Operasi Trikorra:

Potongan Pengorbanan yang Hilang...
Ada banyak potongan sejarah kita yang hilang. Padahal, potongan-potongan itu berbicara tentang waktu, manusia, dan semangat juang yang membakar hidupnya. Kita sering terjebak pada seremonial, wacana, dan citra. Padahal, ketika masa kita hampir berlalu, jejak yang tertinggal adalah pengorbanan kita untuk orang-orang di sekitar kita.

Begitu potongan-potongan yang ada seusai upacara Hari Dharma Samudera, Jumat (15/1), yang dipimpin Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Madya Agus Suhartono.

Dalam bedah buku Mission Accomplished-Misi Pendaratan Pasukan Khusus oleh Kapal Selam RI Tjandrasa, diceritakan operasi rahasia Tjakra II yang digelar di Teluk Tanah Merah, Irian Barat, sebagai bagian dari Operasi Trikora.

Komandan kapal selam pertama, Laksamana Pertama (Purn) Raden Panji Poernomo, menceritakan bagaimana KRI Tjandrasa 408 di bawah pimpinan Mayor (Laut) Mardiono ngotot menjalankan misi. ”Mendaratkan RPKAD dengan ranselnya yang berat itu tidak mudah bagi kapal selam,” kata Poernomo.

KRI Tjandrasa berstrategi untuk mendekati pantai menjelang malam. Namun, upayanya gagal karena ada kapal patroli Belanda. KRI Tjandrasa ketahuan dan diusir. Mardiono tidak menyerah, pikiran nakalnya menyatakan, Belanda tidak akan berpikir, ia akan kembali keesokan harinya pada waktu dan tempat yang sama. ”Mereka pikir, kita tidak akan berani. Tetapi, justru itu yang persis kita lakukan dan kita berhasil,” kata Mardiono.

Masih seputar operasi Trikora, Luther Bindosano (67), seorang anak buah kapal KRI Macan Tutul, yang tenggelam di bawah pimpinan Laksamana Madya Yos Sudarso, menceritakan kenangannya tentang masa-masa seputar 13 Januari 1962, tanggal tenggelamnya KRI itu.
”Bocah, kamu ke sini. Kamu asal mana,” begitu Luther menirukan ucapan Yos Sudarso dalam pertemuan pertama mereka. ”Putra Waropen, Papua, Bapa,” jawab Luther. ”Apa kamu sudah siap, korbankan kepala dan dada kamu,” tanya Yos Sudarso lagi. ”Bapa, saya sudah siap,” jawab Luther. ”Tanah sepotong digenggam di tangan, bawa pulang ke Indonesia, ya,” begitu pesan terakhir Yos Sudarso yang terus terngiang di telinga Luther di tengah desingan peluru di 3-4 jam terakhir KRI Macan Tutul.

Luther, penembak itu, terapung-apung empat jam sebelum ditemukan tentara Belanda. Matanya jadi buta karena kuatnya radiasi bom. Ia dipukuli, dimasukkan ke dalam karung, diinjak-injak, dan tiga bulan dijadikan tawanan perang. Namun, hingga kini dia tidak menyesali 3-4 jam paling berpengaruh dalam hidupnya.

”Kita lawan terus. Kita pasti menang. Betul toh, sekarang kita menang,” kata pensiunan itu tanpa bisa dihentikan. (EDN)



Jumlah inflitrasi ke Irian Barat : 1592 orang
438 orang lewat laut
1.154 orang lewat linud
Jumlah ini merupakan 72 persen dari sasaran awal.

Rekapitulasi :
198 ditawan
134 gugur
67 hilang

Hasil inflitrasi yaitu seperti : pembentukan kantong gerilya sambil menunggu hari H untuk melakukan raid

kota holandia berhasil untuk kantong 15 gerilya
Sungai jera 20 orang
sekeliling Merauke 347 orang

Sumber :JULIUS POUR ; Laksmana Soedomo : mengatasi gelombang kehidupan, Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1997.
Kaimana sekitar 334 orang

Karel Doorman bersandar di pelabuhan Hollandia (sekarang Jayapura)

RI Matjan Tutul, hendak menyusupkan pasukan ke Irian

KS ALRI siap menuju Irian menyusupkan pasukan (lokasi di Bitung Manado)

HR Ms Evertsen fregat AL Belanda yang menenggelamkan RI Matjan Tutul

Awak kapal RI Matjan Tutul yang selamat ditawan di atas kapal HR Ms Everten

Setelah di darat mereka di tahan di penjara

Prajurit Linud kita di tangkap sama Belanda

prajurit banteng Raiders tertangkap...yg nangkep keliatan londo totok.

para pejuang orang-orang papua pro RI ditangkap ..

AURI mengirim TU 16 KS untuk menghadapi Karel Doorman

ditambah dengan pembom Ilyusin 28 dan pesawat Mig 15, 17, 19 dan 21 dan helikopter Mi 6

RI Irian dikirim juga untuk menghadapi mereka

terlihat rudal yg nyantel di sayapnya TU-16, AS-1 kennel. rencananya rudal inilah yg akan menghancurkan karel dorman. gedenya sebesar MIG 15 fagot, n emang pembuatannya berdasarkan rancang bangun MIG 15.


Tapi dari pihak belanda juga banyak yang kemudian berbalik membela Republik
salah satunya Kolonel (Pur) Theodorus Hendrikus Gottschalk.
Theodorus Hendrikus Gottschalk merupakan satu dari jutaan saksi mata Perang Pasifik. Saat itu dia ditempatkan di Skadron 120 Militaire Luchtvaart yang dibentuk tahun 1943 dan berpangkalan di Merauke sebelum dipindahkan ke Biak 19 Juni 1945. Gottschalk meraih Groot Militaire Brevet dan Waarnemer Brevet Kalijati Juli 1941. Karena Kalijati semakin tidak aman dari Jepang, mereka dikirim ke Australia dengan kapal laut (1942). Australia pun sama. Jadilah mereka dikirim ke Jackson Mississippi, AS hingga mendapat brevet penerbang operasional. Tahun 1943 Gottschalk dikirim ke Inggris untuk memperkuat korps udara Sekutu dalam menghadapi AU Jerman. Hanya dua bulan, Spitfire tidak sempat diterbangkannya hingga dikembalikan ke AS. Di AS Gottschalk menjadi instruktur penerbang Belanda selama enam bulan. Setelah itu dia kembali ke Australia. Akhir 1945, bersama 39 penerbang lainya Gottschalk menerbangkan ferry 40 North American P-51 Mustang dari Brisbane ke Jakarta dengan rute Brisbane-Darwin-Kupang-Jakarta. Pada 10 Mei 1950, Gottschalk resmi pindah ke AURIS dan pangkatnya dinaikkan jadi letnan udara I pada 1 Juli 1950. Gottschalk pernah menjadi Panglima Korud IV, Biak, Papua selama empat tahun (1963-1967). Tahun 1968, Gottschalk diberhentikan dengan hormat setelah menjabat Ditjen Litbangau. Tidak lama kemudian dia meninggalkan Indonesia.
Bener mbah,...Gottschalk menjadi perwira AURI dan banyak melatih penerbang AURI, tapi sayang waktu meninggal beliau nggak bisa dimakamkan di Indonesia karena masalah kewarganegaraan, beliau meninggal di RS MMC Jakarta dan dimakamkan di Belanda.

katanya dalam foto ini ada Gottschalk, posisi diatas sayap no 2 dari kiri yang berdiri agak menunduk.