TNI MERAH PUTIH, TNI TALIBAN DAN TNI SOEHARTOIS


JAKARTA, (TNI Watch!, 17/11/99). Kalangan jendral TNI Angkatan Darat, dulu terpecah dalam dua kubu. TNI Merah-Putih versus TNI Hijau (di kalangan jendral TNI Merah Putih disebut TNI Taliban). Namun kini, TNI AD terpecah menjadi tiga, yakni: TNI Reformasi (jelmaan TNI Merah Putih), TNI Hijau (Taliban) dan Soehartois.Para jendral Soehartois adalah para jendral yang pernah menjadi ajudan Presiden Soeharto atau sebagai Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) di zaman Soeharto. Mereka ini: Jendral TNI Wiranto, Letjen TNI Sugiono, Letjen TNI Tyasno Sudarto, Soegiono dan Tyasno adalah mantan Komandan Paspampres. Lalu ada Letjen TNI Djadja Suparman (Pangkostrad) dan Mayjen TNI Sjafrie Syamsuddin (Staf Ahli Pangab Bidang Polkam). Hingga kini Wiranto dan Sjafrie adalah dua jendral yang bisa dengan gampang bertemu Soeharto. Kalau digunakan diagram ven, sejumlah jendral Soehartois juga teriris di TNI "Taliban", dan satu dua jendral yang teriris atau main di dua kelompok ini. 

Taruhlah, Djaja Suparman, jendral ini di kalangan jendral reformis dikenal sebagai salah satu jendral "Taliban", berduet dengan Mayjen (Pol) Noegroho Djajusman (Kapolda Metro Jaya). Djaja Suparman misalnya mendukung berdirinya milisi Barisan Umat Islam Bersatu (Buitsu) yang bermarkas di Tangerang. Buitsu yang berangotakan 3.000 orang adalah anak organisasi Komite Umat Islam Solidaritas Membangun Ekonomi Lemah (Kuismel), yang diresmikan Djadja pada 21 Mei 1999. Organiasi ini mula-mula ingin memberdayakan ekonomi masyarakat di Tangerang dengan menggarap lahan-lahan tidur di wilayah itu. Namun, belakangan oleh Djaja, Buitsu dan Kuismel dipakai untuk  pengamanan Jakarta melawan gerakan mahasiswa. Untuk "mengamnkan" Jakarta, Buitsu dilatih oleh para pelatih Angkatan Darat di Resimen Induk Daerah Militer, Lido, Sukabumi, Jawa Barat. Selain Buitsu, Satgas Al Washliyah dan Gerakan pemuda Kabah juga berada di bawah kontrol Djaja. Satgas misalnya ikut "mengamankan" acara Silaturahmi Nasional Ulama, para jendral TNI dan Polri di Hotel Millenium, 13 Oktober lalu. Letjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono, adalah pemimpin jenderal TNI AD reformasi. Satu gerbong dengan Susilo adalah Mayjen TNI Agus Widjaya dan Mayjen TNI Agus Wirahadikusuma. Dua Agus ini adalah "intelektual" di Angkatan Darat. Bersama-sama Bambang, dua jendral ini menyusun semacam arah baru TNI. Agus Wirahadikusuma adalah Ketua Tim Reformasi Internal TNI. Agus, atas persetujuan Bambang, besama-sama kawan-kawannya lulusan Akmil 1973 menyusun buku Indonesia Baru dan Tantangan TNI: Pemikiran Masa Depan. Buku ini kontroversial karena menyoal dwi fungsi TNI.

"Pemikir" lainnya di kubu Bambang adalah Mayjen TNI Syamsul Ma'arif. Namun, seiring munculnya kekuatan TNI Soehartois membuat  gagasan reformasi TNI Bambang Yudhoyono tersingkir. Wiranto belakangan memasang para jendral bermasalah, sebagian besar para jendral hijau, di jajaran Mabes TNI. Mereka ini, Letjen TNI Fachrul Razi  dan kawan-kawannya, bagaimanapun amat bergantung pada Wiranto. Maksud Wiranto, agar TNI reformis tidak menguasai TNI dan menggusurnya.

RIWAYAT MAYJEN TNI AGUS WIRAHADIKUSUMAH
Lahir di Bandung pada tanggal 17 Oktober 1951,
Karier militer
Komandan Peleton, Komandan Kompi, dan Perwira Staf Operasi di Brigif-2 Kodam
VIII/Brawijaya,
Asisten Operasional Kodam VII/Wirabuana
Danrem 163 Kodam IX/Udayana
Wakil Komandan Batalyon Linud 328,
Wakil Komandan Batalyon Linud 305,
Komandan Batalyon Linud 330,
Komandan Batalyon Linud 305,
Dosen Pusat Infantri TNI-AD
Dosen Seskoad
Danseskoad
Asisten Perencanaan Umum (Asrenum) Panglima TNI
Pangdam Wirabuana
Ketua Tim Reformasi Internal TNI

PENDIDIKAN
Lulus Akmil 1973
Kursus Dasar Kecabangan Infantri
Kursus Komandan Kompi
Kursus Komandan Batalyon
Seskoad
Airborne
Ranger
Pathfinder (1981), Fort Benning
Infantry Officer Advanced Course (1983), Fort Benning
Air Assault School di Fort Campbel (1984)
Army Command dan Staff College di Australia (1990)
Source, http://www.minihub.org/siarlist/msg04080.html