengan jalannya kegiatan demonstrasi yang mengakibatkan terganggunya stabilitas keamanan dan ketertiban”. Dalam keputusan itu juga dinyatakan “semua tempat tinggal yang digunakan sebagai basis-basis kegiatan yang berupa kantor markas dan lain-lainnya berada di bawah pengawasan Laksus Pangkopkamtib Jaya”. Yaitu sebanyak 6 buah kantor atau markas yang sejak tahun 1966 dikuasai kedua organisasi tersebut. Dari fihak lain, 11 buah sekolah lanjutan atas yang sejak terjadinya huru-hara tadi dinyatakan ditutup, sejak hari Senin ini tadi diperkenankan dibuka kembali. Adapun universitas-universitas dan perguruan-perguruan tinggi, baru tanggal 1 Pebruari ini tadi dibuka kembali, barangkali sebagai salah satu keputusan Menteri P & K setelah mengadakan pertemuan dengan rektor-rektor seluruh Jakarta belum lama ini.

09 Februari 1974
300 dari 500

 SUDAH dapat dipastikan pada akhirnya pelaku-pelaku penting peristiwa 15 Januari akan dihadapkan ke sidang pengadilan Dari jumlah 500 orang yang telah ditahan, ada sekitar 300 orang di antaranya yang menurut sumber-sumber PAB sedang dalam proses pemeriksaan untuk dikirim ke meja pengadilan. Mereka ini terdiri dari berbagai golongan, seperti mahasiswa, pelajar dan pencoleng. Tetapi dalam waktu dekat ini dapat diperkirakan jumlah tadi akan terus bertambah, apabila diingat dalam minggu lalu saja Pusat Penerangan Hankam mengumumkan adanya “penangkapan-penangkapan lanjutan terhadap sejumlah oknum-oknum yang terlibat di dalam peristiwa demonstrasi dan pengrusakan” tadi. Menurut berbagai pemberitaan, penangkapan lanjutan itu dilakukan terhadap 10 orang, seorang di antaranya oknum ABRI. Dan seperti sebelumnya pernah diungkapkan Brigjen Sumrahadi — Kepala Penerangan Hankam — bahwa Pemerintah/Kopkamtib akan terus mengadakan penahanan-penahanan, tidak mustahil tindakan serupa dilakukan pula di berbagai daerah dalam hubungan yang sama. Masih dalam hubungan dengan peristiwa huru-hara itu, pada saat semua perguruan tinggi dan universitas di Jakarta mulai dibuka kembali Jumat pekan lalu dalam waktu yang sama Mayjen C.H. Mantik selaku Laksus Pangkopkamtibda Jaya melangsungkan pertemuan dengan sejumlah guru-guru SLP dan SLA wilayah Jakarta. Setelah mengurai-kan peristiwa keributan itu sendiri, Pangdam Jaya itu menjelaskan pula maksud tindakan pemerintah yang telah menutup sekolah-sekolah untuk beberapa hari lamanya. Tentang 11 SLA yang baru kemudian diperkenankan dibuka kembali, menurut Mantik adalah karena masih diperlukan penelitian serta pengusutan lebih lanjut. Sebab dalam penyelidikan ternyata tidak sedikit pelajar dari sekolah-sekolah tadi yang terlibat langsung dalam pengrusakan-pengrusakan. Tidak lupa diungkapkan beberapa nama pelajar dan sekolah-sekolah mereka, berikut oknum-oknum yang bertindak selaku penghubung antar pelajar, sebelum maupun ketika peristiwa terjadi. Kuda. Yang terpenting menurut Mayjen Mantik adalah bahwa peristiwa 15 Januari itu bertendens politik dan para mahasiswa serta pelajar telah sempat menjadi kuda tunggangan golongan tertentu. Karena itu sudah tentu Pangdam Jaya meminta perhatian para pengajar agar memberi bimbingan sebaik-baiknya kepada anak-anak didik mereka. Dengan demikian diharapkan anak-anak muda itu dengan mudah dapat dikuasai guru-guru mereka sehingga tidak begitu saja mudah terlibat dalam soal-soal yang tidak ada hubungan dengan dunia pendidikan. Berbincang tentang anak-anak muda, barangkali secara kebetulan pada hari yang sama pula Menteri Negara Kesra Soenawar Sukowati menerima hasil karya kelompok kerja Pembina Generasi Muda. Upacara yang dihadiri juga oleh wakil-wakil dari berbagai instansi serta departemen yang turut menangani pembinaan generasi muda — seperti Ditjen Pemuda, Deppen, Departemen Agama, Sosial dan Bappenas — tampaknya sceara tidak langsung merupakan pertemuan lanjutan Pembina Generasi Muda semenjak terbentuk belum lama ini. Dengan mengutip konsep pembinaan itu, menurut Soenawar badan ini bertujuan membina generasi muda yaitu pembentukan manusia seutuhnya, berpribadi dan berkemamuan, bermoral Pancasila dan bersedia memberi sumhangan sebesar-besarnya pada tugas kewajiban terhadap masyarakat dan negara. Untuk mencapai ini maka terlihat bahwa untuk bagian terbesar terletak dalam bidang pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Menteri Kesejah-teraan Rakyat tidak lupa menjanjikan bahwa dalam Pelita II kelak pemerintah akan lebih meningkatkan pembinaan generasi muda ini dalam bentuk pemberian peranan pada pemuda remaja dalam pembangunan. Kemudian disebutkan pula kesempatan atau forum-forum yang akan diherikan pemerintah kepada golongan muda untuk mengadakan komunikasi produktif, tetapi sehat dan tertib di antara mereka sendiri serta antara pemerintah dengan generasi muda.

10 Agustus 1974
Hari Pertama Untuk Hariman

 TIBA-TIBA terdengar bunyi “dor!” Waktu itu majelis hakim sudah meninggalkan ruangan. Suara yang mengejutkan itu menyebabkan para petugas bertindak mengambil posisi. Tembakan pistol? Bukan. Hanya sebuah lampu perlengkapan awak TVRI, yang memotret jalannya pengadilan itu, pecah. Dari kejadian kecil ini tampak, betapa tindakan pengamanan sidang pengadilan Hariman Siregar di hari pertama Kamis pekan lalu itu cukup matang disiapkan. Hampir 2 batalion polisi, termasuk anggota brigade satwa yang menuntun anjing pelacak, siaga dengan tanda-tanda khusus. Walaupun Jaya Siaga — latihan pengendalian huru-hara, 30 Juli — diumumkan tidak dalam rangka pengamanan sidang pertama “Peristiwa 15 Januari” itu, ternyata hasil latihan itu cukup baik untuk menertibkan sekitar 2000 orang yang membanjiri sidang Hariman Siregar. Bung Tomo Mulai jam 06.30 pagi — 2 1/2 jam sebelum sidang dibuka — memang orang sudah mulai berusaha mendapatkan tanda masuk ruang sidang. Di antaranya Bung Tomo, tokoh 10 Nopember 1945 itu, yang seorang anaknya — Bambang Soelistomo — kini termasuk mahasiswa UI yang ditahan dan disebut sebagai salah satu saksi perkara ini. Sejam sebelum sidang dimulai, gedung pengadilan terbesar di Jakarta itu sudah tak kuasa lagi menampung pengunjung. Tidak nampak ada pejabat yang hadir. Rektor Universitas Indonesia, Prof. Mahar Mardjono, berhalangan rupanya untuk menyaksikan langsung pembukaan proses bekas Ketua Dewan Mahasiswa UI itu walaupun ia telah berhasil menyampaikan permintaan Hariman untuk memperoleh para pembela. Tapi rombongan dari Universitas terkemuka ini sejam sebelumnya sudah tampak di ruangan, antara lain Pembantu Rektor III, Dr. Budi Swasono, menantu bekas Wakil Presiden Bung Hatta. Para mahasiswa UI sudah tentu banyak yang hadir, di dalam maupun di luar ruangan sidang. Begitu pula para mahasiswa dari Bogor dan Bandung, selain Jakarta — dan juga kalangan pelajar, yang di sana-sini kelihatan dengan celana mereka yang pendek. Dari keluarga Hariman yang tampak hadir hanya abangnya, Marhum Siregar Isterinya masih dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, dikabarkan sa- kit kuning, setelah 2 minggu sebelumnya melahirkan anak kembar yang meninggal dunia. Ayah Hariman juga jatuh sakit, dirawat di RS Cikini. Mertuanya, Prof. Sarbini, termasuk dalam daftar orang yang ditahan. Dalam keadaan seperti itu, pemuda 24 tahun yang satu tahun lagi seharusnya jadi dokter ini tampak tenang-tenang saja sebagai tertuduh. Ia bahkan senyum sembari mengacungkan kedua jarinya membentuk huruf “V” kepada beberapa wartawan yang mempotretnya ketika ia menuju ke kamar kecil selama menunggu sidang dibuka. Ia tiba di sana pagi sekali, 06.30, dalam mobil tahanan polisi dengan iringan 2 jeep pengawal dan melihat orang sudah berkerumun menantinya. Ia melontarkan senyum lebar kepada mereka. Jaket Kuning Di depan meja hijau, menghadapi para hakim yang dipimpin oleh Hakim .H. Siburian (anggota: Hakim Bremi dan Hungudidjojo) yang bertoga hitam. Hariman mengenakan jaket kuning jaket Alma Maternya, yang belum 10 tahun yang lalu masih merupakan lambang perlawanan mahasiswa terhadap pemerintahan Sukarno. Beberapa meter di sebelah kmannya duduk 4 orang pembelanya — para anggota PERADIN yang diminta fihak UI untuk menjadi advokat tertuduh. Mereka ini satu Almamater dengan Hariman (dan juga se-Alma Mater dengan Hakim Ketua). Mereka adalah S. Tasrif, Jamaluddin Dr. Singomangkuto, Nursean dan T. Sianturi, yang baru dalam kesempatan itu bisa bertemu dengan tertuduh. Karena hal inilah team pembela menyatakan kepada hakim, “Kami menyayangkan bahwa sepanjang pengetahuan kami selama berada dalam tahanan tersangka tidak pernah mendapat kesempatan untuk menghubungi dan meminta bantuan Penasehat Hukum, sekalipun hal itu adalah haknya berdasar pasal 36 UU (Pokok Kekuasaan Kehakiman)”. Hariman sendiri dalam sidang hari pertama itu mengatakan, bahwa ia selama ini tidak sempat bertemu dengan pembelanya. “Baru sekarang saya kenal”, katanya, kesempatan menghubungi pembela juga dinyatakannya iak pernah diperolehnya. “Waktu saya ditangkap, istilahnya diamankan . . . tidak disebut-sebut untuk dibawa ke pengadilan”. Maka baik pembela maupun tertuduh meminta pengunduran persidangan. Dan Hakim — yang menjanjikan proses yang adil (fair trial) — menyetujui untuk menunda sidang sampai 12 Agustus nanti. Hanya permintaan Hariman agar beberapa orang saksi hadir dalam persidangan tidak disetujui Hakim. Tetapi seperti yang disampaikan dalam tuduhan jaksa, dalam pengadilan Hariman ini akan diajukan 34 orang saksi. Yaitu Postdam Hutasoit, Tisnaya Kartakusuma, Leonard Tomasoa (tiga di antara 10 orang anggota DM-UI yang pernah dipecat Hariman), Theo L.Sambuaga, Gurmilang Kartasasmita (keduanya wakil Ketua DM-UI), Judil Hery Justam (bekas Sekjen DM-UI yang kemudian menggantikan Hariman), Djarot Santoso PS, Sarwoko, Arifin Simandjuntak SH, Jesse Arnold Monintja, Jusuf Albert Ramis, Polecarpus da Lopez, Pataniari Siahaan, Remi Jesaja Leimena, Japie Lasut, Abdul Salim Hutadjulu, Slamet Effendy Jusuf, Firdaus Basuni, Jusul Muhammad, Nasroen Jasabari, Musib Tampubolon (eks-ketua DM-ITB), Hatta Albanik (eks-ketua DM-UNPAD) Benny Soediro PS, Eko Djatmika, John Pangemanan, Togar Hutabarat, Abdul Sani Hutadjulu, Ardjuna Ganesha Siahaan, L. Sima Premare, Drs. Ashadi Siregar, Drs. Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Syahrir S E, Drs. Yuwono Sudharsono MA dan Bambang Soelistomo. Tak Ada Hubungan Walaupun tersingkap juga bahwa di antara kerumunan para pengunjung sidang hari pertama itu sempat beredar pamflet gelap tetapi sidang itu berakhir dengan tenang. Kastaf Kopkamtib di samping menjanjikan akan mengusut terus selebaran-selebaran serupa itu, juga berterimakasih bahwa tidak terjadi kericuhan yang mengganggu kelancaran sidang. Agaknya hal ini sesual dengan harapan pemerintah yang dari jauh-jauh hari sudah memperingatkan segenap lapisan masyarakat untuk tetap menjaga ketenangan dan “tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat mempengaruhi pendapat para hakim dalam memutuskan perkara itu. Di samping bahwa pengajuan Hariman sebagai terdakwa pertama “karena secara teknis pemeriksaan perkaranyalah yang paling cepat dapat diselesaikan” — seperti diungkapkan Jaksa Agung Muda Soehali Soemosubroto — juga menurut Menpen Mashuri penyidangan ini akan “mengingatkan kita semua bahwa suatu aspirasi yang hidup dalam masyarakat hendaknya disalurkan sesuai dengan aturan-aturan yang sudah ditetapkan”. Hal yang kira-kira serupa telah diucapkan juga oleh Pangkowilhan II Jawa-Madura, Letjen Widodo pada hari sidang berlangsung di hadapan rektor-rektor dan para pimpinan Dewan Mahasiswa universitas Negeri dan Swasta di Jakarta. Tetapi tentang pertemuan itu dan kunjungannya ke Jakarta menjelang dan pada hari persidangan, Widodo juga menuturkan “samasekali tak ada hubungunya dengan persidangan peristiwa Malari.